Penjualan Pakaian dan Alas Kaki Anjlok, Tertekan oleh Gangguan Daya Beli dan Inflasi

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Memasuki tahun 2023, sejumlah pedagang pakaian dan alas kaki pada mulanya sangat yakin bahwa barang dagangan mereka akan laris manis di tahun ini, khususnya saat Ramadan dan Idul Fitri. Sikap optimis itu muncul karena pemerintah sudah tidak memberlakukan PPKM lagi di tahun 2023. Namun dari hasil observasi yang saya lakukan menunjukan hasil diluar harapan pedagang.

Hal itu dikatakan Pengamat Ekonomi Gunawan Benjamin di Medan, Sumatera Utara, Senin (24/4/2023).

“Apa yang menjadi harapan sejumlah pedagang tersebut sangat jauh berbeda dengan realitas yang mereka dapatkan. Penjualan sejumlah kebutuhan sandang yang biasanya mengalami kenaikan sebulan sebelum Ramadan, justru di tahun ini baru terlihat adanya kenaikan penjualan dua Minggu sebelum lebaran atau Idul Fitri,” ujarnya.

Benjamin menambahkan, jika ditotalkan awal Ramadan hingga malam Idul Fitri (Jumat malam), terjadi penurunan secara rill sekitar 30% untuk kebutuhan sandang. Namun jika menghitung secara nominal dengan memasukan faktor perubahan harga atau inflasi, terjadi penurunan penjualan berkisar 25% di tahun ini. Dimana dari penjualan pakaian dan alas kaki, masyarakat masih memprioritaskan pengeluaran untuk sepatu maupun sandal dibandingkan dengan pakaian.

“Namun, jika melihat perubahan penjualan sejak awal tahun (Januari hingga sebelum Ramadan), dibandingkan dengan periode yang sama dengan tahun sebelumnya. Maka penjualan secara ril mengalami penurunan di kisaran 30%. Hal ini sejalan dengan perhitungan saya terkait dengan indeks keyakinan konsumen di awal tahun yang sebesar 87.3 untuk wilayah Sumut. Besaran indeks tersebut di bawah 100, yang mengindikasikan adanya kontraksi pada belanja masyarakat di awal tahun ini,” jelas Benjamin.

Lanjut Benjamin, tentunya minat belanja masyarakat setelah lebaran tahun ini terbuka lebar untuk mengalami penurunan. Belanja masyarakat di bulan Mei akan lebih diprioritaskan untuk kebutuhan sekolah. Jadi minat belanja yang masih terlihat di bulan Mei, lebih merupakan kewajiban masing masing rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan tahun ajaran baru. Semestinya tidak dikaitkan dengan pola konsumsi yang menunjukan adanya geliat daya beli yang mumpuni.

“Sementara itu, gambaran penjualan di hari normal (diluar Ramadhan dan Idul Fitri) pada tahun 2023, seharusnya bisa dijadikan sebagai tolak ukur dalam melihat penjualan eceran hingga November nanti. Inflasi harus bisa ditekan untuk memperbaiki daya beli. Namun tantangan penjualan eceran di tahun ini akan lebih rumit dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Mengingat inflasi masih menghantui, sementara harga komoditas unggulan Sumut berpeluang untuk terkoreksi,” kata Benjamin.

Terakhir, kata Benjamin, harga komoditas akan menjadi cerminan bagaimana perubahan pendapatan masyarakat nantinya. Jadi tugas pemerintah saat ini tidak lagi hanya berkutat pada inflasi saja. Namun inflasi yang dibarengi dengan gangguan penurunan daya beli, ini bukan suatu hal yang mudah untuk dikendalikan secara bersamaan. Karena saat ini kita berhadapan dengan inflasi yang dipicu oleh kenaikan biaya produksi, atau disebut dengan cost push inflation. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini