Buntut Diskriminasi Pasien BPJS, AMPERA Sebut Jadi Amunisi Pihak Kontra RUU Kesehatan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Kecaman warganet terhadap video nakes yang mendiskriminasi pelayanan kesehatan pasien BPJS merupakan bagian dari pro dan kontra terhadap dukungan terhadap RUU kesehatan di media sosial. Saat ini, draf RUU ini sedang dibahas oleh DPR sebagai pengusul bersama pemerintah yang sedang mengumpulkan masukan dan aspirasi dari publik.

Temuan riset Respublica Institute memperlihatkan video diskriminasi nakes terhadap pelayanan kesehatan pasien BPJS menjadi percakapan populer warganet sepanjang 18-19 Maret 2023. Selain karena penyebaran luas video ini di Twitter, popularitas percakapan ini merupakan bagian dari pro dan kontra dukungan warganet terhadap RUU Kesehatan.

“Popularitas percakapan warganet tentang video nakes yang mendiskriminasi pelayanan pasien BPJS tidak saja dipengaruhi oleh penyebaran luas video ini di media sosial, tetapi juga dipengaruhi juga oleh pro-kontra dukungan warganet terhadap RUU Kesehatan. Video diskriminasi pasien BPJS ini menjadi amunisi ampuh bagi warganet yang kontra terhadap RUU Kesehatan,” kata Teguh V. Andrew, peneliti Respublica Institute di Jakarta, Kamis (23/3/2023).

Indikasi ini sudah terlihat sejak 17 Maret 2023. Riset Respublica Institute memperlihatkan , warganet yang kontra terhadap RUU Kesehatan mempertanyakan posisi BPJS yang berada di bawah kendali Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Hal ini dikhawatirkan akan melemahkan fungsi, peran, dan independensi BPJS. Selain itu, terdapat pula potensi penyimpangan dana karena Kemenkes berhak menentukan pembayaran dan penentuan fasilitas kesehatan yang didapatkan oleh BPJS.

Kampanye ini mendapatkan reaksi dari warganet yang pro terhadap RUU Kesehatan. Hal ini terlihat melalui dua kata kunci dan satu 1 tagar, ‘Semua Bisa Berobat’, ‘RUU Kesehatan’, dan #MauMudahBerobat yang muncul berbarengan sebagai trending topic. Dua Kata kunci dan 1 tagar ini muncul pada waktu yang bersamaan, yaitu pukul 08.00-09.00 pada 18 Maret 2023.

Kata kunci ‘Semua Bisa Berobat’, ‘RUU Kesehatan’, dan #MauMudahBerobat juga menyampaikan pesan yang sama. Warganet yang pro RUU Kesehatan menyebut peraturan ini diperlukan untuk memperbaiki SDM Kesehatan, layanan kesehatan yang memiliki jangkauan yang luas, dan penyerapan aspirasi masyarakat yang luas dalam pembahasan RUU Kesehatan.

Namun kampanye ini segera mendapat reaksi dari warganet yang kontra terhadap RUU Kesehatan, terutama sejak tersebar luasnya video nakes yang mendiskriminasi pelayanan pasien BPJS. Riset Respublica Institute memperlihatkan sejak peristiwa ini Volume percakapan yang menggunakan kata kunci ‘BPJS’ mengalami peningkatan drastis sejak pukul 11:00-16:00, dari 12.103 twit menjadi 21.592 twit.

Tren volume percakapan dengan kata kunci ‘BPJS” terus bertahan hingga 19 Maret 2023. Peningkatan volume percakapan terjadi antara pukul 02.00-07.00. Kata kunci ‘BPJS masih masuk dalam trending topic hingga pukul 21.00, meskipun terjadi penurunan volume percakapan hingga menyentuh angka 10.467 twit,” kata Teguh dalam keterangan tertulisnya kepada media.

Percakapan populer dengan kata kunci ‘BPJS’ merupakan kecaman warganet terhadap video nakes yang melakukan diskriminasi terhadap pasien BPJS. Warganet menyinggung pemerintah yang gencar mendorong warganya untuk ikut program BPJS, tetapi pasien BPJS malah mendapat diskriminasi layanan dari nakes.

Warganet juga menilai pangkal persoalan dalam layanan BPJS selama ini bukan terletak pada pasien, tetapi hubungan antar lembaga BPJS, Kemenkes, dan pengelola fasilitas-fasilitas kesehatan. Pengkambinghitaman pasien BPJS oleh nakes ini pula, menurut warganet, menjadi salah satu alasan para pasien memilih untuk berobat ke luar negeri.

Sebagian warganet yang lain tidak sepenuhnya menyalah diskriminasi pelayanan pasien BPJS yang dilakukan oleh nakes. Warganet menilai ketiga nakes dalam video itu hanya mengekspresikan realitas yang terjadi dalam pelayanan kesehatan yang didapatkan oleh pasien BPJS. Salah satu persoalan yang sering dihadapi adalah prosedur pelayanan kesehatan yang panjang dan memakan waktu yang lama.

“Tudingan ini mendapat bantahan dari warganet yang berlatar belakang profesi nakes dan dokter. Warganet menyebut video mendiskriminasi pasien ini telah meruntuhkan kepercayaan publik terhadap nakes. Padahal, baik nakes maupun dokter sering merekomendasikan layanan BPJS kepada pasien untuk meminimalisir biaya”, ujar Teguh.

Selain itu, terdapat pula klaim bahwa hampir tidak ada perbedaan pelayanan pasien BPJS dan umum. Satu-satunya hal yang membedakan, dalam pandangan warganet, adalah proses administrasi. Untuk meyakinkan tidak adanya diskriminasi terhadap pasien, warganet membagikan kisah-kisah tentang pelayanan kesehatan BPJS yang layak dan berujung kesembuhan pasien.

Riset Respublica Institute bertajuk Tren Percakapan Populer Warganet tentang Video Diskriminasi Nakes terhadap Pasien BPJS dilakukan pada 18-19 Maret 2023. Ada 5 kata kunci dan 1 Tagar, yaitu ‘BPJS’, ‘Nakes’, ‘Boti’, ‘Semua Bisa Berobat’, ‘RUU Kesehatan’, dan #MauMudahBerobat yang digunakan. Laman twitter-trending.com mencatat secara keseluruhan mencatat volume percakapan 68.305 twit selama 40 jam menjadi trending topic.

Ironi Pelayanan Kesehatan

Pendiri Advokat Merdeka Pembela Rakyat (AMPERA), Erly Senjaya menyebut peredaran luas video nakes yang mendiskriminasi pasien BPJS memperlihatkan carut-marut pembahasan RUU Kesehatan. Carut-marut pembahasan ini, menurut Erly, terkait erat dengan dana besar masyarakat yang dikelola oleh BPJS yang hendak dikontrol sepenuhnya oleh Kementerian Kesehatan. Padahal, menurutnya, BPJS seharusnya bersifat mandiri dan independen.

Selain itu, Erly juga menyebut diskriminasi nakes terhadap pasien BPJS merupakan cerminan dari pelayanan kesehatan sehari-hari masyarakat Indonesia. Hal ini menjadi ironi karena menurutnya nakes adalah garda terdepan yang mengemban fungsi kesehatan yang diatur dalam UU Kesehatan No. 36 Tahun 2014.

“Masalahnya bukan terletak pada siapa yang bisa berobat atau tidak, karena pada dasarnya semua bisa berobat. Namun, kerumitan administratif sistem pelayanan BPJS tidak sejalan dengan UU Kesehatan No. 36 tahun 2009. Hal ini terlihat jelas dari transformasi fungsi Puskesmas, kata pendiri AMPERA ini di Jakarta, Kamis (23/3).

Puskesmas, menurut Erly, tidak lagi menjadi pusat kesehatan masyarakat yang menyediakan pelayanan cuma-cuma. Pasalnya, dalam sistem pelayanan BPJS, Puskesmas hanya menjadi tempat rujukan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di faskes tingkat 2. Sebagai pusat rujukan pun, pasien-pasien BPJS kerap harus mengantri selama berjam-jam, dengan catatan penyakit yang diderita oleh pasien ditanggung oleh layanan BPJS.

- Advertisement -

Berita Terkini