Pilkada Langkat 2024 Perlu Sosok Pemimpin ‘JAWARA’

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Allah SWT telah menjelaskan dalam Al-qur’an bahwa manusia adalah mahluk yang berorientasi sebagai khalifah (pemimpin). Esensi ini merupakan bentuk kemuliaan anak cucu Adam yang telah ditetapkan Allah SWT di awal penciptaanya.

Nabi menegaskan bahwa setiap individu manusia adalah pemimpin, baik dalam lingkup interen, sosial domistic (keluarga) dan lingkungan masyarakat atau publik (great Society).

Menurut Islam, kepemimpinan adalah amanah yang harus dijalakankan oleh setiap manusia.
Dalam sisi lain atau realitas keseharian bahwa dalam sistem politik manapun dan pada tingkat manapun, proses atau wacana tentang kepemimpinan selalu menjadi perhatian penting dan menarik perhatian.

Secara umum, hal itu terjadi karena dua hal, pertama karena kuatnya tingkat harapan yang ditujukan kepada sang pemimpin. Kedua, karena tingginya tingkat kekuatiran atau ketakutan akan kemungkinan jebloknya kehidupan sosial kemasyarakatan, sebagai akibat dari lemahnya daya kepemimpinan. Kondisi ini pada akhirnya melahirkan implikasi yang luas.

Dalam sejarah kepemimpinan nasional, sikap harapan dan kekuatiran ini, misalnya, kemudian memang merangsang lahirnya dua pendekatan berkenaan dengan upaya mancari dan menemukan pemimpin, begitu juga tentunya untuk memilih pemimpin di kabupaten Langkat.

Pendekatan pertama adalah pendekatan yang bersifat rasional dan yang kedua bertumpu pada pendekatan yang irrasional atau kenyakinan. Idealnya, kedua sistem pendekatan itu bisa dipadukan menjadi sebuah tekad. Sehingga seseorang memilih sang pemimpin atas dasar pertimbangan rasional dan sekaligus atas dasar keyakinannya.

Sejumlah negara maju yang kultur dan komunikasi sosiologisnya sudah matang, biasanya mematangkan proses dengan dua pendekatan tadi. Sang pemimpin membangun daya kenyakinan masyarakatnya dengan tawaran visi missi yang rasional. Tapi dua hal ini meruapakan cerita di masa-masa normal.

Bakat kepemimpinan tidak serta merta dapat diwarisi oleh mereka yang memiliki keturunan pemimpin, keturunan sultan-sultan dan para raja-raja. Kepemimpinan yang diwarisi malah akan menjadi prahara dalam kehidupan demokrasi di negeri ini. Kepemimpinan yang dititipkan turun temurun akan menyebabkan kecemburuan sosial.

Selain itu juga Kepemimpinan yang diturunkan akan mempersempit ruang kreatifitas dan opportunitas bagi mereka yang memiliki bakat kepemimpinan yang ditempah dari kawah candradimukanya Gatot kaca. Apalagi ketika berbicara Negara Indonesia yang memiliki bonus demografi (Penduduk muda yang berusia produktif antara 15-64 tahun), peluang kepemimpinan dari kaum muda yang berkualitas semakin sempit.

Hari ini, Politik dinasti dipersoalkan. Politik dinasti diartikan sebagai kepemimpinan yang diwariskan secara turun temurun. Politik dinasti adalah paradoks dalam demokrasi. Sebahagian memiliki catatan-catatan buruk dalam sejarah peradaban manusia. Meskipun demikian, konstitusi kita tidak begitu mempersoalkan pengaruh buruk dari praktek Politik dinasti tersebut.

Buktinya saja, dalam Mahkamah Konstitusi yang merupakan majelis hukum tertinggi di negeri ini, Batas umur Capres dan Cawapres membebaskan seorang anak muda lolos sebagai Calon presiden yang notabenenya adalah anak dari Presiden RI.

Selain itu, politik dinasti tidak dapat serta merta kita katakan sebagai kegagalan dalam berdemokrasi. Banyak kasus kepemimpinan yang diwarisi sukses dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya, inti persoalannya bukan kepada etis tidaknya Politik dinasti yang dipraktekkan dalam sistem demokrasi di negeri ini, melainkan bagaimana kaum muda mampu memvalidasi dirinya sebagai sosok yang layak memimpin dengan energi dan semangat muda yang dimilikinya.

Kabupaten Langkat juga punya sejarah kelam dari pucuk kepemimpinan yang lalu. Tersandera kasus korupsi merupakan luka yang kerap dikenang di sepanjang sejarah peradaban kepemimpinan kabupaten Langkat.

Kita butuh sosok muda yang mampu memberikan jalan baru yang baik bagi kesejahteraan rakyat. Dalam konteks ini, masyarakat yang peduli harus bersikap dalam menentukan masa depan bangsa Khususnya Kabupaten Langkat.

Secara historis, kabupaten Langkat dalam sistem kesultanan monarki yang absolut pernah mencontohkan dinasti politik yang berhasil membawa kesultanan Langkat dalam kejayaan yang tinggi.

Kesultanan Langkat ketika itu berhasil menjadi negerinya para ulama cendikia. Rajanya yang alim dan wara dekat dengan ulama, hingga puncak kepemimpinan terakhir jatuh kepada Sultan Mahmud Abdul Azis Djalil Rahmadsyah, kesejahteraan masyarakat Langkat meningkat.

Para sultan peduli dengan rakyatnya. Tapi kejayaan itu semakin menghilang hingga hari ini. Degradasi moral, praktek politik yang sangat transaksional mengancam dan meruntuhkan nilai-nilai demokrasi.

Dari faktor tersebut di atas, maka kemudian saya berfikir perlulah kita diskusikan bersama-sama dalam menyusun stratak yang konkrit demi mencari sosok yang benar-benar diharapkan masyarakat, khususnya masyarakat Langkat.

Semoga niatan kita akan terwujud sesuai harapan kita bersama. Wallahu’alam bisshawaf. Hubbul wathon minal iman. Bersatu sekata, berpadu berjaya.

Oleh : Aidil Fitri – Sekretaris PC Nahdlatul Ulama Langkat

- Advertisement -

Berita Terkini