Titah Kekuasaan dalam Politik ‘Matahari Kembar’, Sangat Bahaya!

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh: Agung Wibawanto

Tidak ada yang mengatakan mudah melawan kekuasaan presiden Jokowi. Bahkan banyak yang mulai putus asa dan pasrah, “Sudahlah, percuma juga melawan, mereka akan tetap menang,” demikian ungkapan sebagian besar teman yang menyampaikan kepada saya. Kembali terngiang yang dikatakan Jokowi namun dibantah Pratikno.

“Kalian hebat jika bisa mengalahkan saya,” ucap Andi Widjajanto menirukan ucapan Jokowi kepadanya. Itu artinya memang tidak ada yang bisa mengalahkan kehendak Jokowi yang sudah diatur dirancang sedemikian rupa. Publik seperti gemas sendiri, karena nyata pelanggaran etika dan hukum yang terjadi tapi bisa aman.

Sebuah media berbasis online yang saya kenal bergaris keras marhaen-nasionalis, nyatanya harus memilih vakum dulu saking apatisnya. Alasannya menunggu kondisi yang berkembang ke depan, baru menentukan langkah. Itu hak redaktur dari sebuah media. Namun mestinya, sebuah media harus tetap eksis menyuarakan baik peristiwa maupun aspirasi publik yang tertangkap.

Penyuaraan media, bukan sekadar berposisi ingin menang atau kalah (siapapun penguasanya), melainkan sebuah keniscayaan. Fakta kebenaran harus terus disampaikan meskipun langit akan runtuh. Pergumulan dari apa yang disampaikan biar terjadi secara natural. Media yang memiliki skenario politik justru akan menghambat dirinya sendiri untuk maju. Penuh keragu-raguan.

Beberapa memang kemudian bersikap layaknya ‘masuk angin’ alias gembos, merasa lelah dan menyerah. Mereka tidak ingin dikatakan gagal dan salah karena perjuangan mereka memang diyakini tidak akan berhasil. Atau bisa juga memang sudah terkena serangan angin malam sehingga butuh istirahat yang agak lama. Mereka kini hanya menjadi penonton tanpa berbuat apa-apa.

“Kedzholiman terjadi bukan karena banyaknya orang jahat, tapi karena diamnya orang-orang baik,” nasehat ini pun seperti tidak ada kekuatan magis nya lagi. Orang menjadi masa bodo, tidak mau terlibat dan apa lagi ikut berjuang. Baiklah, coba kita ikuti kepasrahan itu dengan simulasi andai Pragib yang menang. Pelan-pelan kita ikuti dan perhatikan lalu silahkan simpulkan sendiri.

Jokowi masih berkuasa selama sisa jabatan 8 bulan (hingga Oktober 2024). Teori ‘bebek lumpuh’, bahwa ketika presiden yang baru terpilih, maka Jokowi tidak dapat berbuat apa-apa, alias menjadi bebek lumpuh, tidak terbukti. Seluruh bagian kekuasaan masih ada di dalam genggaman tangan Jokowi. Terlebih mengingat, Jokowi lah yang menjadikan Pragib menang (ingin dipungkiri?).

Cepat dan sigap Jokowi mengambil langkah “merangkul”. Ini tidak dilakukan Prabowo sebagai presiden terpilih, karena mengingat kapasitasnya baru sebatas presiden terpilih. Jokowi mengundang Surya Paloh ke istana. Tidak lama, Jokowi melantik AHY sebagai menteri ATR/BPN. Nasib koalisi partai pemerintah (sejak 2019) sudah bubar dan tidak menentu lagi.

PDIP, Nasdem, PKB dan PPP menyempal sejak ajang kontestasi pilpres. Kini terbentuk koalisi partai terbaru pendukung Pragib (Gerindra, Golkar, PAN, termasuk Demokrat). Demokrat sendiri sebelum ini, selama 9 tahun memilih menjadi oposisi pemerintah Jokowi. Mereka menyerang kebijakan Jokowi. Tapi kini bergabung dalam koalisi Pragib.

Perhatikan. Demokrat itu partai koalisi Pragib, bukan koalisi pemerintah Jokowi. Namun AHY dilantik menjadi menteri oleh Jokowi. Lalu atas dasar apa Jokowi memberi posisi menteri kepada Demokrat? Hal ini jelas bukan langkah taktis mengantisipasi mundurnya Mahfud MD yang diganti menteri ATR/BPN lalu AHY menjadi menteri ATR/BPN.

Ini langkah politis-strategis. Jokowi ingin memberi ‘jaminan’ kepada Demokrat masuk dalam lingkar kekuasaan (dikunci). Surya Paloh sendiri sempat menyatakan bahwa bangsa ini butuh persatuan, setelah bertemu dengan Jokowi, lalu dengan partai Gerindra. Namun tidak ada kode yang menunjukkan Nasdem kembali ke kekuasaan secepat itu.

Surya Paloh bahkan setuju dan mendorong agar masalah pelanggaran pemilu bisa diangkat melalui hak angket di DPR. Ingin saya katakan, Jokowi mencoba berlaku semaunya meski harus mengambil Demokrat yang harusnya ‘dikawal’ oleh Gerindra atau Prabowo sebagai komandan koalisi. Matahari kembar menjadi sangat potensial terjadi. Siapa yang lebih berkuasa, nantinya?

Hal yang paling menyedihkan adalah penderitaan rakyat akibat melonjaknya harga kebutuhan pokok seperti beras. Sudah seminggu ini terjadi kenaikan, bahkan rakyat harus rela antri panjang guna membeli beras murah. Ada apa? Dikatakan stok melimpah dan produk beras tinggi, tapi mengapa harga mahal? Ini belum masuk bulan ramadhan, dan apalagi nanti menjelang Idul Fitri?

Ada dugaan, beras sudah dijadikan komoditas politik oleh penguasa dengan membagi-bagikannya secara ugal-ugalan sepanjang kampanye pemilu. Hal ini menyebabkan kesediaan beras berkurang, dan membuat harga melonjak naik. Jokowi menjawab harga beras mahal terjadi seluruh dunia akibat perubahan iklim, tapi mengapa dikatakan stok melimpah? Pembodohan?

Alasan tersebut nyaris mengada-ngada karena tidak didapati di negara lain. Thailand, India dan Vietnam bahkan masih bisa melakukan impor beras, artinya mereka tidak mengalami krisis. Kalau mereka krisis, tidak mungkin Indonesia berencana impor beras dari Vietnam atau India? Pasti mereka akan mendahulukan kebutuhan dalam negeri. Ini ‘hasil karya’ politik yang ugal-ugalan.

Dari itu, sumber dari segala sumber masalahnya itu ada pada pilpres 2024 yang mengalami banyak cacat akibat hasrat berkuasa. Terlebih sejak kepala daerah diangkat sepihak oleh Pemerintah untuk mendukung paslon dukungan Jokowi. Dilanjutkan dengan keputusan MK meloloskan Gibran, anak Jokowi, menjadi cawapres, serta keikutsertaan dan dukungan Jokowi. Ada unsur konflik kepentingan.

Jadi, perjuangan yang dimaksud di awal adalah untuk mengurai saling sengkarut pilpres yang terjadi, bukan soal siapa yang bakal berkuasa. Karena bagaimanapun, jangan sampai rakyat yang terkena imbas seperti harga beras melonjak tinggi. Ke depan, juga harus diupayakan menjaga demokrasi tetap berjalan dengan sebagaimana mestinya. Kesalahan yang didiamkan membuat bangsa ini akan hancur.

Artikulli paraprak
Artikulli tjetër
- Advertisement -

Berita Terkini