Sidang Jurnalis Medan, Istri Edy Rahmayadi : Perbup Benteng Putri Hijau Bukan Urusan Saya

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Setelah diskors, Majelis Hakim yang diketuai Imanuel Tarigan melanjut sidang. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rahmi Syafrina terhubung dengan Saksi Pelapor (korban) Nawal Lubis yang merupakan Istri Gubernur Sumut Edy Rahmayadi melalui virtual serta terhubung dengan TV LCD yang ada di ruang Cakra 8 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (23/8/2022) sore.

Terdakwa Ismail Marzuki alias Mael yang juga Jurnalis Medan, pemilik media online mudanews.com dan penanggungjawab. Mael sidang dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Nawal Lubis di akun YouTube dan berita mudanews.com soal aksi solidaritas penyelamatan Benteng Putri Hijau di kawasan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang.

Hakim Ketua Imanuel memanggil Nawal Lubis. “Ibu Nawal Lubis, Ibu sehat?” tanya Hakim Imanuel. “Sehat,” jawab Nawal Lubis melalui Virtual.

“Bisa mendengarkan apa yang disampaikan oleh Hakim?” tanya Hakim Imanuel. “Bisa,” kata Nawal.

“Kami telah beberapa kali melakukan pemanggilan kepada Ibu, tapi karena kesibukan, kami selalu mendapat jawaban dari Penuntut Umum atau Jaksa, bahwa Ibu belum bisa hadir di Persidangan Pengadilan Negeri Medan. Tapi, karena waktu pemeriksaan ini sudah cukup lama dan ibu kemarin sudah memastikan hari ini untuk diperiksa, kami akan memeriksa Ibu secara virtual, seperti sekarang,” kata Hakim Imanuel.

“Oke,” kata Nawal Lubis.

“Di dekat Ibu ada yang mendampingi petugas?” tanya Hakim. “Ada,” jawab Nawal.

“Ada Alquran?” tanya Imanuel. “Ada,” jawab Saksi.

Nawal Lubis mengaku sedang berada di Jalan. “Saya berhenti sebentar, karena saya di Jalan,” kata Nawal Lubis. “Iya Ibu, berhenti,” sambung JPU.

“Ya, saya berhenti sebentar, saya sudah berhenti,” lanjut Nawal.

Hakim ketua membacakan identitas Saksi Pelapor sesuai dalam berita acara seperti umur 58 tahun, alamat, WNI, pekerjaan, tempat tanggal lahir. Kemudian, Hakim mempertanyakan kepada Nawal Lubis. “Iya, iya, oke ya,” jawab Saksi.

“Benar itu Ibu? tanya Hakim. “Betul,” jawab Saksi.

“Ibu kenal dengan namanya Bapak Ismail Marzuki? tanya Hakim. “Enggak,” kata Saksi.

“Tidak kenal ya, berarti tidak ada hubungan keluarga ya ibu,” tanya Hakim. “Tidak,” jawab Saksi.

Sidang Jurnalis Medan, Istri Edy Rahmayadi
Saksi Pelapor Nawal Lubis mengikuti sidang secara Virtual

“Untuk itu, untuk memberikan keterangan sebagai saksi, kami mohon Ibu berdiri di tempat, kalau ada petugas yang menyiapkan Alquran, silahkan diletakkan satu jengkal dari kepala, untuk sumpah secara agama Islam dipandu dengan Ibu Hakim ya Ibu,” kata Hakim Ketua Imanuel. “Oke,” jawab Nawal Lubis.

“Bediri ya ibu,” kata Hakim. “Saya tidak bisa berdiri di mobil, saya di Jalan di dalam mobil,” kata Nawal.

“Tapi, sudah berhenti mobilnya?” tanya Hakim. “Iya, tapi ini ramai orang, saya di Jalan ini,” lanjut Nawal.

“Alquran, ada di situ ibu? tanya Hakim. “Ada,” jawab Nawal.

“Ya sudah, kalau begitu, duduk saja, gak apa-apa,” kata Hakim. “Iya,” jawab Nawal.

“Tapi, Alquran ditaruk di atas kepala,” kata Hakim. “Iya,” jawab Nawal.

Ibu Hakim anggota yang disebelah kanan Hakim ketua Imanuel membacakan sumpah, kemudian diikuti Nawal Lubis. “Ikutin ya Ibu,” kata Hakim. “Iya,” kata saksi.

“Bismillahirrahmanirrahim, demi Allah saya bersumpah, bahwa saya sebagai saksi akan memberikan keterangan yang benar, tidak lain daripada yang sebenarnya,” kata Nawal Lubis saat bersumpah mengikuti apa yang diucapkan Hakim.

“Iya, sumpahnya sudah selesai ya ibu, jadi dengan kata sumpah itu, ibu memberikan keterangan yang benar, ya ibu,” kata Hakim. “Iya,” jawab Nawal.

Setelah medengarkan keterangan sumpah Nawal Lubis, Hakim mempersilahkan JPU untuk mengajukan pertanyaan. “Pertanyaan akan dimulai, oleh penuntut umum, silahkan,” kata Hakim kepada JPU.

“Terima kasih Majelis,” kata JPU Rahmi Syafrina.

“Dengar suara saya Ibu?” tanya JPU. “Dengar,” jawab Nawal. “Ibu ada membuat surat pengaduan ke Polda Sumut? tanya JPU. “Betul,” jawab Saksi.

“Tanggal 9 Februari 2021 ya Ibu?” tanya JPU. “Iya,” jawab Saksi.

“Karena apa ibu membuat ibu membuat surat pengaduan, ada masalah apa?” tanya JPU. “Karena, waktu itu ada poster (spanduk-red) di Mapoldasu, bahwa nama saya bahwa foto-foto saya mengatakan bahwa saya merusak apa itu, Putri Hijau,” jawab Nawal.

“Benar ibu diperiksa di kepolisian, keterangan ibu benar ya? tanya JPU. “Iya,” jawab Nawal.

“Kapan ibu, mengetahui bahwa ada poster dan kemudian orasi atau demo di depan Mapoldasu yang membawa foto ibu, kapan ibu ketahui? tanya JPU.

“Saya dari Youtube dari Sekretarisnya Penasihat (hukum-red) saya Imelda, ini ada foto-foto ibu, saya bilang, loh ada apa, saya bilang begitu, begini, begini ibu, masalah putri hijau, gitu, ” jawab Saksi Pelapor Nawal Lubis.

“Begini-begini itu, maksudnya gimana ibu, apa kata-katanya,” kata JPU. “Ini ada poster ibu, ibu katanya, pengrusak Benteng Putri Hijau, gitu, Poster saya Bunda NL-Bunda NL itu kan singkatan nama saya,” jawab Nawal Lubis.

“Dan kemudian, ibu melihat unggahannya di Youtube? tanya JPU. “Lihat lah, saya lihat di Youtube dan saya juga pernah melihat, apa namanya di WA WA (Whatsapp-red), apa itu, ada WA nya itu, demokrasi itu,” kata Nawal.

“Tapi, ibu pernah lihat di YouTube, di Facebook ibu ada lihat?” tanya JPU. “Ada lihat, setelah ibu add kan, itu saya lihat lihat langsung, gitu,” jawab Nawal.

“Ibu, ada kaitannya dengan Benteng Putri Hijau? tanya JPU. “Enggak ngerti saya Benteng Putri Hijau itu, kalau ada kaitannya dengan saya, dan saya merusak, saya juga Bingung,” kata Saksi.

“Udah ibu lihat, bahwa poster itu memang ada gambar Ibu, disitu ya,” tanya JPU. “Ada gambar saya, kalau gak salah, bajunya warna kuning dek kayak gitu atau warna apa saya lupa, saya lihat itu, posternya gedek sekali, gitu,” kata Saksi.

“Kegiatannya di depan Mapoldasu ya ibu?” tanya JPU. “Iya,” kata Saksi.

JPU memperlihatkan gambar aksi di depan Mapolda Sumut, namun Nawal Lubis tidak bisa lihat karena melalui Virtual. “Ibu ada diperlihatkan ya sama penyidik, gambarnya ya dan juga ibu lihat di Youtube ya,” tanya JPU. “Iya,” jawab Nawal.

“Karena postingan ibu, apa perasaan Ibu?” tanya JPU. “Saya gak, setelah itu, orang tua saya kan menanyakan juga, kamu ada apa, saudara-saudara, anak-anak, kok kamu disuruh dilaporkan ke Mapolda, diperiksa, gitu. Saya kaget lah, dan kan gak pernah melakukan itu, apalagi pengrusakkan,” kata saksi pelapor.

“Jadi, ibu merasa dituduh, melakukan pengrusakan terhadap Benteng Putri Hijau,” kata JPU.

“Terus saya dibilang, harus diperiksa, terus dibuat orang sakti gitu, dia harus diperiksa  ini, orang sakti, gitu kata-katanya,” kata Nawal.

“Ibu keberatan,” tanya JPU. “Iya keberatan,” kata Nawal.

“Lalu ibu membuat pengaduan ke Polda ya,” lanjut JPU. “Iya,” kata Nawal.

Kemudian, Hakim Ketua melanjutkan lagi. “Baik, itu tadi pertanyaan-pertanyaan dari penuntut umum ya ibu,” kata Hakim. “Iya,” kata Nawal.

Hakim memberikan kesempatan kepada Partahi Rajagukguk selaku Penasihat Hukum Terdakwa untuk mengajukan pertanyaan pada saksi.

“Saudara saksi, dengar suara saya,” tanya Partahi. “Dengar,” kata saksi.

“Terima kasih ibu, kapan dan dimana konten itu ibu lihat,” tanya Partahi. “Pertama melihat setelah diberi tahu dengan Ibu Imelda, habis itu, terus saya, benar gak, langsung saya lihat di pengikut (grup-red) demokrasi di WA, sering sekali, bukan sekali dua kali dia, sebar itu, mungkin ada 10 kali sebar, kemudian sebulan kemudian, keluar lagi itu foto, saya pertamanya diam-diam aja, gak terlalu ini, tapi setelah orangtua saya, anak saya, terus itu kenapa mama. Makanya saya, ini orang ngapain gitu, makanya saya ajukan (melaporkan-red),” kata saksi.

“Konten yang ibu lihat itu berupa apa ibu yang mana ibu?” tanya Partahi. “Ya, berupa poster-poster itu lah, di grup demokrasi,” kata Nawal.

“Di Youtube ya ibu?” tanya Partahi. “Iya di Youtube,” kata saksi.

“Ibu langsung melihat YouTube itu, dengan berapa durasi itu Ibu? tanya Partahi. “Langsung melihatnya, di seluruh konten di copy di WA itu, saya kan gak ngerti dan saya juga,” kata saksi.

“Maksud saya, ibu melihat langsung ya, ketika diberi tahu Imelda, melihat langsung ya? tanya Partahi. “Gak-gak langsung saya,” kata saksi.

“Langsung ya ibu,” tanya Partahi saat mempertegas. “Tidak langsung saya,” kata saksi.

“Waktu di YouTube itu, ada gak muda news ibu, logo muda news?” tanya Partahi. “Saya itu, tidak memperhatikan ada logo muda news – muda news, pokoknya saya lihat itu di Youtube itu, ada saya, ada poster-poster saya,” kata saksi pelapor Nawal Lubis.

“Oh gitu Ibu ya,” sambung Partahi. “Tanyakan saja sama yang ngopy-ngopy (copy-red) itu, Ismail Marzuki itu,” kata saksi.

“Apa yang tertulis di dalam ibu, di konten itu ibu? tanya Partahi. “Di konten itu dia bilang ‘Tangkap, Periksa Bunda NL, gitu, itu orang sakti tidak bisa diperiksa, sakti, orang sakti,” kata saksi.

Hakim ketua mempersilahkan Penasihat Hukum terdakwa mengajukan pertanyaan yang lain. “Iya, tadi sudah ditanya kan Jaksa juga itu, pertanyaan lain bang,” kata Hakim.

“Nama lengkap ibu, siapa ibu,” tanya Partahi. “Nawal Lubis,” jawab saksi dipertegas.

“Owh, Nawal Lubis ya Ibu, berarti berbeda sama konten yang di dalam itu ibu ya,” lanjut Partahi.

“Jangan Bapak yang berpendapat berbeda pak,” sambung Hakim Ketua. “Begitu saya melihat NL,” kata saksi. “Sebentar ibu, sebentar ibu, yang tertulis tadi, sudah disebut Bunda NL, nama dia Nawal Lubis, tapi jangan menilai sekarang itu berbeda, kan begitu pak, silahkan nanti dalam tuntutan, nota pembelaan,” kata Hakim Ketua Imanuel Tarigan.

“Menurut, ibu waktu itu, berupakan apa itu ibu, berita atau tidak ibu,” tanya Partahi. “Kalau gak berita, orang sudah disebarkan kemana-mana, kalau gak berita, itu bukan berita lagi,” kata saksi.

“Gak ada kata-kata di dalam konten itu ibu, orang menerangkan gimana ibu? tanya Partahi. “Ini kan peristiwanya, saya juga kan sudah lupa-lupa, kan saya lihat di Youtobe itu, gambarnya masih saya ingat itu, disitu ada foto saya di tengah-tengah, Bunda Nawal Lubis, ini orang sakti terus menghancurkan, merusak Benteng Putri Hijau, itu saja yang saya ingat,” jawab saksi korban Nawal Lubis.

“Owh, berarti tidak ada kata-kata itu ya,” lanjut Partahi.

“Jangan berarti ya pak, sebentar-sebentar ibu Nawal Lubis, saya harus tengahi, kata-kata Penasihat Hukum maupun dari Penuntut Umum, tidak boleh ada kata berarti. Berarti itu termasuk kata pembuka untuk menyimpulkan, sedangkan tugas kita saat ini bukan untuk menyimpulkan pak, ya pak ya, pertanyaan lain coba pak,” kata Hakim Ketua Imanuel Tarigan.

“Jadi, waktu keluar berita itu Ibu, Ibu tidak membuat laporan keberatan atas berita itu,” kata Partahi.

“Tadi kan sudah diterangkan pak, awalnya Ibu ini, awalnya dia diam saja. Tapi karena pemberitaan itu berulang dan keluarganya mengingatkan itu makanya kemudian membuat laporan, kan sudah begitu tadi jawabannya,” sambung Hakim. “Iya,” kata Nawal Lubis.

“Coba pertanyaan yang lain lah, yang lebih dari itu, yang belum ditanyakan oleh pihak Penuntut Umum, silahkan,” kata Hakim.

“Kan ibu lihat di situ pemberitaannya Ibu, Ibu merasa keberatan tadi?” tegas Partahi.

“Iya, tadi kan sudah dibilang, saya keberatan,” jawab saksi.

“Itu keberatan, itu tidak membuatkan laporan keberatan ke Dewan Pers, atas Pemberitaan itu ibu? tanya Partahi. “Kan tadi saya sudah ceritakan, saya itukan pertamanya, tadikan sudah saya bilang, bahwa saya pertamanya tidak apa-apa, kalau lama-lama gak berhenti-henti, terus dibuat di WA-WA (Whatsapp-red),” kata saksi.

“Cukup ya,” kata Hakim.

Sidang Jurnalis Medan
Hakim yang diketuai Imanuel Tarigan, JPU, Terdakwa Ismail Marzuki didampingi Penasihat Hukum Partahi Rajagukguk SH di ruang Cakra 8 Pengadilan Negeri Medan pada Selasa (23/8/2022). (Foto: mudanews.com/Arda)

Majelis Hakim mempersilahkan Terdakwa mengajukan pertanyaan kepada saksi Pelapor, Nawal Lubis. “Pak Ismail Marzuki sendiri, ada mau mengajukan pertanyaan, biar melalui Majelis Hakim kita pertanyakan kepada saksi,” kata Hakim.

“Izin Majelis, apakah Ibu itu pernah tau tentang Peraturan Bupati Deli Serdang yang tahun 2014, tentang peletakan Cagar Budayanya (Benteng Putri Hijau), kemudian kami ada data Majelis, 2018 ada IMB atas nama Ibu Nawal, karena sebalum ini membatalkan?” tanya Terdakwa. “Sebentar pak, satu-satu pak,” kata Hakim.

Terdakwa menunjukkan surat balasan dari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Pemkab Deli Serdang yang ditujukan kepada Pimpinan Umum PT Mudanewscom Bersama Kita bahwa bangunan Taman Edukasi Buah Cakra yang beralamatkan Desa Deli Tua, Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gedung atasnama Nawal Lubis dengan Nomor : 503 570648/0444/DPMPPTSP-DS/X/2018 tanggal 19 Oktober 2018.

Kemudian terdakwa menunjukkan Surat balasan saat dikonfirmasi Terdakwa dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bahwa Balai Wilayah Sungai Sumatera II sebagai unit pengelolaan teknis Wilayah Sungai Belawan – Ular – Padang sudah menerbitkan rekomendasi teknis untuk kegiatan kolam ikan di Desa Delitua Timur, Kecamatan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang.

Selanjutnya terdakwa menunjukkan Putusan PTUN Medan tentang Cagar Budaya Benteng Putri Hijau. Hal itu sesuai yang ditemukan Terdakwa.

“Ibu Nawal Lubis, ini terdakwa melalui Majelis Hakim ingin bertanya, ibu pernah baca tidak keputusan Bupati Deli Serdang yang menetapkan Benteng Putri Hijau itu yang berlokasi di Deli Tua, sebagai Cagar Budaya, tau tidak ibu, ada ketentuan seperti itu? tanya Hakim Ketua.

“Saya pernah dikirim sama Ismail Marzuki ke WA saya kemarin itu, saya pikir itu bukan urusan saya lah,” kata saksi.

“Oke ya, pernah dikirim, baru kemudian, ada IMB atasnama Ibu, Bangunan Taman Edukasi Buah Cakra, yang beralamat di Deli Tua, Namorambe, kemudian itu ada IMB atas nama Ibu? tanya Hakim.

“Saya, lihat dulu ya, karena kan suami saya, suruh tanda tangan saya atau gimana gitu,” kata Saksi Pelapor.

“Berati tidak tau pasti ya ibu? tanya Hakim. “Enggak tau pasti saya,” kata saksi.

“Taman Edukasi Buah Cakra itu, IMB nya atas nama Ibu Nawal, apa alasan ada nama Heriza,” tanya Ismail. “Enggak ngerti saya pak, ada kaitan tidak dengan Ibu ini,” kata Hakim.

“Kawasan Taman Edukasi Buah Cakra, IMB nya atasnama Ibu Nawal,” kata Terdakwa.

“Dia (saksi-red) tidak tau tadi, tidak tau pasti, jadi tidak bisa kita pertajam pak, dan kita tidak bisa memaksa saksi ya, cukup pertanyaannya? kata Hakim. “Yang penting kami dengan Ibu Nawal pernah konfirmasi,” tegas Terdakwa.

“Pernah katanya Pak Ismail Marzuki mengirim kan WA tentang adanya keputusan Bupati tentang Cagar Budaya itu, itu yang penting, apakah ada IMB atasnama Beliau (saksi), di sekitar itu, beliau sendiri tidak tau pasti, gitu ya, cukup,” kata Hakim Ketua. “Cukup,” sambung Terdakwa.

“Ibu masih ingat Pak Ismail Marzuki mengirimkan SK Bupati tadi ibu tentang Cagar Budaya itu? tanya Hakim. “Gak salah empat hari yang lalu atau beberapa hari yang lalu,” kata saksi.

“Owh, empat yang lalu,” kata Hakim. “Sebelumnya itu sudah kita kirim,” kata Terdakwa.

“Dari apa yang sudah kami tanya-tanya dan sudah ibu jawab, masih ada lagi yang ingin Ibu Nawal Lubis sampaikan, terkaitan dengan masalah ini, atau cukup seperti itu,” kata Hakim Ketua.

“Yang saya pikirkan begini, itu kan menyangkut nama baik, apalagi ada keluarga, saya kan punya keluarga, punya orang tua, itu kan meresahkan, dia kan tidak tahu, apakah dia seenaknya itu, memposting-posting dan membuat Youtube tentang saya, gitu dan saya pikir itu diproses melalui jalur hukum lah, begitu,” kata Nawal.

“Ya cukup ibu?” kata Hakim. “Cukup,” kata saksi. ”

“Pak Ismail Marzuki ya, terlepas dari keberatan kalian dengan Penasihat Hukum, tentang Pemeriksaan Ibu Nawal Lubis ini melalui media online (virtual-red), secara daring seperti ini untuk dibacakan. Namun dari keterangan-keterangan Ibu Nawal Lubis ini, ada apa gak pak Ismail Marzuki yang merasa keberatan atau keterangan itu dianggap tidak ada yang Pak Ismail Marzuki keberatan,” tanya Hakim pada Terdakwa.

“Keberatan, cuma satu Majelis, sebelum pemberitaan ini, kita sudah sering konfirmasi juga ke Biro Humas (Pemrov Sumut-red), Pak Gubernur Edy Rahmayadi dan Ibu Nawal juga,” jelas Terdakwa.

“Ya, gitu ya,” sambung Hakim. “Jadi, sebelum ini pun kita sudah sering konfirmasi,” kata Terdakwa.

“Baik, sebentar, kalau terhadap Biro Humas maupun Pak Edy Rahmayadi tidak bisa kita tanyakan kepada Ibu Nawal Lubis, kan begitu ya. Tapi kepada Ibu Nawal Lubis sendiri, pernah Pak Ismail Marzuki tanyakan,” kata Hakim. “Tanya pak,” jawab Terdakwa.

“Sekarang kita tanya dulu sama Ibu Nawal Lubis ya, Ibu Nawal Lubis, sebelum ada Poster-Poster di depan Mapoldasu tadi, apakah memang sebelumnya Pak Ismail Marzuki ini atau dari mudanewscom, ada konfirmasi kepada Ibu tentang Cagar Budaya Benteng Putri Hijau,” tanya Hakim. “Tidak,” jawab Nawal. “Tidak ada ya, baik,” kata Hakim.

“Itu jawaban beliau, bagaimana saudara menanggapinya terserah, nanti kita berikan hak masing-masing ya, baik terima kasih Ibu Nawal Lubis karena telah memberikan keterangan di Persidangan, ibu sudah boleh live (keluar-red) dari pertemuan ini, silahkan,” kata Hakim Ketua.

“Oke, selamat sore,” kata saksi. “Selamat sore ibu,” sambung Hakim Ketua.

“Habis, saksi kalian, habis ahli?” tanya Hakim kepada JPU. “Ahli satu lagi Majelis, tapi sudah meninggal dunia, namun sudah memberikan keterangan di bawah sumpah,” kata JPU.

“Ya, itu harus kita bacakan,” kata Hakim Ketua.

“Keberatan Majelis,” tegas Penasihat Hukum Terdakwa. “Keberatan dicatat pak,” kata Hakim. “Keberatannya Majelis, ini sebelum penyelidikan Majelis,” tegas Partahi,

“Ya, ada BAP kan?” tanya Hakim. “Ada Majelis,” kata JPU.

“Sebelum P21 Majelis, meninggalnya Majelis,” tegas Partahi. “Tapi dia sudah memberikan keterangan dalam BAP, hak penuntut umum untuk membacakannya pak dan Hak anda untuk keberatan, kita catat dalam berita acara pak, ya. Kalau misalnya dari Ahli-Ahli itu ini ada yang tidak, pihak Bapak merasa berkeberatan, artinya perlu pendapat ahli yang menjadi imbangan, silahkan hadirkan ahlinya pak, kita beri kesempatan, tapi dari Penuntut Umum kita tuntas dulu ahli yang sudah ada dalam BAP, dibacakan intinya saya Ibu,” kata Hakim Ketua.

“Terima kasih Majelis, kami bacakan keterangan dari Profesor Dr. Drs Ridwan Hanafiah, ahli mengetahui video unggahan Youtube itu, setelah diperlihatkan oleh oleh penyidik yang mana ada kata-kata, wajah dari Istri Gubernur Sumatera Utara, ibu saksi Nawal Lubis dan kalimat-kalimat dalam poster itu “Jangankan Bunda NL, Istri dari orang sakti, selamatkan Benteng Putri Hijau dari Bunda NL dan Pak Kapoldasu segera periksa Bunda NL terkait pengrusakan Benteng Putri Hijau”. Menurut Pendapat Ahli, kalimat-kalimat yang tertulis dalam itu, dapat menyinggung atau mempermalukan seseorang, karena memberikan tuduhan yang tidak benar atau tidak sesuai denga Fakta,” lanjut JPU.

“Maksud dari kalimat tersebut, “Jangankan karena Bunda NL istri orang sakti, Bunda NL adalah Nawal Lubis, maka mengasosiasikan bahwa Edy Rahmyadi adalah orang sakti, kata sakti jika merujuk pada kamus besar bahasa Indonesia yaitu dapat mampu kuasa berbuat sesuatu yang melapaui kodrat alam dengan pandangan masyarakat, jika seseorang diberi gelar orang sakti, dapat melakukan hal seperti hal terbang di udara, berjalan di atas air, tanpa bantuan dan saudara Nawal Lubis, Istri Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi,” sambung JPU.

Oleh karena itu, mengasosiasikan, Edy Rahmayadi sebagai orang sakti tentunya tidak tepat, karena kekuasaan yang beliau miliki daitur oleh Undang-Undang, beliau memiliki keterbatasan atau dengan kata lain bahwa sebagai Gubernur juga tidak dapat berlaku sewenang-wenang,” tambah JPU.

“Kesimpulan saya adalah, kalimat tersebut dapat mempermalukan seseorang, karena memberikan gelar yang salah. Dan kemudian, jika merujuk tentang Pengrusakan Benteng Putri Hijau, maka kalimat “Selamatkan Benteng Putri Hijau dari Bunda NL, dapat berpotensi menyinggung dan mempermalukan seseorang, karena Saudara Nawal Lubis bukan penyebabnya dari rusaknya Benteng Putri Hijau, berdasarkan kata yang diberikan di atas. Demikian keterangan dari saksi Ahli Bahasa, Profesor Dr. Ridwan Hanafiah,” kata JPU.

“Keterangan saksi itu, tidak kami pertanyakan dengan terkdakwa, apakah sependapat atau tidak, itu keahlian. Baik, selesai pembuktian dari kalian,” tanya Hakim. “Selesai,” kata JPU.

“Kepada Penasihat Hukum maupun terdakwa, ada rencana mau mengajukan saksi meringankan atau ahli yang meringankan,” tanya Hakim. “Ada, nanti,” kata Terdakwa.

Hakim ketua menutup sidang dan dilanjutkan pekan depan, Selasa (30/8/2022) dengan menghadirkan saksi meringan untuk terdakwa.

(Arda)

- Advertisement -

Berita Terkini