Skema Permainan Uzbekistan Harus ‘Parkir Bis’ Hadapi Indonesia

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh: Agung Wibawanto

Uzbekistan ternyata tidak memandang sebelah mata timnas Indonesia. Mereka bermain cukup berhati-hati dan sabar dengan mengutamakan penguasaan bola mulai dari bawah hingga 2/3 lapangan.

Dengan begitu mereka menggunakan pertahanan berlapis. Hal ini akan mudah dalam transisi bertahan ketika kehilangan bola dan menerima serangan balik Indonesia. Mereka juga lakukan presing ketat sejak di area lapangan Indonesia.

Tidak heran dalam bertahan, Uzbekistan bisa menurunkan semua pemainnya kebelakang membantu pertahanan. Kalau istilah sekarang ada disebut “parkir bis” bahkan “parkir pesawat”.

Artinya 10 pemain plus kiper turun menjadi pemain bertahan. Terutama saat menghadapi bola mati seperti lemparan ke dalam untuk Indonesia. Uzbekistan benar-benar waspada tidak ingin kecolongan gol dari set piece bola mati.

Terbukti berawal dari lemparan ke dalam Arhan, meski Uzbek sudah berusaha melakukan cover oleh seluruh pemain, tetap saja kecolongan oleh gol tendangan telak Ferari dari muka gawang.

Syukurnya gol dianulir dan terjaga lah keperawanan gawang Uzbek hingga kini. Sebaliknya, Indonesia tidak mungkin menang dalam hal penguasaan bola, di mana secara postur fisik dan langkah pemain Garuda muda kalah dibanding Uzbek.

Beberapa kali bola yang dikuasai Indonesia dapat dengan mudah dan cepat diambil Uzbek. Kecuali di area pertahanan sendiri, bola masih bisa dikontrol penuh. Skema STY mau tidak mau memang mengandalkan serangan balik.

Selain itu juga menerapkan gaya bertahan. Hal ini sedikit berbeda saat mengahadapi Australia, Yordan dan Korsel. Di mana Indonesia bermain terbuka dan offensif. Catatan lainnya, build up serangan yang dibangun Garuda muda sering patah oleh pressure Uzbek bahkan saat di area pertahanan Indonesia.

Kiper, Nando, pun beberapa kali keliru mengirim umpan. Serangan Uzbek sesungguhnya tidak ada yang terlalu berbahaya meski usaha tendangan ke gawang terhitung lumayan banyak, namun sedikit yang on target (jangan lupa tiang gawang beberapa kali menjadi penyelamat Nando).

Coach Shin kemungkinan membiarkan Uzbek menyerang dengan tujuan ingin menguras tenaga pemain Uzbek dalam 90 waktu normal hingga perpanjangan waktu lalu adu penalti. Andai saja kapten, Rizky Ridho, tidak mendapat kartu merah, tim Indonesia bisa dibilang mampu mengimbangi Uzbek.

Apa mau dikata, teknologi VAR berperan penting bahkan sangat menonjol dalam pertandingan tersebut. Ini andai (lagi) tidak ada VAR: tendangan bebas saat Witan dijatuhkan dekat area penalti Uzbek, tidak dibatalkan. Karena wasit sudah memutuskan itu free kick untuk Indonesia.

Kedua, gol Ferari sah karena wasit sudah menunjuk titik tengah menandakan gol terjadi. Ketiga, Rizky tidak terkena hukuman kartu merah, karena wasit tidak menghentikan bola saat insiden terjadi (bola on). Namun semua berubah karena VAR.

Sementara tidak ada hasil VAR yang menguntungkan Indonesia ya? Pemain Indonesia ada yang terkapar tapi pertandingan tetap lanjut. Dijatuhkan di kotak penalti tapi tidak penalti. Ada upaya provokasi oleh kapten Uzbek tapi tidak dihukum.

Seorang teman berkata, itu menunjukkan tim Indonesia bersih, tidak terlibat mafia bola, tidak ada permainan kotor. Sementara yang menang kontroversi cenderung ada udang dibalik bakwan. Soal mafia bola sudah tidak asing lah. Salam olah raga.

- Advertisement -

Berita Terkini