Salat Burha

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, OPINI – Tak banyak yang mengetahui apa itu Salat Burha. Apakah Salat Burha sebuah nama dari satu jenis salat yang memang disyariatkan? Atau apakah Salat Burha merupakan sebuah prilaku bidah? Pertanyaan-pertanyaan itu sering muncul setiap prosesi Salat Burha dilaksanakan oleh pengikut tarekat Syattariyah di Minangkabau. Memang, menyandingkan sebuah kata setelah kata “salat” itu menyengsikan pemahaman-pemahaman yang berbeda di setiap benak pendengarnya.

Salat Burha bukan nama dari sebuah ibadah salat, tapi Salat Burha adalah nama dari sebuah prosesi ibadah yang dinisbatkan kepada Syekh Burhanuddin Ulakan. Rangkaiannya tidak hanya salat, tapi juga salawat-salawat dan zikir-zikir yang telah disusun dan ditentukan sedemikian rupa. Musabab ritual pertama yang dilakukan adalah salat sunnah mutlak, maka serangkaian ibadah ini dinamakan dengan Salat Burha. Yakni Salat sunnah dan rangkaian ibadah lainnya yang dilakukan dan diwariskan oleh Syekh Burhanuddin kepada murid-muridnya pengikut tarekat Syattariyah.

Jika ditelusuri lebih jauh ke khazanah tarekat Syattariyah, ritual yang diajarkan Syekh Burhanuddin itu juga bukan murni kreasi beliau dalam beribadah, melainkan wirid yang beliau warisi dari guru-guru tarekatnya. Penelusuran teman saya Teusom Akwan , menemukan rangkaian-rangkaian ibadah yang dilaksanakan saat Salat Burha itu ada dalam kitab As-Simthul Majid karya Syaikh Al-Qusyasyi. Di sana, Al-Qusyasyi menyebutkan rangkaian ibadah itu sebagai bagian dari adab talqin. Dalam tradisi tarekat, prihal talqin ini memang sangat penting dan wajib ada. Bai’at dan talqin bisa dikatakan sebagai rukun dalam bertarekat.

Sesedikit pengetahuan Saya, dalam tarekat Syattariyah memang tidak banyak ajaran terkait amalan-amalan. Ajaran tarekat Syattariyah lebih banyak bicara di ranah tasawuf falsafi. Eksistensi Tuhan dan relasi manusia dengan Tuhan dalam menjalani kehidupan adalah wacana-wacana mainstream dalam tarekat Syattariyah. Sehingga tak sedikit pengikut tarekat Syattariyah ini (khususnya di Minangkabau) yang memahami ajaran tarekat itu sebatas pengajian diskursifnya semata. Sangat berbeda dengan ajaran-ajaran tarekat lain yang banyak menekankan amaliyah, wirid, dan riyadhah. Namun uniknya, kesemua itu terangkum dalam rangkaian ibadah Salat Burha.

Pelaksanaan Salat Burha itu dilakukan lewat tengah malam di komplek makam Syekh Burhanuddin selama tiga malam berturut-turut pada bulan Syakban. Diawali dengan salat sunnah mutlak 6 rakaat, di setiap setelah salamnya, diselipkan doa bahwa salat itu dihadiahkan kepada Nabi Muhammad, para Nabi dan Sahabat, serta untuk seluruh guru-guru. Dua rakat pertama membaca surah Al-Qadr dan Al-Kafirun di setiap rakaatnya; dua rakaat kedua dan ketiga membaca surah Al-Kafirun dan Al-Ikhlash.

Setelah salat sunnah, berpindah ke tempat yang ditentukan oleh mursyid untuk pelaksanaan salawat dan zikir. Dimulai dengan istighfar 10 kali, salawat 10 kali, lalu membaca salawat “Jazallahu Anna Sayyidana wa Nabiyyana Muhammadan Shallallahu Alaihi Wasallam Maa Huwa wa Ahluhu” sebanyak 1000 kali. Dalam sebuah Hadis Riwayat Imam Thabrani menyebutkan bahwa siapa yang membaca salawat tersebut, dia akan menyibukkan 70 malaikat selama 1000 hari mencatat amalannya. Lalu, setelah membaca salawat itu 1000 kali, pelaksana salat burha bertawassul sebanyak 7 kali untuk mengawali tahlil besar (tahlil gadang), yakni membaca kalimat tahlil 70.000 kali. Tahlil ini bisa dicicil selama setahun sampai datang pelaksanaan Salat Burha tahun depan.

Hemat Saya, mungkin melalui Salat Burha inilah dulunya Syekh Burhanuddin mengajarkan amaliyah, wirid, dan riyadhah seperti dalam ajaran tarekat-tarekat lain. Sehingga, jika kita sepakat mengatakan bahwa rukun tarekat itu adalah bai’at dan talqin amaliyah, maka seharusnya bai’at dan Salat Burha inilah yang menjadi pokok utama dalam menjalankan sebuah institusi tarekat.

Namun sangat disayangkan, di Minangkabau khususnya, lebih-lebih di kalangan masyarakat umum penganut tarekat Syattariyah, ajaran tarekat Syattariyah lebih banyak dipahami pada wacana pengajian tasawuf falsafinya, cara penentuan hilal, serta hal-hal furu’iyah lainnya. Bahkan tak jarang hal-hal tersebut menuai konflik dan retak yang cukup serius antar sesama penganut tarekat Syattariyah.

Penulis: Shafwatul Bary Tk Imam Elimrany (Santri Ponpes Nurul Yaqin)

- Advertisement -

Berita Terkini