Apresiasi RKUHP menjadi UU, BEM FH UISU: Menyusun yang Baru Menggantikan Peninggalan Belanda

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara (BEM FH UISU) periode 2021-2022 M. Fakhrurrozi Nst mengapresiasi rencana pengesahan KUHP yang baru untuk menggantikan KUHP produk kolonialisme Belanda.

“Secara pribadi dan sebagai mahasiswa fakultas hukum yang saat ini sedang menjabat Ketua BEM atau sebagai Gubernur Fakultas Hukum UISU sangat mengapresiasi dengan RKUHP yang akan disahkan nanti menjadi Undang-Undang. Ini pekerjaan yang sangat luar biasa dan membutuhkan kerja keras dari ahli-ahli hukum pidana kita Indonesia yang telah menyusun KUHP yang baru menggantikan peninggalan Belanda,” ucapnya secara tertulis kepada media, Rabu (29/06/2022).

Gubernur Mahasiswa FH UISU atau yang akrab disapa Rozi menilai, setelah membaca draft RKUHP yang akan diusulkan menjadi UU nantinya lebih sesuai dengan perkembangan zaman saat ini, terkhusus di Indonesia dalam konteks fenomena sosial, teknologi informasi dan fenomena tindak pidana di Indonesia.

Artinya, jelasnya, RKUHP tersebut asli produk hukum Indonesia, yang mana di sana diatur berbagai hal, seperti yang berhubungan tindak pidana yang menggunakan kecanggihan teknologi dan hal-hal yang tidak lagi berbau kolonial.

Akan tetapi, Rozi tetap menyoroti pasal-pasal dari 600 pasal dalam draf RKUHP yang menimbulkan kontroversial di masyarakat, terkhusus bagi mahasiswa serta beberapa pasal yang berpotensi membungkam demokrasi dan semangat reformasi di Indonesia.

“Kita menyambut RKUHP yang akan disahkan nanti oleh legislatif di pusat bukan dengan begitu saja. Maksud saya, tidak menerima apa adanya dan menyepakati semuanya. Pasal-pasal yang bertentangan dengan konstitusi dan hak-hak masyarakat harus diperhatikan dan dihapus agar tidak menuai pro-kontra yang panjang dan berlebihan. Saya pribadi menyoroti mengenai indikasi pelarangan mengkritik pemerintah dan juga pejabat-pejabat di lembaga negara. Sebagai mana disebutkan dalam Pasal 218 , Pasal 353-354. Saya juga menyayangkan ada indikasi pembungkaman suara-suara aspirasi masyarakat, terkhususnya kami mahasiswa yang melakukan unjuk rasa, sebagaimana disebutkan dalam pasal 273,” tegasnya.

Mahasiswa yang mengambil konsentrasi atau jurusan hukum pidana itu menilai Pasal 273 tersebut bertentangan dengan Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945 dan juga UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

“Sekali lagi kita apresiasi pembentukan produk hukum asli negara kita ini, akan tetapi tetap masih ada catatan yang harus perlu diperhatikan dan diperbaiki oleh DPR RI sebelum mengesahkannya menjadi UU, yaitu pasal-pasal yang bertentangan dengan konstitusi dan menghambat demokrasi di Indonesia,” tutupnya. (IA)

- Advertisement -

Berita Terkini