Melihat Peranan Hukum di Tengah Pandemi

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – 140 hari atau setara 4 bulan sudah Indonesia menghadapi pandemi Corona Virus Desease 2019 (COVID-19). Meskipun banyak kalangan menilai waktu ini harusnya lebih panjang. Setidaknya perhitungan ini dimulai sejak Presiden Joko Widodo, Senin 21 Maret 2020, mengumumkan langsung di istana kepresidenan. Kasus pertama di Tanah Air menimpa dua orang warga Depok, Jawa Barat. Tak disangka, jumlah itu terus bertambah.

Menurut data yang dirilis Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Republik Indonesia, jumlah kasus terkonfirmasi positif hingga 10 Agustus 2020 adalah 125.396 orang dengan jumlah kematian 5.723 orang. Tingkat kematian akibat COVID-19 adalah sekitar 4,6%.

Jika dilihat dari persentase angka kematian yang di bagi menurut golongan usia, maka lansia memiliki persentase tingkat kematian yang lebih tinggi dibandingkan golongan usia lainnya.

Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, 59,2% penderita yang meninggal akibat COVID-19 adalah laki-laki dan 40,8% sisanya adalah perempuan dan menginfeksi 8,92 juta penduduk bumi. (Data Worldometers, 10 Agustus 2020)

Gejala Virus Corona

Gejala awal infeksi virus Corona atau COVID-19 bisa menyerupai gejala flu, yaitu demam, pilek, batuk kering, sakit tenggorokan dan sakit kepala. Setelah itu, gejala dapat hilang dan sembuh atau malah memberat. Penderita dengan gejala yang berat bisa mengalami demam tinggi, batuk berdahak bahkan berdarah, sesak napas, dan nyeri dada. Gejala-gejala tersebut muncul ketika tubuh bereaksi melawan virus Corona.

Gejala-gejala COVID-19 ini umumnya muncul dalam waktu 2 hari sampai 2 minggu setelah penderita terpapar virus Corona. Guna memastikan apakah gejala-gejala tersebut merupakan gejala dari virus Corona, diperlukan rapid test atau PCR. Untuk menemukan tempat melakukan rapid test atau PCR di sekitar rumah Anda, klik di sini.

Kapan harus ke dokter

Segera lakukan isolasi mandiri bila Anda mengalami gejala infeksi virus Corona seperti yang telah disebutkan di atas, terutama jika dalam 2 minggu terakhir Anda berada di daerah yang memiliki kasus COVID-19 atau kontak dengan penderita COVID-19. Setelah itu, hubungi hotline COVID-19 di 119 Ext. 9 untuk mendapatkan pengarahan lebih lanjut. Bila Anda mungkin terpapar virus Corona tapi tidak mengalami gejala apa pun, Anda tidak perlu memeriksakan diri ke rumah sakit, cukup tinggal di rumah selama 14 hari dan membatasi kontak dengan orang lain. Bila muncul gejala, baru lakukan isolasi mandiri dan tanyakan kepada dokter melalui telepon atau aplikasi mengenai tindakan apa yang perlu Anda lakukan dan obat apa yang perlu Anda konsumsi.

Penyebab Virus Corona

Infeksi virus Corona atau COVID-19 disebabkan oleh coronavirus, yaitu kelompok virus yang menginfeksi sistem pernafasan. Pada sebagian besar kasus, virus Corona hanya menyebabkan infeksi pernafasan ringan sampai sedang, seperti flu. Akan tetapi, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti pneumonia, Middle-East Respiratory Syndrome dan Severe Acute Respiratory Syndrome.

Ada dugaan bahwa virus Corona awalnya ditularkan dari hewan ke manusia. Namun, kemudian diketahui bahwa virus Corona juga menular dari manusia ke manusia. Virus Corona dapat menginfeksi siapa saja, tetapi efeknya akan lebih berbahaya atau bahkan fatal bila terjadi pada orang lanjut usia, ibu hamil, orang yang memiliki penyakit tertentu, perokok, atau orang yang daya tahan tubuhnya lemah, misalnya pada penderita kanker. Karena mudah menular, virus Corona juga berisiko tinggi menginfeksi para tenaga medis yang merawat pasien COVID-19. Oleh karena itu, para tenaga medis dan orang-orang yang memiliki kontak dengan pasien COVID-19 perlu menggunakan alat pelindung diri .

Diagnosis Virus Corona

Untuk menentukan apakah pasien terinfeksi virus Corona, dokter akan menanyakan gejala yang dialami pasien dan apakah pasien baru saja bepergian atau tinggal di daerah yang memiliki kasus infeksi virus Corona sebelum gejala muncul. Dokter juga akan menanyakan apakah pasien ada kontak dengan orang yang menderita atau diduga menderita COVID-19.

Hasil rapid test COVID-19 positif kemungkinan besar menunjukkan bahwa Anda memang sudah terinfeksi virus Corona, namun bisa juga berarti Anda terinfeksi kuman atau virus yang lain. Sebaliknya, hasil rapid test COVID-19 negatif belum tentu menandakan bahwa Anda mutlak terbebas dari virus Corona.

Pengobatan Virus Corona

Belum ada obat yang benar-benar efektif untuk mengatasi infeksi virus Corona atau COVID-19. Pilihan pengobatan akan disesuaikan dengan kondisi pasien dan tingkat keparahannya. Beberapa pasien dengan gejala ringan atau tanpa gejala akan di sarankan untuk melakukan protokol isolasi mandiri di rumah sambil tetap melakukan langkah pencegahan penyebaran infeksi virus Corona. Sampai saat ini, belum ada vaksin untuk mencegah infeksi virus Corona atau COVID-19.

Terapkan physical distancing, yaitu menjaga jarak minimal 1 meter dari orang lain, dan jangan dulu ke luar rumah kecuali ada keperluan mendesak. Gunakan masker saat beraktivitas di tempat umum atau keramaian, termasuk saat pergi berbelanja bahan makanan dan mengikuti ibadah di hari raya, misalnya Idul Adha. Rutin mencuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer yang mengandung alkohol minimal 60%, terutama setelah beraktivitas di luar rumah atau di tempat umum. Jangan menyentuh mata, mulut, dan hidung sebelum mencuci tangan.

Tingkatkan daya tahan tubuh dengan pola hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan bergizi, berolahraga secara rutin, beristirahat yang cukup, dan mencegah stres. Hindari kontak dengan penderita COVID-19, orang yang dicurigai positif terinfeksi virus Corona, atau orang yang sedang sakit demam, batuk, atau pilek. Tutup mulut dan hidung dengan tisu saat batuk atau bersin, kemudian buang tisu ke tempat sampah. Jaga kebersihan benda yang sering disentuh dan kebersihan lingkungan, termasuk kebersihan rumah.

Lakukan isolasi mandiri dengan cara tinggal terpisah dari orang lain untuk sementara waktu. Bila tidak memungkinkan, gunakan kamar tidur dan kamar mandi yang berbeda dengan yang digunakan orang lain. Jangan keluar rumah, kecuali untuk mendapatkan pengobatan.

Bila ingin ke rumah sakit saat gejala bertambah berat, sebaiknya hubungi dulu pihak rumah sakit untuk menjemput. Larang orang lain untuk mengunjungi atau menjenguk Anda sampai Anda benar-benar sembuh. Sebisa mungkin jangan melakukan pertemuan dengan orang yang sedang sedang sakit. Hindari berbagi penggunaan alat makan dan minum, alat mandi, serta perlengkapan tidur dengan orang lain. Pakai masker dan sarung tangan bila sedang berada di tempat umum atau sedang bersama orang lain. Gunakan tisu untuk menutup mulut dan hidung bila batuk atau bersin, lalu segera buang tisu ke tempat sampah.

Kondisi-kondisi yang memerlukan penanganan langsung oleh dokter di rumah sakit, seperti melahirkan, operasi, cuci darah, atau vaksinasi anak, perlu ditangani secara berbeda dengan beberapa penyesuaian selama pandemi COVID-19. Tujuannya adalah untuk mencegah penularan virus Corona selama Anda berada di rumah sakit. Konsultasikan dengan dokter mengenai tindakan terbaik yang perlu dilakukan.

Candaan sebagian “pembantu Presiden” pun terpatahkan. COVID-19 masuk ke Indonesia tanpa perlu melewati birokrasi perizinan yang hendak dipangkas lewat RUU Cipta Kerja.
Situasi cepat berubah. Semua pihak menuntut kesigapan pemerintah. Di tengah situasi yang tidak menentu, pilihan kebijakan yang diambil mengundang polemik. Sampai akhirnya tidak bisa tidak, di tengah kampanye dirumahsaja yang digagas pemerintah, publik secara mandiri berinisiatif mengambil peran.

Hal yang sama terjadi di industri media. Headline pemberitaan setiap harinya tidak lepas dari isu terkait COVID-19. Hukum online pun demikian. Sebagai media hukum terkemuka, hokum online tidak berhenti mengajak publik menaruh perhatian serius terhadap ancaman penyebaran COVID-19.

Di luar itu, imbauan dan ajakan untuk berkolaborasi kepada publik dan insan hukum dipandang penting untuk mencegah semakin masifnya penyebaran COVID-19. “Kita harus bisa berkolaborasi dengan semua pihak,” salah satu pesan yang disampaikan oleh Direktur Pemberitaan dan Konten Hukumonline, Amrie Hakim, dalam One Week Alumni Class yang diselenggarakan Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia, (Senin, 13 April 2020).

Menurut Amrie, hokum online menyadari betul di tengah pandemi ini publik membutuhkan informasi dan layanan hukum yang tepat sehingga tidak semakin menimbulkan kegelisahan di tengah-tengah penyebaran pandemi. Untuk itu, sebagai salah satu cara memenuhi kebutuhan informasi hukum tentang pandemi COVID-19, belum lama ini hukumonline mengeluarkan minisite covid19. (Hukumonline.com)

Minisite ini bertujuan untuk memudahkan akses informasi di sektor hukum yang memiliki keterkaitan dengan COVID-19. Hal ini diakui Amrie sebagai bentuk kepedulian hokum online terhadap masyarakat dan komunitas hukum dengan menyajikan berita dan informasi hukum yang relevan sehingga memudahkan siapapun yang membutuhkan informasi hukum terkait COVID-19.

Melalui minisite ini, masyarakat dan komunitas hukum bisa mengakses berbagai topik yang sering ditanyakan oleh publik mengenai dampak pandemi COVID-19 terhadap kehidupan sehari-hari, mulai dari kesehatan, bisnis, ketenagakerjaan, profesi, pelayanan publik dan sebagainya.

Tidak hanya itu, sebagai bagian dari upaya untuk terus memberikan pengetahuan hukum kepada masyarakat dan komunitas hukum, hukumonline terus menyelenggarakan diskusi dan seminar pelatihan dengan menerapkan metode web seminar dibantu dengan teknologi komunikasi video confrence.

Dengan begitu layanan diskusi dan seminar pelatihan tetap dapat berlangsung dan menyapa publik di tengah-tengah situasi pandemi. Banyak tema yang akan diangkat lewat webinar hokum online, salah satunya seperti yang akan dilaksanakan pada Rabu, mendatang dengan mengangkat tema Tindak Pidana Korporasi: Batasan Tanggung Jawab Pengurus Perusahaan dalam Aksi Korporasi.

Selain itu, hokum online juga akan menyelenggarakan Pendidikan Khusus Profesi Advokat pertama dengan metode online class. Lewat PKPA online class ini, diharapkan para calon Advokat do seluruh Indonesia dapat mengikuti kelas PKPA dari rumah. Dengan begitu, kebutuhan untuk mengikuti PKPA terpenuhi, serta memastikan keselamatan diri dengan tetap berada di rumah juga terpenuhi.

General Manajer Hukum online, Mutiara Putri Artha, mengungkapkan saat ini hokum online merupakan anggota dari ASEAN Legal Tech. Putri menyebutkan, pasar Legal Teknologi di Indonesia berdasarkan analisis ASEAN Legal Tech antara lain meliputi online legal service, legal compliance, legal document automation, legal marketplace, legal research, legal practice management, dan sebagainya.

Hukum online saat ini telah memiliki seluruh layanan sebagaimana yang telah diidentifikasi oleh ASEAN Legal Tech di atas. Untuk itu, harapannya ke depan, hokum online dapat terus fokus mendengarkan dan sedapat mungkin memenuhi kebutuhan masyarakat dan komunitas hukum akan informasi terutama terkait COVID-19 di masa penyebaran pandemi ini.

“Berkolaborasi dengan sebanyak mungkin individu dan komunitas hukum untuk bersama-sama menghadapi krisis dan di saat yang sama membantu publik luas menghadapi COVID-19,” tutup Amrie.

Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena infeksi virus ini disebut COVID-19. Virus Corona bisa menyebabkan gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian.

Severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 yang lebih dikenal dengan nama virus Corona adalah jenis baru dari coronavirus yang menular ke manusia. Virus ini bisa menyerang siapa saja, seperti lansia, orang dewasa, anak-anak, dan bayi, termasuk ibu hamil dan ibu menyusui.

Infeksi virus Corona disebut COVID-19 dan pertama kali ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir Desember 2019. Virus ini menular dengan sangat cepat dan telah menyebar ke hampir semua negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan.

Hal tersebut membuat beberapa negara menerapkan kebijakan untuk memberlakukan lockdown dalam rangka mencegah penyebaran virus Corona. Di Indonesia sendiri, diberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar untuk menekan penyebaran virus ini.

Virus Corona adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernapasan. Pada banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernafasan ringan, seperti flu. Namun, virus ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru.

Selain virus SARS-CoV-2 atau virus Corona, virus yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah virus penyebab Severe Acute Respiratory Syndrome dan virus penyebab Middle-East Respiratory Syndrome . Meski disebabkan oleh virus dari kelompok yang sama, yaitu coronavirus, COVID-19 memiliki beberapa perbedaan dengan SARS dan MERS, antara lain dalam hal kecepatan penyebaran dan keparahan gejala.

Penyebaran COVID-19 telah menjadi salah satu kekhawatiran masyarakat meskipun pada saat awal keberadaan virus ini, berbagai upaya yang berbentuk himbauan dari pemerintah belum benar-benar dipatuhi oleh masyarakat. Bahkan sebagian besar masyarakat menganggap bahwa virus tersebut tidak akan menyebar luas sebagaimana di negara tempat awal penyebarannya.

Berbagai hoax mengenai kondisi cuaca dan iklim di Indonesia sebagai kondisi yang tidak akan menimbulkan penyebaran luas atau hoax terkait ramuan ataupun obat-obatan yang dianggap dapat mencegah timbulnya COVID-19 ternyata mampu mempengaruhi masyarakat untuk tidak sepenuhnya menganggap virus ini sebagai ancaman.

Seiring waktu, keberadaan virus ini mulai meresahkan terutama ketika pemerintah menetapkan mengenai protokol pemakaman bagi penderita COVID-19 yang oleh masyarakat dianggap sangat menakutkan. Karena tidak dapat diperlakukan sebagaimana mestinya oleh keluarga.

Selain itu, karantina terhadap warga yang pernah melakukan perjalanan ke daerah terinfeksi menjadi salah satu kekhawatiran masyarakat. Sehingga saat ini masyarakat tidak lagi menganggap virus ini sebagai wabah yang dianggap enteng. Namun demikian, bersamaan dengan kekhawatiran masyarakat terhadap virus ini, dampak lain ternyata timbul. Pemberlakuan social distancing ternyata telah menimbulkan dampak lain. Berupa dampak sosial dan ekonomi di dalam masyarakat.

Aspek Hukum Penanganan Penyebaran COVID-19

Kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia, yang belakangan telah dijamin haknya secara konstitusional. Sesungguhnya jaminan konstitusi terhadap hak atas kesehatan telah ada sejak masa Konstitusi Republik Serikat 1949 «Penguasa senantiasa berusaha dengan sunguh-sungguh memajukan kebersihan umum dan kesehatan rakyat».

Setelah bentuk negara serikat kembali ke bentuk negara kesatuan dan berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara 1950 , ketentuan Pasal 40 Konstitusi RIS di adopsi ke dalam Pasal 42 UUDS. Sejalan dengan itu, Konstitusi World Health Organization 1948 telah menegaskan pula bahwa «memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah suatu hak asasi bagi setiap orang».

Istilah yang digunakan bukan «human rights», tetapi «fundamental rights», yang kalau kita terjemahkan langsung ke Bahasa Indonesia menjadi «Hak hak Dasar». Kemudian pada tahun 2000, melalui Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945, kesehatan ditegaskan sebagai bagian dari hak asasi manusia. Dalam Pasal 28H ayat dinyatakan, bahwa: «Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.»

Masuknya ketentuan tersebut ke dalam Undang-Undang Dasar 1945, menggambarkan perubahan paradigma yang luar biasa. Kesehatan dipandang tidak lagi sekedar urusan pribadi yang terkait dengan nasib atau karunia Tuhan yang tidak ada hubungannya dengan tanggung jawab negara, melainkan suatu hak hukum Pasal 4 ayat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Kedaruratan Bencana pada Kondisi Tertentu, Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020 tentang refocussing kegiatan, realokasi anggaran serta pengadaan barang dan jasa dalam rangka percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang penetapan bencana non alam penyebaran Corona Virus Disease 2019, Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease, Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 Kebijakan Social Distancing/Physical Distancing.

Adanya Social Distancing sejauh ini sangat efektif dalam menghambat penyebaran virus/penyakit, yakni dengan mencegah orang sakit melakukan kontak dekat dengan orang-orang untuk mencegah penularan.

Namun melihat fenomena sekarang, nyatanya social distancing masih berbentuk imbauan yang jika tidak dibantu diviral–kan di media sosial akan lebih sedikit mayarakat yang mengetahuinya.

Maka dari itu, sebaiknya kebijakan social distancing harus dimuat dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang tentang upaya penanganan wabah COVID-19, yang salah satunya mengatur social distancing adalah kewajiban, jika perlu terdapat penegasan berupa sanksi sesuai hukum positif, agar masyarakat tidak hanya sadar akan pentingnya social distancing tetapi juga menerapkan praktiknya.

Hal ini dirasa perlu untuk melakukan pembatasan hak individual dalam melakukan social distancing karena kondisi yang terjadi adalah kegentingan yang mengancam kesehatan publik.

Istilah social distancing kemudian mengalami perubahan menjadi physical distancing sesuai dengan istilah yang digunakan WHO karena penggunaan istilah social distancing seolah-olah melakukan penghentian interaksi sosial dalam masyarakat sementara yang sebenarnya diinginkan hanya menjaga jarak fisik.Tenaga kesehatan berdiri di garda depan dalam mencegah bertambahnya jumlah infeksi sehingga pemerintah perlu menjamin perlindungan dan keselamatan kerja bagi tenaga medis dalam upaya penanganan COVID-19.

Kewenangan Pembatasan Sosial Bersklala besar berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan merupakan wewenang absolut Pemerintah Pusat. Dalam Pasal 1 Angka 1 dinyatakan bahwa «kekarantinaan kesehatan dilakukan untuk mencegah dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko kesehatan masyrakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.»

Maka dari itu jika ada pemerintah daerah yang merasa daerahnya memiliki situasi kedaruratan dan hendak melakukan lockdown, tentunya hal ini inkonstitusional dan perlu adanya konsul dari kepala daerah dengan pemerintah pusat sebelum mengambil kebijakan terkait. Kemudian atas kondisi darurat penyebaran COVID-19, pemerintah kemudian menetapkan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease .

Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease mengatur tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dan dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan persetujuan Menteri Kesehatan. PP 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease Validitas Data Hasil Pemeriksaan.

Pemeriksaan kesehatan terkait dengan COVID19 dilakukan dengan 2 cara yaitu rapid test dan swap test dan dari kedua cara ini maka cara kedua merupakan cara yang dianggap paling valid. Tetapi realitas yang kemudian muncul adalah hasil pemeriksaan metode swap test ternyata banyak pula yang menimbulkan masalah karena waktu penentuan hasil pemeriksaan memakan waktu agak lama sehingga beberapa pasien yang meninggal dalam status ODP kemudian setelah dilakukan pemakaman dengan protokol COVID ternyata setelah adanya hasil pemeriksaan, justru negatif. Keterbatasan dalam pemeriksaan metode swap test saat ini menjadi kendala yang besar dalam penanganan COVID-19.

Berdasarkan kondisi-kondisi di atas maka dapat dikatakan bahwa ditinjau dari aspek hukum, berbagai regulasi telah diterbitkan untuk mencegah penyebaran COVID-19 namun realitas sampai saat ini menunjukkan bahwa belum ada perubahan signifikan dalam penanganan kasus COVID-19 di Indonesia, jumlah pasien semakin bertambah, angka kematian pun semakin melaju. Keberadaan regulasi yang ada tidak akan efektif apabila tidak didukung dengan upaya yang lebih tegas namun santun di dalam masyarakat.

Eksistensi dan atensi ekstra dari seluruh pihak terkait menjadi sangat urgen untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai penyebaran virus ini. Kepolisian, aparat pemerintah daerah dari level tertinggi sampai level terendah, aparat TNI , Lembaga-lembaga negara perlu untuk melakukan sosialisasi dan pendekatan kepada masyarakat untuk memberikan pemahaman mengenai pentingnya untuk melakukan tindakan yang preventif terhadap penyebaran virus ini.

Pemerintah harus mampu memberikan jawaban atas kekhawatiran masyarakat dengan adanya pembatasan sosial baik skala kecil maupun skala besar. Saat ini, berbagai dampak sosial dan ekonomi pembatasan sosial tidak dapat dipungkiri mulai nampak di masyarakat.

Peran pemerintah pusat dan daerah dalam hal ini menjadi sangat penting untuk mengambil keputusan-keputusan cepat dan tepat untuk mengatasi penyebaran virus ini. Saat ini, pembatasan sosial skala besar berdasarkan Keppres yang telah diterbitkan dapat dilaksanakan setelah adanya persetujuan Menteri Kesehatan yang mempertimbangkan tingkat penyebaran virus yang besar di suatu daerah.

Hal ini perlu untuk evaluasi kembali karena apabila pembatasan skala besar dilakukan setelah jumlah terinfeksi semakin besar maka akan menjadi tidak efektif karena waktu yang dibutuhkan untuk menunggu jumlah yang memenuhi syarat untuk dapat diberikan izin memberlakukan PSBB sama dengan menunggu semakin banyak warga yang terinfeksi.

Seyogianya, pemberlakuan PSBB di semua daerah meskipun masih dalam zona hijau untuk mencegah daerah tersebut menjadi zona merah.

Penulis : Rasmi Ulfa Sari (Mahasiswi Jurusan Pukum Tata Negara Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sumatera Utara)

- Advertisement -

Berita Terkini