Pinjol Meringankan atau Memberatkan Masyarakat Peminjam?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh: Agung Wibawanto

Saya sudah mengamati lama terkait pinjaman online (sekitar 2 tahunan). Jika diperhatikan berita di media ada nasabah yang terjerat pinjol, kebanyakannya adalah terkait dengan pinjol ilegal atau perusahaan jasa keuangan pinjol yang tidak terverifikasi atau tidak terdaftar ke dalam OJK (Otoritas Jasa Keuangan).

Dengan begitu peraturan yang dibuat sesuka-suka perusahaan tersebut. Termasuk menetapkan denda pinjaman yang menunggak dsb. Padahal, ada pula perusahaan pinjol atau kini dalam bentuk platform yang berstatus legal terverifikasi OJK. Pinjol ilegal yang demikian tentu membuat nama pinjol legal lainnya menjadi buruk.

Mengapa harus pinjol? Setiap orang memiliki alasan masing-masing namun pada kebanyakannya karena terdesak atas kebutuhan. Alasan nasabah lainnya karena pinjol tidak seribet (persyaratan) jika meminjam ke bank atau koperasi secara offline. Dan alasan lainnya karena proses pencairan lebih cepat.

Yang sifatnya mendesak, semestinya juga sudah bisa dipahami, bahwa ini langkah darurat dan mungkin terakhir. Artinya apa, karena kepepet maka apapun syaratnya asal mendapat pinjaman maka akan dipenuhi nasabah. Perkara angsuran dan ke depannya, itu urusan nanti. Ini yang harus dicermati awal agar tidak terjerat pinjaman.

Tidak usah pinjol, pinjaman konvensional seperti bank “plecit” atau rentenir juga mirip-mirip begitu kan? Nasabah tidak peduli dengan syarat bunga tinggi, misal, asalkan ada dana sekarang. Kesalahan kedua, kebanyakan nasabah gunakan pinjaman untuk kebutuhan konsumtif. Misal: bayar SPP atau tagihan lainnya, atau belanja kebutuhan RT.

Di akhir akan kita bahas bagaimana menghindari jeratan utang (pinjol). Lantas apa dan bagaimana sebenarnya posisi pinjol bagi masyarakat? Hal ini sangat bergantung kepada visi-misi nasabah dalam mengambil kebijakan pinjaman. Pinjol sesungguhnya sama dengan jasa keuangan lainnya dalam hal pinjaman. Bedanya, syaratnya tidak memberatkan.

Tidak perlu cek atau verifikasi termasuk bisa berlaku di mana saja. Andai lembaga keuangan konvensional, jika kita mau mengajukan, KUR di BRI, misalnya, maka kita harus memiliki KTP setempat, disurvei dsb. Pinjol yang resmi (legal) juga memiliki syarat ketentuan yang berlaku. Ada kesepakatan bersama hitam di atas putih meski berbentuk online.

Di beberapa pinjol bahkan harus mengenakan tanda tangan dalam lembar kesepakatan peminjaman online. Yang paling ditakuti, bagaimana jika tidak/belum mampu bayar padahal sudah jatuh tempo? Dalam pinjol, kondite kita akan dianggap buruk, hingga bisa dibatasi atau limit dana pinjaman berikutnya. Misal, awalnya sejuta tapi pinjaman berikutnya hanya 200 rb, misalnya.

Lalu bagaimana jika tidak/belum mampu melunasi pinjaman dalam jangka waktu lama? Maka kita harus bersiap menerima konsekuensi berupa data pribadi dilaporkan ke OJK dan masuk ke daftar hitam layanan pinjaman. Soal black list juga diberlakukan pada pinjaman konvensional. Perusahaan juga bisa meminta bank untuk blokir akun kita.

Katanya, ngerinya lagi, dalam pinjol juga akan diteror baik melalui telp/wa ataupun didatangi debt colector (DC) bahkan mengancam, apa benar? Itu tidak sesuai dengan aturan yang ada. Jika diingatkan karena akan dan atau sudah jatuh tempo, itu masih wajar dan sesuai aturan. Jika kita merasa terganggu dengan kiriman wa, maka tidak usah dijawab bahkan jika perlu blokir saja.

Selain itu, kita juga bisa melaporkan kasus teror yang berlebihan kepada OJK, Kemenkominfo, serta kepolisian. Satgas meminta jika masyarakat menemukan tawaran investasi atau pinjaman online yang mencurigakan atau diduga ilegal, dapat melaporkannya kepada Kontak OJK 157, WA (081157157157), email: konsumen@ojk.go.id atau email: waspadainvestasi@ojk.go.id.

Mengingatkan untuk menagih masih boleh dilakukan. Dalam peraturan menegaskan hanya dilarang menagih utang tersebut secara langsung setelah 90 hari. Namun, penyelenggara pinjol masih boleh menagih utang kepada debitur melalui pihak ketiga yang telah diakui oleh OJK. Jadi, kita bisa melaporkan teror, bukan berarti kewajiban kita melunasi pinjaman menjadi hilang ya.

Apa gagal bayar bisa dipenjara? Menurut hukum di Indonesia, gagal bayar pinjol tidak dapat dipidana dengan penjara. Hal ini diatur dalam Pasal 372 dan 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hal ini karena masuk dalam hukum perdata utang-piutang. Berbeda jika ada unsur penipuan di dalamnya, baik oleh pihak pinjol maupun nasabah. Contohnya bagaimana?

Sebagaimana diketahui, dalam Pasal 306 UU PPSK, mengatur jika pelaku usaha sektor keuangan (PUSK) melakukan pelanggaran dalam penagihan hingga memberikan informasi yang salah kepada nasabah akan dipidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 25 miliar.

Menyalahgunakan akun fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol) milik orang lain sampai gagal bayar dapat kena pidana pernjara. Dasar hukum Pinjaman Online diatur pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

Bolehkah kita melakukan pinjaman online pada platform dan atau apl yang berbeda? Dalam pinjaman konvensional biasanya tidak boleh, tapi dalam pinjol dibolehkan sampai tiga platform pinjol yang berbeda, “Debitur hanya boleh meminjam maksimal di tiga pinjol,” Kepala Eksekutif Lembaga Jasa Keuangan OJK, Agusman, menyebut hal ini guna menghindari kelebihan pendanaan.

- Advertisement -

Berita Terkini