Kriminalisasi Pers, Opung Ditangkap Belanda dan Cucu Hukuman Percobaan Atas Laporan Istri Gubsu Edy Rahmayadi

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, MEDAN – Abdul Hamid Lubis merupakan abang dari Nenek Ismail Marzuki yakni Mariani Lubis, tetap dipanggil opung. Dia lahirkan 5 Februari 1910, di Pangkalan Brandan Sumatera Utara, Putra dari almarhum Bariun Lubis, Kepala Stasiun Kereta Api Pangkalan Brandan pada saat itu, dia menjalani pendidikan H.I.S dan M.U.L.O dan kemudian menceburkan diri ke dalam *dunia kewartawanan dan selanjutnya ke dunia politik*. Adiknya yang paling kecil juga berkecimpung di dunia kewartawanan Syamsuddin Lubis, pemilik Selecta Group di Jakarta.

Tahun 1963 diangkat sebagai Perintis Kemerdekaan bersama 25 tokoh yang terdaftar di Tugu Perintis Kotanopan.

Abdul Hamid Lubis masuk menjadi anggota PNI Cabang Medan, aktif memprogandakan partai bentukan Soekarno itu dengan lantang dan terkenal sebagai seorang orator dengan semangat yang menyala-nyala dan suara yang menggeledek, yang tidak gentar menelanjangi kekejaman imperialisme dan kapitalisme serta mengembleng semangat kemerdekaan, hingga dia mendapat julukan si “Banteng Kecil”.

Di Sumatera Timur terjadi pemogokan buruh kereta api dan buruh perkebunan melakukan pembunuhan atas majikannya orang Belanda, sementara tokoh-tokoh pergerakan nasional melancarkan gerakan di bawah tanah.

Pembesar-pembesar Belanda di Sumatera Utara sangat khawatir terhadap gerakan politik yang dilancarkan oleh PNI, yang ternyata mendapat sambutan besar di dalam masyarakat, berkat agitasi yang dilakukan oleh si “Banteng Kecil”.

5 Nopember 1927, Surat Kabar mingguan bergambar Pertja Timoer memuat seri tulisan tentang “Riwayat Tanah Indonesia”. Penulis menggunakan nama samaran A.L Habis yang ternyata adalah Abdul Hamid Lubis. Salah satu kalimat yang membuat Abdul Hamid Lubis terjerat delik pers adalah karena ia mencela tindakan East India Company “ yang telah menaklukkan Indonesia dengan meriam untuk mendapatkan lada yang mahal”. (De nieuwe Vorstenlanden,9/8/1928). Tulisan “ Riwajat Tanah di Indonesia” menurut Abdul Hamid Lubis diambil dan diterjemahkan dari berbagai buku bahasa asing dan dalam setiap tulisannya ia memberi komentar-komentar kritis. (Sumber cakrawala analisa, Minggu 31 Juli 2022)

Tanggal 7 Februari 1933 beliau menjabat presiden Surat Kabar “De Sumatera Post” yang terbit di Medan.

Abdul Hamid Lubis ditangkap oleh penjajah Belanda dan ditahan tahun 1928, di hukum 10 bulan Penjara “Suka Mulia” Medan. Selama dalam tahanan itu dia dibujuk untuk meninggal gelanggang pergerakan, tapi dia menolak. Tahun 1929 di hukum 6 bulan di Kualasimpang (Aceh), 1931 dihukum 1 bulan penjara di Medan, 1933 di hukum penjara 10 bulan, 1934 di hukum beberapa bulan lagi di Medan.

Akhirnya Gubernur Jenderal Belanda di Betawi menganggap Abdul Hamid Lubis sebagai orang yang membahayakan bagi keselamatan penjajah Belanda dan *mengeluarkan keputusan pengasingannya ke Boven Digoel pada Tanggal 19 Desember 1934 (Sekarang termasuk Kabupaten Merauke, Irian Jaya). ( Sumber : Pers Indonesia )

Beliau dibuang ke Boven Digul bersama Buyung Siregar, Muhiddin Nasution, Abu Kosim, H. Mukhtar Luthfi, H. Jalaluddin Thaib, H. Ilyas Yakub, dan banyak tokoh pergerakan lain dari Mandailing Natal.

Itu bersamaan dengan pembuangan Drs. M. Hatta dan Sutan Syahrir ke tempat yang sama.

Ketika ia ditangkap, jabatan itu diserahkan kepada Adam Malik yang saat itu juga masih sangat muda.

Tapi jauh sebelumnya, dalam usia 17 tahun, Hamid Lubis sudah menjadi penulis penting surat kabar “Pewarta Deli”.

Beliau kenal baik dengan beberapa tokoh perjuangan seperti Drs M Hatta, Chaerul Saleh, A.K. Gani, Sutan Syahrir dan Juga Adam Malik. Bahkan Adam Malik hingga sekarang tetap mengakui Abdul Hamid Lubis sebagai gurunya dalam pergerakan politik.

Kemudian sang cucu Ismail Marzuki yang lahir 12 Juni 1978 di Bingai, Kecamatan Wampu – Langkat sebuah desa Tua peradapan Kesultanan Langkat. Bapaknya bernama M. Thahir merupakan Kader PNI, Guru dan PDI Perjuangan di Langkat. Sekitar tahun 1970 pernah di pindah tugaskan ke Pulau Kampai karena PNI diplesetkan PKI dan tidak mau bergabung di Golkar serta ibunya bernama Rahmah seorang Guru. Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan yang diketuai Imanuel Tarigan menjatuhkan putusan Vonis terhadap terdakwa Ismail Marzuki pemilik media online mudanews.com terkait kasus dugaan pencemaran nama baik Nawal Lubis, Istri Gubernur Sumut Edy Rahmayadi.

Diketahui Ismail Marzuki, salah seorang Jurnalis Medan melakukan pemberitaan dan aksi penyelamatan Cagar Budaya Benteng Putri Hijau di Deli Tua, Namo Rambe, Deli Serdang.

Hakim Ketua Imanuel Tarigan membacakan putusan terhadap Ismail Marzuki dengan
Putusan Perkara No. 776/PN.Mdn an. Terdakwa Ismail Marzuki :

1. Menyatakan terdakwa ISMAIL MARZUKI telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi elektronik dan/atau Dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”, sebagaimana Dakwaan Pertama Penuntut Umum.

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan.

3. Menetapkan lamanya pidana tersebut tidak perlu dijalankan, kecuali jika di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain, disebabkan Terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama 8 (delapan) bulan.

4. Menjatuhkan pula pidana denda sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) apabila tidak dibayar diganti pidana kurungan pengganti denda selama 1 (satu) bulan ;
Menetapkan barang bukti berupa :

1 (satu) lembar print out screenshootpostingan akun facebook Ismail Marzuki.
1 (satu) lembar print out screenshot postingan akun Youtube Ismail Marzuki.
1 (satu) buah flasdisk Kingston 2 Gb warna Hijau yang berisi 2 screenshot postingan akun youtube Ismail Marzuki dan akun facebook Ismail Marzuki dan video aksi unjuk rasa di depan Mapolda Sumut yang berdurasi 2 Menit 57 detik.
1 (satu) unit handphone VIVO 1907, warnabiru, imei 1: 868725046736818, imei 2 : 868725046736800 dengan simcard 081370708753.
Dirampas untuk dimusnahkan

5. 1 (satu) akun Youtube MUDANEWS.COM dengan email sosmedmudanewscom @gmail.com;
Dikembalikan kepada terdakwa ISMAIL MARZUKI

6. Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000.- (lima ribu rupiah) ;

“Proses yang tidak sesuai dengan SKB 3 Menteri dan Pedoman Jaksa Agung terkait Pra Penuntutan UU ITE, tetap juga dihukum,” ujar Ismail Marzuki, Wakil Bendahara KAHMI Sumut dan Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Langkat.

Kriminalisasi Pers
Ismail Marzuki bersama Taufik Umar Dhani Harahap – LBH KAHMI Sumut.

Dalam sidang itu, Majelis Hakim hanya memasukkan Keterangan Ahli Bahasa dari Terdakwa Ismail Marzuki, sedangkan ahli pidana, ahli cagar budaya, Ahli UU ITE tidak menjadi bahan pertimbangan dalam membuat putusan terhadap terdakwa Jurnalis Medan Ismail Marzuki di Pengadilan Negeri Medan.

Dan *tragisnya di dalam Replik Jaksa Penuntut Umum (JPU), pada paragraf 3 terdapat kalimat “Narkotika”, kalimat lengkap : Ucapan terima kasih yang tak terhingga selayaknya dan sudah sepantasnya diberikan kepada Tim Penasehat Hukum terdakwa ataupun kepada terdakwa yang dalam pembelaannya berupaya menolak Tuntutan Pidana dengan menguraikan fakta dan argumentasi yuridis yang berakhir pada kesimpulan terhadap diri terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana Narkotika sebagaimana yang telah didakwakan Jaksa Penuntut Umum.

Ismail menilai menunjukkan kecerobohan Jaksa Penuntut Umum dalam proses persidangan kami dimulai dengan Kasus ini *tidak harus ke Pengadilan karena sudah menyalami UU, dimana Delik hukum pencemaran nama baik di media social yang diatur dalam pasal 310 ayat (2) KUHP pasal 27 ayat (3) UU ITE jo Pasal 45 UU 19/2016 dan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang pedoman kriteria implementasi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), bahwa Sebagai Delik Aduan Absolut Harus korban sendiri yang mengadukan kepada Aparat Penegak Hukum.

Mengutip peribahasa “Like father and like son,” artinya “Buah Jatuh tak jauh dari pohonnya,” dan tulisan Presiden Pertama Indonesia Ir Soekarno yang menyebutkan “Tulislah tentang aku dengan tinta hitam atau tinta putihmu. Biarlah sejarah membaca dan menjawabnya”. (Red)

- Advertisement -

Berita Terkini