Pemilu dan Kecerdasan Politik

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Lahirnya UU NO 32 Tahun 2004 telah mengatur tentang pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara demokratis dengan cara dipilih langsung oleh rakyat. Amanat UU No. 32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa kepala daerah harus dipilih langsung oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat.

Yang menjadi pertanyaan apakah Pilkada langsung tersebut benar-benar untuk rakyat dan apakah rakyat akan berdaulat dalam menentukan pilihannya, siapa orang menjadi nomor 1 didaerahnya sebagai pemimpin yang akan membawa masa depan rakyat ke dunia baru yang lebih maju dan sejahtera.

Muncul kekhawatiran, rakyat hanya dijadikan sebagai objek dan komoditi dalam pentas demokrasi ini serta akan mencemari kedaulatan rakyat. Sebenarnya banyak ketakutan dan permasalahan yang belum menjawab terlaksananya pemilihan yang demokratis bahkan dianggap telah menciderai kedaulatan rakyat.

Terlihat dari mulai jual beli perahu/partai, Pengusungan calon oleh partai politik, padat intervensi ditubuh partai untuk calon yang diusung, curi start kampanye, paksaan tidak langsung untuk mengakui ketokohan sang calon, mobilisasi masa tanpa arah dan tujuan yang dapat memahamkan rakyat pada kapasitas dan kredibelitas calon, serta intimidasi dan ‘serangan fajar’ pada hari pemilihan, hingga manipulasi suara yang jelas-jelas sangat menciderai demokrasi bangsa dan kedaulatan rakyat.

Dan termasuk paling bahaya adalah intervensi sponshorship calon yang lebih dahulu telah melakukan deal-deal politik / kontrak kerja, kontrak proyek sebelum pencalonan. Hal ini jelas sangat berbahaya dan mengkhawatirkan masa depan rakyat dan daerah.

Kemudian, pelaksanaan demokrasi ditingkat local melalui pemilihan kepala daerah secara langsung, sebagai salah satu instrument dalam demokrasi, sebagai wujud komitmen reformasi mengadopsi dan dianggap lebih menghidupkan nilai demokrasi melalui Pilkada langsung tersebut, tentu dapat dijadikan pintu strategis untuk memilih dan membentuk kepemimpinan pemerintahan yang kuat. Karena sebagaimana kita ketahui dalam pemilihan kepala daerah telah memperkuat daya legitimasi kepala daerah.

Yang menjadi persoalan adalah masih terjadinya penyalahgunaan legitimasi tersebut untuk kepentingan kekuasaan yang cenderung pragmatis. Untuk itu, kedepan dalam menghadapi moment-moment dan estafet pergantian dalam rangka memperkuat kepemimpinan pemerintahan daerah, perlunya dilakukan pencerahan ‘total’ berupa pendidikan politik terhadap rakyat secara berkelanjutan.

Instrument-instrument pencerahan harus dilakukan sedemikian rupa, agar rakyat lebih kuat menerawang esensi dari sebuah Pilkada, hal ini juga demi menghindari derasnya hasrat kandidat yang kurang mengedepankan moralitas politik.

Agar Pilkada tidak menjadi panggung tampilnya demokrasi teatrikal yang sangat tidak baik bagi perkembangan dan upaya kemajuan daerah. Dan sebagaimana sering diutarakan bahwa Pilkada adalah pintu strategis untuk membentuk kepemimpinan pemerintahan yang kuat. Sementara Pilkada kabupaten dan provinsi yang akan datang ini akan menjadi harapan baru bagi masyarakat Langkat.

Banyak hal yang menjadi tanda-tanda rasional dan tradisional yang meyakinkan bahwa pilkada 2024 merupakan harapan yang menjanjikan secara terukur bagi Langkat.

Sebuah konsep Demokrasi dan bentuk sistem demokrasi pada suatu pemerintahan, harus berlandaskan pada sikap dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena demokrasi merupakan wujud dari kebersamaan dalam Negara juga merupakan hak sekaligus kewajiban bagi warga Negara, karena sistem kekuasaan yang berlaku adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Pembahasan demokrasi meliputi ruang lingkup, penerapannya di Indonesia, pelaksanaan pemilu sebagai wujud demokrasi dan penerapanya dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga disini dapat ditarik kesimpulan bahwa demokrasi di Indonesia belum terlaksana dengan semestinya, contohnya pada demonstrasi yang belum memenuhi prinsip sebagai demonstrasi yang baik. Misal pada demonstrasi yang berlandaskan uang dan demonstrasi anarkis.

Inilah memang resiko yang harus ditanggung Indonesia dalam menerapkan bentuk pemerintahan demokrasi. Demonstrasi memang harus kembali ke awal yaitu untuk menyalurkan aspirasi rakyat ke pemerintah indonesia.

Sebenarnya jika demonstrasi ini berjalan dengan semestinya, maka tinggal sikap demokrasi dari pemerintah yang harus diperhatikan, apakah akan sepenuhnya pada rakyat yaitu mensejahterakan atau tidak.

Sikap demokrasi seperti inilah yang harus ditanamkan sebagai rakyat Indonesia, karena negara kita dikenal dengan negara yang berdemokrasi, jadi rakyat yang sepenuhnya mengontrol pemerintahan, bukan pemerintah yang mengontrol rakyatnya untuk takluk pada pemerintah dan keputusan yang kurang baik dalam mensejahterakan rakyat.

Di media massa, kita sering mendengar betapa sering warga negara, bahkan pemerintah itu sendiri, melanggar nilai-nilai demokrasi. Orang-orang kurang menghargai kebebasan orang lain, kurang menghargai perbedaan, supremasi hukum kurang ditegakkan, kesamaan kurang di praktekkan, partisipasi warga negara dalam kehidupan demokrasi belum maksimal, musyawarah kurang dipakai sebagai cara untuk merencanakan suatu program atau mengatasi suatu masalah bersama dan seterusnya.

Akhirnya, dari hal di atas dapat kita rasionalkan khususnya untuk kita di Langkat, bahwa Pilkada serentak yang akan datang harus menjadi moment yang menarik bagi masyarakat Langkat, sehingga mengurangi tindakan golput atau kecewa dengan penyelenggara Pemilu, setelah selesai dihadapkan pada usainya Pemilu serentak 14 Februari kemarin.

Penulis : Aini Maimanah – Presidium Forhati Langkat/Pekerja Sosial/Tokoh Perempuan

- Advertisement -

Berita Terkini