BI Naikkan Bunga Acuan, Ada Aroma Kenaikan Harga BBM yang akan Sulut Inflasi

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Di luar perkiraan, Bank Indonesia (BI) menaikan besaran bunga acuannya sebanyak 25 basis poin menjadi 3.75%. Kebijakan tersebut sebelumnya tidak terpikirkan oleh banyak kalangan.

“Saya termasuk yang tidak melihat adanya indikasi bahwa BI akan menaikkan bunga acuan di pekan ini. Karena jika melihat kebijakan yang telah lalu, BI berani tidak menaikkan bunga acuan sekalipun rupiah saat itu berada di kisaran 15 ribu per US Dolarnya,” kata Analis Pasar Keuangan Gunawan Benjamin di Medan, Sumut, Selasa (23/8/2022).

Saat ini, kata Benjamin, mata uang rupiah ditransaksikan di level 14.849 per US Dolar. Bahkan dalam sebulan terkahir rupiah sempat ditransaksikan di kisaran level 14.600-an per US Dolar.

“Bahkan Rupiah justru terlihat menguat sekalipun BI sudah menaikkan besaran bunga acuannya. Dan kalau kita tarik ke belakang, sesaat sebelum kebijakan diambil, maka ada dua kemungkinan besar yang siap menghantam pasar,” kata Benjamin.

Dijelaskan Benjamin, isu pertama adalah bahwa The FED atau Bank Sentral AS akan tetap agresif menaikkan besaran bunga acuannya. Guna meredam laju tekanan inflasi di AS.

“Namun, untuk rencana kenaikan bunga acuan di AS ini sebenarnya jauhdi bulan bulan yang lalu juga sudah diprediksikan. Bahkan saat itu rupiah berada dalam tekanan yang cukup besar,” tambahnya.

Lanjutnya, nah yang kedua adalah adanya rencana kenaikan harga BBM subsidi di tanah air. Dan sejauh ini Presiden Jokowi seakan telah member “kode” untuk menaikkan harga BBM subsidi tersebut.

“Salah satu kode yang dimaksud adalah, dengan memerintahkan bawahannya agar memperhitungkan dengan cermat dampak dari kenaikan harga BBM nantinya,” kata Benjamin.

Benjamin melihat bahwa rencana kenaikan harga BBM tersebut telah mengambil porsi yang lebih besar dalam proses penentuan besaran BI 7 Days Repo Rate pada hari ini.

Menurutnya, BI sudah bertindak mendahului kurva, sinyalemen kuat kenaikan harga BBM sudah diantispasi, karena sudah pasti akan menyulut inflasi.

“Saya tidak melihat BI sepenuhnya mengikuti kebijakan Bank Sentral di Negara lain, khususnya Bank Sentral AS. Selain itu, kinerja mata uang rupiah yang dalam sebulan terakhir di bawah level 15.000 per US Dolar, juga tidak menunjukan bahwa kinerja US Dolar yang menguat, yang dicerminkan dengan kinerja indeksnya benar benar telah menekan rupiah,” kata Benjamin.

Benjamin mengatakan terbukti kinerja mata uang Euro (Eropa) dan Poundsterling Inggris melemah tajam terhadap US Dolar. Namun tidak halnya dengan Rupiah, pelemahan rupiah justru lebih terlihat seiring dengan wacana kenaikan harga BBM itu sendiri.

“Jadi saya menilai keputusan menaikkan bunga acuan pada hari ini bukan dipicu oleh sentiment eksternal, lebih dikarenakan ancaman inflasi akibat dari kenaikan harga BBM subsidi nantinya,” kata Benjamin. (Red)

- Advertisement -

Berita Terkini