Benarkah Berkuda dan Memanah Olahraga Teroris?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Sungguh kita dikejutkan dengan sebuah pernyataan (statement) dari seorang polisi berpangkat Inspektur Jenderal Polisi (Irjen Pol) yang menjadi Pimpinan Poldasu yang mengatakan bahwa berkuda dan memanah adalah olahraga teroris. Perkataan itu, entah bernilai analogis atau kode sindiran pada satu golongan agama tertentu, menjadi konsumsi publik setelah mengudara di beberapa media online dan sebagaimana tercatut dalam halaman utama Harian Analisa, Selasa, (19/11/2019).

Perlu kita tegaskan bahwa, kita sangat mengapresiasi atas kinerja Densus 88 Mabes Polri dan Poldasu telah berhasil membongkar sekelompok teroris di Sumut ini, dan itu pun jika benar-benar memang teroris yang ingin menghancurkan bangsa dan negara ini. Akan tetapi, apakah maksud dan tujuan Beliau atas statemennya sebagaimana yang kita sebutkan di atas?

Pastinya, hanya Beliau dan Tuhanlah yang mengetahui secara pasti. Saya secara pribadi tidak mau menduga-duga. Akan tetapi, benar juga yang dikatakan oleh seorang Anggota DPR Komisi III Habib Aboe Bakar Al-Hasby sebagaimana dilansir RMOL.ID, Rabu (20/11/2019), Pimpinan Poldasu jangan menggeneralisir berkuda dan memanah adalah olahraga teroris.

Dalam kesempatan ini, saya tidak ingin memperdebatkan statemen itu sehingga menimbulkan kontroversi dikalangan kelompok yang merasa tersinggung dengan statement itu. Di sini saya hanya mencoba meluruskan bahwa berkuda dan memanah bukanlah olahraga teroris serta jangan dijadikan kode sindiran atau juga jangan dijadikan analogis untuk menggambarkan kegiatan-kegiatan teroris.

Mengapa demikian, karena hal itu bisa memicu konflik yang memancing emosional kaum Muslim karena perkataan olahraga berkuda dan memanah terdapat dalam literatur yang sangat otoritatif dalam Hadits Rasulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Bunyi haditsnya dalam bahasa kita demikian; “Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang, dan memanah.”

Nah, dalam hadits tersebut Rasulullah SAW sangat menganjurkan berolahraga berkuda, berenang dan memanah. Hadits tersebut sudah biasa didengar oleh umat Islam. Dan anjuran itu sangat banyak yang melaksanakannya. Apakah untuk menjadi teroris atau itu olahraga teroris?

Jawabannya tidak sama sekali. Maksud anjuran Rasulullah SAW supaya menjalankan olahraga itu bukan untuk menjadi teroris. Tapi ada maksud dan tujuan baik dalam olahraga itu sebagaimana olahraga-olahraga yang lainnya. Ah, saya tidak akan membahasnya versi pemahaman agama yang saya percayai, ada kekhawatiran atau tuduhan bahwa saya tidak objektif dalam pembahasan ini. Baiklah, akan saya bahas dalam versi yang umum saja supaya dapat diterima dalam setiap golongan berbeda agama.

Jika kita tarik dalam sejarah, berkuda sudah menjadi tradisi dan bahkan berkuda sudah menjadi biasa pada zaman dahulu kala. Jauh sebelum Muhammad Rasulullah SAW lahir. Berkuda bukan hanya dijadikan sebagai kendaraan untuk berperang, tapi kuda dahulu kala dijadikan alat untuk mengangkut barang-barang atau hasil-hasil pertanian. Setelah, mengalami revolusi industri, peran hewan-hewan kuat untuk mengangkut barang atau manusia diganti menjadi mesin. Begitu selanjutnya hingga sekarang.

Apakah berkuda tetap hilang? Jawabannya tidak. Berkuda jika kita kaji dari segi keolahragaan, berkuda menjadi salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan. Lantas, dapatkan kita katakan yang berolahraga kuda itu adalah teroris? Tentunya tidak. Berkuda bukanlah olahraga teroris. Jadi, jangan dikatakan atau digeneralisasikan. Jadikan dijadikan berkuda menjadi simbol analogis atau sindiran untuk menyudutkan satu kelompok agama atau golongan.

Selanjutnya terkait memanah, hal ini tidak jauh berbeda dengan apa yang kita jelaskan di atas. Berkuda memang dijadikan kendaraan berperang, tapi bukan seperti terorisme. Bukan berperang tapi juga mengangkat barang dalam ukuran banyak dan berat. Nah, memanah juga begitu, jika kuda ditunggangi tapi panah dijadikan alat melindungi diri atau menyerang musuh. Itu jika diibaratkan sama dengan senjata-senjata yang pegang oleh orang-orang tertentu. Katakan itu para aparat militer dan kepolisian. Apakah semua memakai panah dahulu? Tidak. Tidak semua bisa memakai panah, dia butuh latihan serius. Begitu juga dengan senjata yang dipakai aparat hari ini. Apakah bebas untuk setiap orang? Oh tidak. Apakah setiap mereka langsung bisa menggunakannya tanpa latihan menembak? Oh tentunya tidak juga. Butuh latihan yang serius supaya esok hari bisa menembak buron dan penjahat secara tepat dan cepat. Jangan sampai salah tempat dan tidak bisa menembak.

Dan segi olahraganya, sampai saat ini olahraga panah menjadi salah satu cabang olahraga yang banyak diminati orang-orang. Bahkan Indonesia menjadi Juara III Dunia Turnamen Panahan Tradisional tahun 2018, yang dibawakan oleh Sabdurrahman. Apakah Sabdurrahman dkk dapat dikatakan teroris karena sering latihan atau berolahraga memang? Oh tentu tidak. Mereka bukan teroris. Mereka anak-anak bangsa yang menaikkan harkat dan martabat bangsa dari segi olahraga memanah. Jadi memanah bukan olahraga teroris. Camkan itu!

Jika lagi-lagi berkuda dan memanah dikatakan atau dijadikan simbol olahraga teroris, berarti Perkumpulan Olahraga Panahan Berkuda Indonesia (KPBI) dapat dikatakan perkumpulan atau organisasi teroris. Apakah demikian? Oh tidak. KPBI adalah perkumpulan anak-anak bangsa yang hobi olahraga memanah dan berkuda. Dan KPBI harus terus dirawat dan dijaga agar melahirkan atlet-atlet yang berprestasi sehingga membanggakan atau juara di mata dunia.

Sekarang jelas bahwa, berkuda dan memanah bukanlah olahraga teroris. Jadi yang menuduh atau yang mengatakan berkuda dan memanah adalah olahraga teroris harus kembali menarik kata-katanya dan kedepannya memilih diksi yang tepat dalam menangani kasus teroris. Jangan mengambil diksi atau terminologi yang menyudutkan salah satu golongan atau agama. Baik itu diksi yang bersifat, analogis, majas dan apa pun jenisnya.

Semoga kita tetap bisa menjaga persatuan dan kesatuan dalam berbangsa serta bernegara. Potensi-potensi yang menimbulkan konflik horizontal antar masyarakat harus secepatnya di hindari. Menjaga persatuan dan kesatuan adalah kewajiban kita bersama. Ajaran-ajaran agama harus kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Jangan mau terprovokasi dengan orang yang membenci agama dan Pancasila.

Penulis: Ibnu Arsib (Instruktur HMI dan Penggiat Literasi di Sumut)

- Advertisement -

Berita Terkini