BI akan Terbitkan Rupiah Digital, Tidak Bisa Disamakan dengan Kripto Apalagi Diberi Label Haram

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Sejak kripto muncul dan menjadi perbincangan banyak masyarakat, dan banyak pula yang turut memperjual belikannya. Beberapa dari mereka yang menawarkan kripto ke saya, menyatakan bahwa kripto ini sebagai mata uang digital.

Hal itu dikatakan Pengamat Ekonomi Gunawan Benjamin di Medan, Sumatera Utara, Kamis (1/12/2022).

“Dan kedepan mata uang kripto (merek tertentu) ini akan menjadi mata uang Internasional. Sehingga diklaim akan jadi mata uang yang menggantikan mata uang yang beredar di banyak Negara termasuk Indonesia,” kata Benjamin.

Dikatakan Benjamin, bagi sebagian orang yang awam dengan uang digital, berpeluang sangat mudah ditanamkan klaim seperti itu. Sayangnya istilah uang digital ini juga menjadi suatu hal yang baru ditengah masyarakat kita. Sehingga akan ada banyak orang yang mudah percaya dengan klaim seperti itu.

“Padahal saya berpendapat kripto itu sebagai komoditas investasi atau bahkan komoditas spekulasi bagi sebagian orang, bukan bertindak sebagai uang digital resmi,” kata Benjamin.

“Nah kalau ditanya bedanya dimana? mudah mudahan sebagian pemahaman saya ini bisa bermanfaat untuk mengedukasi kita semua. Ilustrasi sederhana yang bisa saya jelaskan begini. Misalkan ada seorang pengusaha yang akan membangun pabrik, membutuhkan rupiah (baik dalam bentuk kertas atau digital) sebagai modal untuk membangun pabriknya,” tambahnya.

Lanjut Benjamin, BI yang menerbitkan atau mencetak uangnya, lantas distribusinya dilakukan lewat Bank umum. Nah, pengusaha tadi meminjam uang ke Bank umum. Lantas dengan uang tersebut pabrik dibangun, pengusaha menciptakan lapangan kerja, sehingga pengangguran turun, ekonomi berputar dan kemiskinan bisa ditekan.

“Disaat kemiskinan turun, maka kriminalitas bisa berkurang sehingga tatanan sosial ekonomi masyarakat berjalan dengan baik. Jadi uang hadir sebagai pendorong kegiatan ekonomi. Dan kripto tidak bisa melakukan hal yang serupa dengan uang rupiah tadi. Bahkan sampai saat ini, ada aset kripto yang masih menjadi misteri, yaitu kita tidak tahu siapa yang menerbitkan kripto tersebut,” ujarnya.

Menurutnya, tentunya suatu hal yang konyol kalau kita menggantungkan kedaulatan Negara dengan menggunakan alat pembayaran kripto. Karena saat rupiah dicetak atau diterbitkan, ada otoritas bernama Bank Indonesia yang bertanggung jawab. Jadi bayangkan kalau seandainya kita semua menaruh asset dalam kripto. Memperjual belikannya, atau menjadikannya sebagai alat pembayaran.

“Tiba tiba kita dihadapkan dengan ancaman resesi 2023 atau kita dihadapkan pada inflasi tinggi seperti saat ini. Tentunya dengan aset kripto tidak bisa melakukan pengendalian inflasi, mengatur jumlah uang yang beredar atau hal hal lain yang dibutuhkan untuk kembali mendudukkan kondisi ekonomi dalam posisi yang stabil. Terlepas dari masalah legalitas kripto di suatu Negara tentunya,” kata Benjamin.

Jadi sangat jelas, sambung Benjamin, tidak bisa disamakan sama sekali. Kalau MUI telah menetapkan fatwa haram bagi aset kripto sebagai mata uang karena ada unsur gharar, dharar dan qimar. Dan jangan juga menyamakan bahwa Rupiah digital juga haram.

“Ini pemahaman yang keliru, karena selalu menyamakan istilah mata uang kripto (cryptocurrency) dengan mata uang (digital) yang sah yang berlaku di suatu Negara. Rupiah digital itu sama aja dengan uang kertas/logam, hanya beda bentuk saja,” pungkas Benjamin. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini