Kasus Dipaksakan, Ketua AMPERA Desak Hakim PN Medan Vonis Bebas Ismail Marzuki

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Kasus pencemaran nama baik yang berawal dari liputan mendalam media Muda News yang dipimpin Pemimpin Redaksi Ismail Marzuki tentang keterkaitan Cagar Budaya Benteng Putri Hijau dan Taman Edukasi Buah Cakra diduga milik istri gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, Nawal Lubis sudah memasuki agenda sidang pembacaan vonis.

Menanggapi kasus yang terkesan kriminalisasi tersebut, Ketua AMPERA (Advokat Merdeka Pembela Rakyat), Muhammad Mualimin menilai sudah sewajarnya majelis hakim Pengadilan Negeri Medan memutus Ismail Marzuki dengan putusan bebas atau menyatakan dengan tegas perbuatan yang dituduhkan kepada terdakwa sama sekali bukan pidana.

”Kasus itu kan hanya kritikan dari pers, dalam hal ini Muda News. Kalau pihak yang diberitakan keberatan atau tidak terima tinggal gunakan hak jawab saja. Istri seorang gubernur mestinya punya hati yang lapang untuk menerima kritik dari masyarakat, bukan malah dengan mudahnya ambil langkah yang terkesan memberangus demokrasi. Kita sudah punya UU Pers, tapi pemenjaraan terhadap wartawan masih saja terjadi. Ini buruk bagi HAM negeri ini,” kata Mualimin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (4/4/2023).

Selain itu, Mualimin yang juga Pengurus Majelis Nasional (MN KAHMI) Departemen Penguatan Kerangka Hukum HAM itu mengkritik isi Replik Penuntut Umum yang dibacakan dan diserahkan pada persidangan tanggal 21 Maret 2023 dimana Ismail Marzuki disebut ”melakukan tindak pidana Narkotika”, padahal dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum sebelumnya jelas menyatakan Ismail Marzuki disangka melanggar Pasal Fitnah dan/atau Pencemaran Nama Baik (Pasal 310 ayat (2) KUHP, Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang UU ITE).

”Ini Jaksanya tidak cermat, bahkan cenderung ceroboh. Jangan sampai pasal yang disangkakan terlalu dipaksakan, dan profesionalitas oknum JPU yang rendah mengantarkan seorang wartawan yang kritis dikirim ke jeruji besi. Majelis hakim mestinya paham bahwa ini kasus tidak serius yang dibikin serius. Ini sebenarnya hanya kritik seorang warga negara. Ini bukan pidana, Terdakwa harus dibebaskan!” ujarnya.

Ismail Marzuki.

Sebagai negara yang mengklaim demokratis, ucap Mualimin, mestinya di Indonesia sudah tidak ada lagi orang dipidana karena ucapan atau kritikan yang diniatkan sebagai kritik demi perbaikan kehidupan berbangsa dan bernegara.

”Kalau ada muatan kritik Ismail Marzuki yang tidak akurat atau sedikit meleset terkait data, kan istri Gubernur Sumut tinggal membantah dan mengklarifikasi. Itulah gunanya ada Hak Jawab di dalam Undang-Undang Pers. Semua pejabat dan keluarganya harus paham bahwa pers tidak boleh dimusuhi, karena pers jasanya besar, utamanya dalam menyampaikan program dan agenda pejabat kepada khalayak publik. Apalah arti capaian gubernur jika tidak dibantu publikasi pers,” pungkasnya.

Terkait dengan Replik yang ada tulisan ‘terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana Narkotika’. Hal itu mendapat tanggapan dari Pakar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Indonesia Prof Dr Suparji Ahmad SH MH. Ia menilai oknum JPU tidak teliti dalam membuat Replik.

“Ya, tidak teliti,” sebut Suparji.

Sementara JPU Rahmi Syafrina mengaku salah ketik. “Karena isi keseluruhan menanggapi dari pledoi penasihat hukum terdakwa terkait UU ITE,” kata JPU saat dimintai konfirmasi mudanews.com. (Arda/red)

- Advertisement -

Berita Terkini