Kasus Penipuan ‘Arisan Online’ di Binjai, Pakar Hukum Pidana: Keadilan Bagi Korban Menjadi Tanggung Jawab Kepolisian

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Kasus dugaan penipuan modus ‘Arisan online’ yang diduga melibatkan oknum Bhayangkari Polres Binjai berinisial, SA Br S. Para korban sudah melaporkan kasus tersebut semenjak 6 bulan lalu. Laporan itu, alhasil naik statusnya menjadi ke tahap penyidikan.

SA Br S (Telapor) dilaporkan terkait UU IT dan dugaan kasus penipuan dan penggelapan dalam transaksi elektronik (arisan online) berdasarkan laporan salah seorang korbannya bernama Juni Lestari Bangun dengan Nomor Laporan: LP/B/816/XII/2021/SPKT/POLRES BINJAI/POLDA SUMATERA UTARA pada tanggal 13 Desember 2021 lalu.

Kasus pelaporan tersebut sudah naik ke tahap penyidikan dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) juga sudah sampai kepada Penyidik Kejari Binjai.

Soal kasus Terlapor adalah oknum bhayangkari yang menjadi ketua ‘Arisan Online’, banyak korban tidak terima dananya sementara sudah sesuai nomor, dan ada group arisan yang diduga dibuat menjebak anggota, dengan peserta hanya korban saja dengan peserta lain fiktif, dan harta kekayaannya (terlapor) diduga sudah ada yang sengaja dialihkan namakan ke orang lain, diduga agar tidak tagih anggota.

Menanggapi itu, Pakar Hukum Pidana Universitas Panca Budi (Unpab) Medan Dr Redyanto Sidi SH MH menegaskan pihak penegak hukum untuk segera menindaklanjuti laporan itu, tidak ada yang beda di mata hukum, walaupun dia istri oknum.

“Saya kira di negara kita semua sama dihadapan hukum,” kata Redyanto saat dimintai tanggapan wartawan di Medan, Selasa (12/4/2022).

Dosen Pascasarjana Magister Ilmu Hukum (MIH) UNPAB itu memaparkan persoalan kasus itu diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), dengan rumusan pasal sebagai berikut: “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”

“Justru ini lah menunjukkan dugaan mens rea nya (sikap batin pelaku ketika melakukan tindak pidana-red), dapat juga dengan UU ITE,” ujarnya.

Walaupun demikian, sebutnya, UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan: “Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.” Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sesuai pengaturan Pasal 45 ayat (2) UU ITE.

Ia berharap Polres Binjai segera melakukan penyidikan kasus ini. “Saya kira ini kan kewajiban penegak hukum, maka keadilan bagi korban menjadi tanggung jawab kepolisian,” tegas Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Humaniora itu.

Oleh sebab itu, Redyanto menghimbau agar masyarakat jangan tergiur dengan hal demikian, lebih baik di tempat yang jelas legalitas nya sehingga ada jaminan hukum atas simpanannya. “Sehingga terhindar dari penipuan,” pungkas Ketua Prodi MHKes UNPAB itu. (Arda)

- Advertisement -

Berita Terkini