Penyelenggara Pemilu Harus Progresif

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Nafas Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 bertambah lega saat kemarin, Selasa, 12 April 2022, Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik dua lembaga penyelenggara Pemilu, yaitu Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia dan Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia periode 2022-2027.

Kita katakan “bertambah lega” karena beberapa hari sebelumnya Presiden Jokowi menegaskan juga bahwa Pemilu 2024 akan tetap dijalankan. Dua tindakan Presiden tersebut menjawab atas keresahan dan kecurigaan adanya wacana penundaan Pemilu dan memperpanjang masa jabatan menjadi 3 (tiga) periode. Dengan dilantiknya penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) oleh Presiden Jokowi, hal ini menjadi harapan baru menyambut Pemilu 2024.

Wacana-wacana penundaan Pemilu 2024 dan penambahan periode Presiden Jokowi mulai saat ini harus dikubur. Tidak boleh ada lagi yang mewacanakan dan menggiring isu terhadap dua hal sebagaimana yang diwacanakan sebelumnya oleh beberapa Menteri dan petinggi Partai Politik (Parpol) dan penggalangan kepala-kepala desa untuk menyuarakannya.

Jika masih ada yang mewacanakan hal tersebut, jika itu menteri maka harus dicopot dari jabatannya, jika itu petinggi parpol, maka kita sebagai rakyat harus mengenali dan tidak akan memilihnya lagi di dalam Pemilu karena telah meresahkan rakyat, bila perlu partainya dibubarkan, jika itu berasal dari kepala desa, maka kepala desa tersebut harus diturunkan.Pejabat-pejabat publik setingkat menteri dan pejabat publik lainnya harus fokus pada pekerjaannya untuk mengurusi keadaan atau kondisi negara saat ini yang tidak baik-baik saja. Pemerintah harus fokus mengatasi masalah ekonomi saat ini, dan mencari solusi kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM), dan bahan pokok (minyak goren) yang langka. Serta fokus bekerja untuk melayani rakyat. Soal Pemilu, dengan dilantiknya Komisoner KPU dan Bawaslu Periode 2022-2027, maka biarkanlah mereka bekerja untuk mensukseskan Pemilu 2024 yang sudah mulai memasuki tahap yang begitu sibuk dan padat.

Harus Progresif

Tahapan Pemilu 2024 tinggal beberapa hari lagi, sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu anggota KPU RI Hasyim Asy’ari setelah pelantikan kepada publik lewat salah satu media massa online. Sedangkan pemungutan suara jatuh pada 14 Februari 2024, kemudian Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak seluruh Indonesia pada November 2024. Waktu yang sangat sempit ini untuk melakukan seluruh tahapan sampai hari penghitungan suara, penyelenggara, baik KPU dan Bawaslu harus bekerja lebih ekstra dan progresif.

Hal yang paling urgensi adalah bagaimana secapatnya KPU dan Bawaslu menyusun dan mengesahkan Peraturan KPU (PKPU) dan Peraturan Bawaslu (Perwabaslu). Apa sebab penyelenggara harus progresif? Tidak lain dan tidak bukan penyelenggara harus menyusun rencana ke depan (Pemilu 2024 dan Pilkada 2024) bagaimana standar dan tata laksana penyelenggaraan oleh KPU dan pengawasan oleh Bawaslu dilakukan dan diperbaiki. Tentunya apa yang selama ini menjadi kekurangan dan permasalahan harus segera dibenahi mengingat suhu Pemilu 2024 dan Pilkada serentak berbeda dengan yang sebelumnya.

Penyelenggara harus lebih progresif menyelenggarakan demokrasi rakyat melalui Pemilu yang selama ini kita kenal dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Melaksanakan tujuan Pemilu berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 2017, Bab 2 Pasal 4 yaitu Pengaturan Penyelenggaraan pemilu bertujuan untuk memperkuat sistem ketatanegaraan yang demokratis; mewujudkan pemilu yang adil dan berintegritas; menjamin konsistensi pengaturan sistem pemilu; memberikan kepastian hukum dan mencegah duplikasi dalam pelanggaran pemilu; dan mewujudkan pemilu yang efektif dan efisien.

Pengalaman-pengalaman Pemilu sebelumnya yang mejadi kendala dalam mensukseskan pesta demokrasi (Pemilu) harus segera dievaluasi dan diperbaiki sehingga tidak lagi menimbulkan kekisruhan dan dugaan kecurangan, terlebih-lebih masih maraknya politik uang (money politic). Penyelenggara harus fair terhadap seluruh peserta pemilu sehingga tidak ada yang terdiskriminasi.

Tentang politik uang (money politic) yang masih menjamur dan membudaya di dalam pelaksanaan Pemilu atau pun Pilkada harus benar-benar ditumpas dengan pengawasan yang benar-benar ketat dan serius. Pengawas (dalam hal ini seperti Bawaslu) harus bergerak secara progresif, bukan hanya sekedar formalitas mengawasi. KPU dan Bawaslu harus benar-benar memberantas politik uang agar tidak menciderai tujuan pemilu dan kualitas demokrasi kita. Sebagai penyelenggara tentunya harus terus mengedukasi masyarakat agar menolak politik uang, bahkan menurut saya perlu dibentuk satuan tugas (satgas) atau sekelompok intelijen untuk menangkap pelaku politik uang. PKPU harus mengevaluasi aturan politik uang yang selama ini tidak efesien.

Penyelenggara tidak hanya berperan dalam memberantas politik uang, akan tetapi secara progresif juga harus mampu menghilangkan politik identitas dengan memperingkatkan seluruh peserta politik agar tidak melakukannya. Jika terjadi perbuatan politik identitas yang memecah-belah dan membuat rakyat gaduh, KPU harus berani mendiskualifikasi dari Pemilu atau Pilkada. Saya pikir hal ini perlu dipertegas dalam aturan penyelenggara.

Selanjutnya, regulasi penyelenggara dalam Pemilu dan Pilkada serentak 2024 harus mengatur secara tegas terkait penggunaan alat teknologi informasi. Tidak dapat kita pungkiri bahwa tidak sedikit permasalahan bersumber dari informasi-informasi yang diproduksi dan dikonsumsi lewat alat teknologi informasi. Bahkan tidak jarang berita-berita bohong (hoaks) yang diedarkan lewat alat-alat teknologi informasi membuat suhu Pemilu mamanas, kacau bahkan terjadi bentrok. Hal-hal yang berhubungan dengan teknologi harus benar-benar diperhatikan oleh penyelenggara.

Pemilu 2024 tentunya memiliki potensi permasalahan yang akan terjadi, seperti yang pernah disampaikan oleh mantan anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar (Republika.co.id), misalnya permasalahan banyak kotak suara (Presiden-Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota), banyaknya pelaksana tugas (plt) atau penjabat sementara (pjs) Kepala Daerah. Selain itu, waktu tahapan yang sangat singkat menuju hari pemungutan suara menjadi potensi adanya permasalahan.

Untuk itu, dan kita yakin sekali para komisioner yang baru dilantik telah memikirkan hal ini, sebagaimana ungkapan dalam pernyataan beberapa anggota KPU dan Bawaslu yang disampaikan kepada media. Pengalaman mereka selama ini dalam dunia penyelenggaran dapat menjadi bekal awal, tentunya juga membutuhkan kerja sama yang baik dan kolaborasi dengan pemerintah, parpol, dan juga masyarakat luas.

Penutup

Tentu dengan tegas kita nyatakan bahwa, kita tidak ingin Pemilu 2024 ditunda dikarenakan alasan-alasan teknis. Penyelenggara harus progresif dan bekerja ekstra dan independen dalam menjalankan amanah yang telah diamanahkan oleh konstitusi untuk menyelenggarakan Pemilu. Pemerintahan (eksekutif dan legisltif) harus mendukung penuh agar terwujudkan kelancaran pemilu.

Kepada segenap komisioner KPU RI dan komisioner Bawaslu RI periode 2022-2027 yang baru saja dilantik, kita mengharapkan dapat menjalankan amanah dan menumbuhkan rasa kepercayaan demokrasi rakyat. Besar harapan rakyat bahwa KPU dan Bawaslu menjaga independensinya untuk tetap menyelenggarakannya serta berkomitmen untuk memerangi politik uang (money politic) yang selama ini telah merusak-rusak etika dan moral demokrasi bangsa Indonesia. KPU dan Bawaslu harus terus berupaya untuk mewujudkan budaya Pemilu yang berintegritas serta bermoral.

Selamat dan semangat menjalankan amanah…!!!*

Oleh: Ibnu Arsib (Mahasiswa FH UISU Medan dan Kader HMI Cabang Medan).

Catatan: Artikel ini telah diterbitkan di Kolom Opini, Koran Harian Analisa. Edisi: Selasa, 19 April 2022. Dengan nama asli penulis.

- Advertisement -

Berita Terkini