Berikut Alasan Mengapa Inflasi Tidak Naik Tinggi Sekalipun Harga BBM Dinaikkan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Dampak kenaikan harga BBM pada awal bulan September terhadap pembentukan inflasi sudah reda. Dari hasil pantauan terhadap sejumlah harga kebutuhan masyarakat belakangan ini, memang beberapa komoditas pangan tertentu seperti cabai mengalami penurunan.

“Sementara sejumlah produk makanan atau minuman serta kebutuhan rumah tangga (deterjen, sabun dll) yang dihasilkan dari olahan industri, banyak yang tidak menyesuaikan harga (naik),” kata Pengamat Ekonomi Gunawan Benjamin, di Medan, Sumut, Selasa (1/11/2022).

“Dari hasil pantauan saya sendiri, terdapat beberapa kebutuhan dapur seperti kecap sachet yang mengalami penurunan isi atau kuantitas sebanyak 5% (dari 20 ml menjadi 19 ml). Sementara itu, untuk sejumlah produk lainnya seperti pengharum pakaian sachet, yang tidak mengalami kenaikan harga, namun terindikasi melakukan pemotongan bonus penjualan,” imbuhnya.

Benjamin mengungkapkan, kalau sebelumnya dalam satu renteng pengharum pakaian sachet tersebut selalu tersedia satu sachet sebagai hadiah bagi pengecer. Namun, saat ini hadiah tersebut sudah ditiadakan. Dan bukan hanya pengharum pakaian saja, pedagang juga mengeluhkan produk kopi sachet juga menghilangkan bonus bagi penjual. Dan semuanya dilakukan untuk mempertahankan harga.

“Termasuk juga sejumlah produk makanan atau jajanan kemasan anak anak, diklaim isinya mengalami penurunan oleh konsumennya. Dan masih ada banyak lagi contoh lain dimana pelaku industri baik itu industri rumahan hingga industri besar, yang melakukan strategi dengan mengurangi kualitas maupun kuantitas, agar harga jual produk tetap mampu menopang penjualan,” ujarnya.

Dikatakan Benjamin, jika hanya patokan harga yang dijadikan sebagai acuan, maka sejumlah produk tersebut tentunya seakan tidak menyumbang inflasi. Tetapi saya menilai, masyarakat mengeluarkan jumlah uang yang sama untuk value (nilai) barang yang menurun. Jadi ada penurunan kualitas hidup dari sisi ekonomi masyarakat. Dengan kata lain, harga barang memang stabil tetapi masyarakat tetap saja dipaksa untuk irit.

“Sehingga besaran inflasi yang cukup terkendali setelah kenaikan harga BBM belakangan ini menyisahkan sebuah paradoks. Nah sejumlah wilayah di Indonesia salah satunya SUMUT diperkirakan akan merealisasikan deflasi di oktober ini. Penurunan harga pada komoditas pangan khususnya cabai menjadi salah satu motornya,” ujarnya.

Namun, sambungnya, Indonesia maupun sejumlah wilayah lain yang tengah berupaya untuk meredam gejolak inflasi bisa terjebak dalam kebijakan yang justru menurunkan kualitas hidup masyarakat. Misal dengan menambah luas areal tanaman pangan yang jelas berpotensi membuat petani merugi.

“Kebijakan dengan pendekatan excess supply tersebut memang bisa meredam harga tetapi bisa mencederai para petani. Jika pendekatan ini diambil sebaiknya diikuti dengan pengendalian stok. Agar harga di tingkat petani tetap terkendali,” kata dia.

Sementara di sisi lain, ujarnya, banyak pelaku industri yang mengkuatirkan terjadinya penurunan permintaan (decrease in demand) yang disiasati dengan pengendalian mutu dan kuantitas serta harga (stabil). Dimana hal tersebut juga akan membuat inflasi tidak naik. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini