Filsafat Moral, Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi Penutup

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Amat tepat jika Nabi Muhammad SAW itu diutus guna memperbaiki akhlak manusia. Sebagai nabi penutup, dikatakan bahwa tugas utama beliau adalah menyempurnakan akhlak.

Ini menarik, karena seiring dengan perkembangan filsafat, fakta-fakta menunjukkan bahwa satu-satunya aliran filsafat yang masih mampu bertahan dan masih dibutuhkan dewasa ini hanyalah filsafat moral, atau filsafat nilai.

Sementara itu, filsafat alam, yang pada masa Yunai Kuno telah demikian maju dan menginspirasi perkembangan sains modern, nampaknya sudah tidak dibutuhkan kehadirannya dewasa ini. Ilmu-ilmu alam, temasuk ilmu eksakta lainnya seperti ilmu berhitung dengan berbagai variannya telah berkembang pesat sedemikian maju, sehingga telah mampu menentukan jalannya sendiri, bebas dari panduan filsafat alam.

Belum lagi bahwa realitas perkembangan sains semakin mengarah kepada upaya mengungkap rahasia-rahasia dari benda-benda super kecil ukuran nano, dengan kemajuan pesat di bidang fisika quantum, biomolekuler, dan bioteknology semakin memarjinalkan pola pengambilan keputusan dengan menggunakan pendekatan deduksi. Keunggulan sains dari filsafat telah sedemikian jauh dalam urusan yang terakhir ini.

Namun di sisi lain, kemajuan sains nampaknya tidak serta merta memberi pengaruh terhadap berkurangnya jenis kejahatan. Bahkan dalam perkembangan modern, berbagai bentuk kejahatan terkoodinir justru memanfaatkan kemajuan sains dan teknology.

Dengan kata lain, bahwa aspek moral sama sekali tidak tersentuh oleh kemajuan sains. Sebab itu, dalam banyak hal, perbincangan publik tentang masa depan peradaban, masih seringkali meminjam istilah-istilah atau argumen-argumen moral dari pada begawan, para filosof, hingga para nabi.

Menunjukkan bahwa era mutakhir dari peradaban umat manusia memang nampaknya telah sampai pada episode akhir. Sebagaimana sejumlah hadits Nabi, bahwa era ke-nabian beliau adalah penutup era kenabian, sesuai dengan fase akhir dari peradaban umat manusia.

Kitab Suci Alquran, dengan demikian merupakan kitab pedoman terakhir yang diturunkan Allah kepada umat manusia, guna memberikan bimbingan dalam memandu manusia berperadaban. Orang boleh saja tetap mengunggulkan kitab-kitab terdahulu, karena fanatisme keagamaan, atau demi menjaga privilage kelompok tertentu.

Namun bagi mereka yang memahami realitas perkembangan ilmu pengetahuan, dan situasi faktual yang sedang dialami umat manusia dewasa ini, tidak akan ikut serta dengan pandangan demikian. Ilmu pengetahuan modern telah membuka semua tabir tentang isi dari kitab-kitab suci mana yang orisinil, mana yang tidak pada tempatnya lagi untuk dijadikan acuan karena tidak sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Memang menyedihkan dan amat sangat disayangkan, bahwa di era kemajuan sains dan teknology, masih banyak juga manusia yang tidak segera mengubah pola pikir mereka atas penerimaannya terhadap doktrin moral yang terdapat dalam kitab-kitab kuno, yang secara sains sudah terkoreksi. Sekiranya bukan karena fanatisme buta, tentu mereka akan terbuka menerima kehadiran Alquran sebagai satu-satunya acuan moral, karena Alquran senantiasa sejalan dengan perkembangan sain modern.

Patut disayangkan, bahwa sejumlah orang dengan alasan “kasihan” atau dengan alasan toleransi, memberikan proteksi kepada mereka yang masih berpegang kepada doktrin yang tidak sejalan dengan rasionalitas berpikir, bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Dengan alasan pluralitas, toleransi mereka memberikan jaminan perlindungan bagi disebarkannya ajaran atau paham dari kitab-kitab agama tertentu yang secara sains sudah terbukti keliru.

Padahal, membiarkan paham atau ajaran yang keliru itu terus “dikonsumsi” masyarakat, bukankah hal itu justru menambah kesembrautan dalam masyarakat? Benar kata Karl Marx bahwa agama itu candu, yang akan menghipnotis penganutnya untuk tidak menggunakan nalar kritisnya.

Karl Marx tentu tidak menyebut Islam, sebagai candu, karena Karl Marx bukanlah pemeluk Islam. Agama yang dimaksud oleh Karl Marx tentulah agama yang “akrab” dengan lingkungan pergaulannya, lingkungan keluarganya.

Akhirnya, keberadaan filsafat moral di penghujung peradaban manusia ini, mestilah disesuaikan dengan tuntutan kemajuan sains dan teknology. Manusia mesti memiliki filsafat moral dalam membangun peradabannya, dan untuk hal itu menjadi keniscayaan bagi manusia untuk menyandarkan paradigma berpikirnya pada kitab yang benar, kitab yang sejalan dengan sains.

Dan dengan bangga sebagai pemeluk Islam, kami katakan bahwa Kitab seperti itu secara kriteria hanya di miliki oleh Alquran.

Oleh : Hasanuddin, MSi
Ketua Umum PB HMI 2003-2005

 

- Advertisement -

Berita Terkini