SMAN 3 Medan Usai Laksanakan UNBK

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Laporan: Dhabit Barkah Siregar
MudaNews.com, Medan (Sumut) – Pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) tahap Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat di Medan hari ini memasuki masa terakhir. Kini, para siswa telah bersiap-siap menunggu hasil ujiannya.

Seperti halnya pada Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 3 Medan yang juga turut melaksanakan UNBK. Ada sekitar 757 siswa dan siswi yang mengikuti ujian tersebut.

Diketahui, dalam pelaksanaannya, UNBK dilaksanakan menggunakan perangkat komputer/laptop lengkap dengan fasilitas internet. Untuk melaksanakannya, Pemerintah Pusat melalui Pemerintah Daerah (Pemda) mengimbau agar memenuhi perangkat tersebut. Namun, sangatlah tidak mungkin bagi Pemda untuk memenuhi semua itu. Sebab jumlah keseluruhan sekolah yang ada di Sumatera Utara (Sumut), khususnya di Medan mencapai ratusan.Bayangkan berapa banyak anggaran yang akan dikeluarkan Pemda.

Pun begitu, SMAN 3 Medan tetap melaksanakan UNBK. Meski tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah, pihak sekolah berinisiatif untuk tetap melaksanakan dengan meminjam laptop milik para siswa.

Saat dikonfirmasi, Wakil Kepala Sekolah (Wakepsek) SMAN 3 Medan Bidang Kesiswaan, Adi Wijayadi mengatakan, pihaknya sebelumnya memiliki 56 unit komputer. Jumlah tersebut sangatlah jauh dari kebutuhan jika ditotal dari seluruh jumlah siswa. Untuk itu, pihaknya mensiasati dengan meminjam laptop milik siswa yang berjumlah 225 unit.

“Ya kalau dari pertama kita, kesulitan kita dari sarana. Sebab sarananya itu terbatas. Kalau tahun lalu kan’, serentak semua ujiannya. Kalau sarana menyiapkan jaringan internet. Tapi, karena keterbatasan sarana, prosesnya agak lama,” terang Adi di ruangannya, Gedung SMAN 3 Medan, Jalan Budi Kemasyarakatan No 3, Kelurahan Pulo Brayan Kota, Medan Barat, Kamis (13/4) sore.

Lebih lanjut dikatakan Adi, dalam pelaksanaannya, sekolah mensiagakan 280 unit, tetapi hanya 250 unit yang digunakan dalam setiap gelombang ujian. Ujian dilakukan dalam tiga sesi. Sesi pertama dilaksanakan pada pukul 08.00-10.00 WIB, selanjutnya pukul 10.00-12.30 WIB dan terakhir pada pukul 14.00-16.00 WIB.

“Hampir tidak ada kendala. Karena yang menjadi masalah itu hanya listrik padam. Jadi kepala sekolah menyiapkan genset,” cetusnya.

Menurut Adi, pelaksanaan UNBK dari yang sebelumnya, seperti Ujian Akhir Nasional (UAN) atau Ujian Nasional (UN) tidaklah jauh berbeda.

“Perbedaannya hanya dipelaksanaanya saja. Kalau dulu dikerjakan secara manual. Kalau yang sekarang, kita harus mempersiapkan komputer atau laptop. Untung saja, siswa kita bersedia meminjamkan laptopnya untuk pelaksanaan ujian,” tandasnya.

Sementara itu, Akademisi Sosial Politik Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Shohibul Anshor Siregar mengatakan, pemerintah terkesan memaksakan pelaksanaan ujian itu. Sebab, ketersediaan unit di setiap sekolah belum memadai.

Lanjutnya, negara terkesan hanya melihat keberhasilan dalam skup besarnya saja. Namun tidak melihat kendala apa yang akan dihadapi dalam pelaksanaanya.

“Negara secara filosofis mestinya meletakkan dasar berazas prioritas. Mestinya Indonesia hari ini memporsir seluruh tenaga untuk sebaik-baiknya memberi pengajaran (mendidik) siswa maupun mahasiswa, ketimbang menguji. Itu akan membawa dampak terhadap mobilisasi kekuatan bangsa dan negara untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia dalam menjawab tantangan globalisasi. Berdasarkan pertimbangan itu, mestinya ujian itu adalah sesuatu yang boleh ada boleh tidak. Dan sudah terbukti Indonesia tidak akan pernah mampu melakukannya, karena integritas apratur yang bermasalah. Selama masa penerapan UAN/UN, soal dan jawaban soal adalah komoditi yang diperdagangkan di antara sesama mereka. Meskipun begitu UAN/UN tetap diragukan walaupun semua tahu bahwa jawaban soal di sekolah digotong-royongkan ala Indonesia,” jelasnya.

Terakhir, Shohibul menjelaskan, “kini tiba saatnya UNBK, jika dijalankan secara murni rasa-rasanya uang Indonesia tidak cukup untuk membiayai perangkat yang diperlukan untuk melaksanakannya. Mulai dari laptop/komputer, jaringan internet, belum lagi fakta listrik yang harus mati-mati. Jika semua itu dibebankan kepada daerah, maka rasa-rasanya daerah pun wajib tumpur,” tutupnya.[rd]

- Advertisement -

Berita Terkini