Pupuk Jadi Sumber Masalah Kenaikan Harga Pangan, Dorong Penambahan Angka Garis Kemiskinan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Dari sekian banyak faktor pemicu terjadinya kenaikan harga pangan belakangan ini. Pupuk menjadi pemicu utama kenaikan harga dan sempat memicu terjadinya kelangkaan. Harga mahal karena gagal panen, serta sejumlah faktor pemicu kenaikan harga lainnya sempat menjadi masalah utama harga di tahun 2022. Gangguan produksi yang terjadi akibat efek kejut karena kenaikan harga pupuk, belakangan sudah mulai teratasi.

“Namun demikian, kita melihat pembentukan harga kebutuhan pangan sudah lebih tinggi dibandingkan dengan pembentukan harga di tahun sebelumnya. Sebagai contoh cabai merah, dari hasil pemantauan di lapangan saat terjadi keseimbangan antara permintaan dan penawaran, seperti yang terjadi belakangan ini, harga cabai justru bertahan di atas 33 ribu per Kg (bahkan kerap mencapai 53 ribu per Kg). Sangat jauh berbeda dengan kondisi dimana saat terjadi titik keseimbangan sebelumnya dimana harga cukup stabil di kisaran 25 hingga 28 ribu per Kg,” jelas Pengamat Ekonomi Gunawan Benjamin di Medan, Sumatera Utara, Selasa (14/2/2023).

Harga beras juga demikian, kata Benjamin, banyak yang menyalahkan kenaikan harga ini akibat kesalahan data atau lambatnya antisipasi oleh BULOG. Tetapi sangat sedikit yang mencoba untuk membedah kenaikan harga ini mulai dari level petani.

“Karena petani padi sendiri juga dirugikan dengan kenaikan harga pupuk dan pestisida. Sehingga tidak sulit sebenarnya untuk menemukan terjadinya gangguan tanam, yang mengakibatkan gangguan produksi,” jelas Benjamin.

Menurutnya, kenaikan sejumlah harga jual produk pertanian tersebut saat ini mau tidak mau tetap akan dibeli masyarakat kita. Artinya petani pun sudah terbiasa dengan kenaikan harga pupuk, yang pada dasarnya tidak memicu terjadinya penurunan permintaan penjualan produk pertanian atau inelastis. Artinya sekalipun petani membeli pupuk dengan harga yang jauh lebih mahal, namun dengan harga jual yang mahal, konsumen juga tidak mengurangi pembelian karena bahan pangan utama.

“Inilah titik keseimbangan baru, dengan harga baru yang lebih mahal dibandingkan dengan sebelumnya. Tugas selanjutnya bagi konsumen adalah bagaimana mengimbangi pengeluaran dengan pendapatan yang baru. Nah disini gap bisa saja terjadi karena ada selisih yang lebih besar antara pengeluaran dengan pemasukan. Jika pemasukan tidak dapat ditambah, maka pengeluaran masyarakat akan lebih terfokus kepada pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar, salah satunya pangan,” ujarnya.

Lebih jauh Benjamin mengatakan jika pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat mengalami kenaikan. Maka masalah selanjutnya adalah garis kemiskinan akan naik seiring dengan kenaikan harga pangan itu sendiri atau inflasi. Disaat itulah ada potensi dimana masyarakat yang tidak mampu menambah penghasilannya, kian terbenam dan masuk dalam deretan angka kemiskinan. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini