[Cerpen] Laporan Sordak

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh: Shohibul Anshor Siregar

MUDANews.com, Medan (Sumut) – Sordak adalah salah seorang anggota tim liputan yang ditugasi media tempatnya bekerja untuk kunjungan Raja Salman di Indonesia.

Hampir tak ada pembicaraan yang tak direkam. Tiba di rumah Sordak menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia dan Inggeris bersama Fuad Habib dan Salmah Halimah, rekan kerja satu tim.

Sordak mulai membaca hasil awal terjemahan yang dikerjasamakan itu :

“Sambil tertawa kecil Raja Salman bertanya datar “bagaimana begitu banyak andil bahasa Arab dalam bahasa politik, bahasa kenegaraan dan bahasa budaya di Indonesia?

Dewan, Mahkamah, Majelis, Musyawarah, Mufakat, Hakim, Saksi, Abdi, Siasat, Syarat, Dakwa, Badan, Madani, Sultan, Riwayat, Ma’lumat, Adil, Sejarah, Ibadah, Madrasyah, Ilmu, Kafir, Rukun, Sebab, Akibat, Makam, Faham, Wakil, Wali, Ma’zul.

Nama masjid terkenal dan dianggap sebagai penanda heroisme indonesia, yang dibangun oleh Presiden Pertama di ibukota Negara (Jakarta) diberinama Istiqlal.

Selain itu banyak nama berbahasa Arab seperti Mohammad Hatta, Sjahrir, Agussalim, Amir, Hakim, Halim, Rahman, Zul, Habibi, Kalla, Ahmad, Zulkifli, Zuhro, Fatimah, Hilal, Maksum, Ansor, Yusuf, Maryam, Khairuddin, Ali, Mustafa, Murtadha, dan lain-lain.

Ketika merasa terpaksa harus memaki pun orang Indonesia tak jarang memakai bahasa Arab: “la’nat, haram, zolim, khianat, dan lain-lain.

Saat merasa ta’jub orang Indonesia berkata Masyaa Allah. Atau Subhanallah. Ketika akan membuat appointment, orang Indonesia kerap berkata Insyaa Allah. Ketika merasa bersalah orang Indonesia juga berbahasa Arab, astagfirullah. Menyemangati sebuah gerakan seperti pada pertemuan publik, mereka pun sangat percaya diri dan penuh keyakinan mendengungkkan takbir: Allahu Akbar. Saya merasa beroleh kemudahan, orang Indonesia tak menepuk dada melainkan berucap  Alhamdulillah”.

Saya tidak menafikan adanya warna lain, namun yang saya maksudkan itu adalah hal-hal yang kelihatannya dominan dan lebih merasuk pada kedirian Indonesia.

Entah apa sebab, Gellok merasa kurang senang. Ia ingin memberi batasan wilayah pengaruh bahasa Arab itu di Indonesia.

Maka dia pun bertanya, “itu kan bukan Indonesia secara keseluruhan. Sempit kalilah kalian berfikir. Coba kalian pergi ke tanah Batak. Di sana minus sumbangan Arab terhadap bahasa lokal”.

Sordak dengan tenang menjawab. Pertama, yang saya baca itu bukan ucapan kami bertiga. Itu ucapan narasumber kami, yakni Raja Salman. Dalam jurnalistik opini jurnalis dibedakan dengan fakta liputan termasuk opini narasumber.  Jelas itu Gellok?

Kedua, saya beri contoh  “Toba”. Itu bahasa Arab berasal dari kata Thoyyibah, artinya indah atau permai. Tao Toba kita itu kan indah, Uli? Ido kan?

“Balige” itu tak identik dengan Belgia karena ia dinamai dengan bahasa Arab yakni Balaga, yang artinya telah tiba atau telah sampai. “Samosir” itu berasal dari kata Misriyyun yang artinya orang Mesir.

“Huria” adalah adaptasi lokal untuk qaryah yang berasal dari bahasa Arab dan maknanya adalah teritorial atau kawasan pemukiman tertentu.

“Butet” adalah kata yang diambil dari Bunayt yang bermakna anak perempuan. “Salem” adalah adaptasi berbau aksen Eropa tetapi jangan salah, itu berasal dari kata bahasa Arab “Salama”, yang berarti selamat dan itu pulalah makna Islam serta nama Raja Salman berasal dari kosa kata itu. Memang kau serba sedikit perlu mempelajari Arabic Grammar utuk bisa ikut diskusi hal-hal yang begini, Gellok. Tak cukup ala ni aru-aru jala dang acci tangis”.

Gellok terdiam sejenak lalu berkata “ngarang kalian”.

Dengan tenang Sordak menjawab “kalau kau tak punya argumen berbasis pengetahuan, saya rasa kau diam saja.

Kalau kau merasa tak enak karena pengetahuan ini, dan kau merasa menjadi manusia lain yang bukan dirimu yang selama ini kau persepsikan, lebih bagus kau tidur. Ingat, makin kau dalami masalah ini, makin jauh kau dari bayang dirimu yang kau kenali secara eksistensial selama ini”.

Belum selesai juga rupanya bagi Gellok. “Bandingkan dengan nama-nama Presiden RI. Apa yang kalian dapat?”

Oh iya, jawab Sordak sambil tertawa. Kau mungkin tidak tahu ada Presiden RI bernama lain Ahmad Soekarno, Assaat, Sjafroeddin Prawiranegara, H Muhammad Soeharto, Habibie yang nama awalnya adalah Baharoeddin Joesoef, Abdurrachman, Hajjah Megawati, Haji SBY.

Kita tak tahu besok sepulang Raja Salman Joko Widodo akan menambah nama awal menjadi Ahmad atau Muhammad. Keren kan Ahmad Jokow Widodo atau Muhammad Joko Widodo? Jika itu terjadi, kau jangan pitam ya Gellok”.

Sordak menambahkan lagi “Satu hal yang perlu kau sadari Gellok, ialah persepsi atau mitos lama bahwa Batak itu mengalami apa yang oleh WB Sidjabat diistilahkan dengan tragedi splendid isolation (penyendirian yang sangat terasing) selama berabad-abad, itu tidak benar.

Abad-abad pertama Jahudi sudah berhubungan dengan Batak. Batak juga dijelaskan sudah berhubungan dengan Masehi pada abad-abad pertama agama itu, dan juga Islam. Timur Tengah dengan Indonesia khususnya Batak itu sudah berhubungan lama.

Kau harus mulai kritis dan bahkan skeptis tentang warisan pengetahuanmu tentang bangsamu Bangso Batak yang gagah perkasa itu”.

Setelah merenung sejenak, Gellok masih mengajukan soal baru. Adat istiadat kami di Tanah Batak misalnya, itu sangat orisinal, antara lain yang hingga kini masih dipegang teguh oleh komunitas Ugamo Malim. Anda-anda semua akan bengung mencari andil Arab di sana.

Sordak melirik Fuad Habib yang peneliti agama-agama suku dan Salmah Halimah yang peneliti Adat istiadat Nusantara, sambil tertawa kecil. Kedua rekannya ini mempersilakan saja Sordak melanjutkan penjelasan:

“Kedua teman saya ini pasti lebih tahu dan lebih mahir menuturkan ketimbang saya. Tetapi Datu Na Hinan di Tanah Batak kerap menggunakan tabas-tabas berbunyi “Sumillah dirohaman dirohimin”. Kau tahulah artinya itu ya Gellok. Lidah Batak gak begitu fasih menyebut Bismillahirrahmanirrahim.

Kau bilang tadi Ugamo Malim. Carilah dengan penuh kesungguhan sebagai motif akademis, dalam kamus Batak Mana akan kau temukan kosa kata “Malim”? Bahasa Arab yang kata asarnya “ilman” adalah asal muasal kata Malim, yang untuk orang Batak lazimnya memang menyebut seperti itu untuk memaksudkan “Mu’allim”. Akan ada kontroversi pendapat, tetapi saya hanya mau kau memberi sanggahan dengan pengetahuan, redakan emosimu.

Kau pernah menelaah secara jujur mengapa sangat identik bendera Sisingamangaraja dengan bendera yang dikenal di kerajaan-kerajaan Timur Tengah lainya pada abad-abad dulu, yang pedangnya itu tak identik dengan pedang Eropa melainkan pedang dari wilayah Timur Tengah?

Kau pernah menelaah mengapa dalam stempel kerajaan Sisingamangaraja ada tulisan Arab yang antara lain menyebut “Hijrah Nabi”? Modom maho, pinta Sordak.

Dengar, tambah Sordak “Raja Salman bawa uang ke sini. Jumlahnya banyak sekali. Kurasa lebih baik jangan kau baca beritanya, nanti kau bisa pingsan.

Raja Salman yang dijadwalkan berkunjung ke Indonesia tanggal 1- 9 Maret mendatang akan memboyong 1.500 rombongan, 10 Menteri dan 25 Pangeran itu menurut Majalah Forbes memiliki harta kekayaan sekitar USD 17 miliar (setara Rp 226 triliun).

Dari berbagai sumber terpercaya Raja Salman diketahui memiliki banyak emas yang tak hanya dapat dilihat dari barang-barang di istana seperti tisu, dispenser, kursi, hingga kolam renang yang berlapis emas.

Memiliki 10 persen sahat media dan surat kabar terkemuka di Saudi termasuk Asharq Al-Awsat. Kapal pesiar mewah sepanjang lapangan sepak bola. Selan itu ada yacht yang ditempatkan di destinasi liburan favorit keluarga raja di Marbella, Spanyol dengan ruang perjamuan sendiri dan ruang tidur sebanyak 30 ditambah tempat bagi awak yang terdiri lebih dari 20.

Bayangkan, keluarga kerajaan ini sering menghabiskan liburan di Maladewa menyewa toga resor untuk pribadi serta tamu-tamunya. Budget yang dihabiskan bisa mencapai USD 30.000.000 (setara Rp 336 miliar).

Ada sebuah sekolah khusus bangsawan seperti dirinya di Riyadh miliknya. Raja Salman memiki istana pribadi yang dinamai Erga Palace di Riyadh dengan interior super mewah, rumah-rumah lainnya yang sebanding dengan rumah keluarga kerajaan di Swiss.

Raja Salman punya sekitar 100 pengawal yang senantiasa mendampingi setiap kali keluarga kerajaan menjalani liburan mewah. Pengawal-pengawal tersebut juga pernah terlihat di Erga Palace.

Majalah Time melaporkan bahwa Raja Salman membangun penjara pribadi khusus untuk para pangeran yang nakal dan putri yang selalu boros dan kerap lalai membayar tagihan mereka.

Begitu. Selow aja kau, Gellok.[jo]

- Advertisement -

Berita Terkini