Membedah Karya Seniman Lekra 

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Oleh : Supriyanto Martosuwito

MUDANEWS.COM – Media ibukota terbitan kemarin dihebohkan dengan penemuan relief patung di ruang tersembunyi di gedung perbelanjaan Sarinah, Jakarta Pusat. Patung relief berukuran 3 x 12 meter di Sarinah menampilkan para penjaja dan pelapak yang melambangkan perjuangan rakyat kecil mencari nafkah..

“Jelas itu karya seniman Lekra!” kata KP Hardi Danuwijoyo, 69, maestro lukis dan kritikus seni yang paham sejarah senirupa Indonesia. “Itu karya dosen saya dulu,” tambah seniman lulusan ASRI Yogyakarta ini.

Patung relief itu dibuat Kelompok Seniman Yogyakarta (1962-1966) yakni Edhi Sunarso, Hariadi S dan Trubus Sudarsono, jelas Hardi.

Lekra, Lembaga Kebudayaan rakyat didirikan didirikan atas inisiatif Nyoto, MS Ashar dan Dharta di tahun 1950 sebagai organisasi kebudayaan kelompok sayap kiri Indonesia. Di dalamnya ada Pramoedya Ananta Toer (sastrawan), Sudharnoto (musisi) , Bactiar Siagian (sutradra film) Sudjojono, Affandi, Hendra Gunawan, Djoko Pekik dan Henk Ngantung (pelukis), Amrus Nataksya (pematung), dll.

Konsep kesenian Lekra berangkat dari realisme sosialis. Mereka menampilkan seni seni yang menggambarkan ujud rakyat, pikiran rakyat dan dapat dinikmati rakyat.

Mereka yang menggarap patung relief di Sarinah juga tergabung dalam apa yang disebut sebagai “Sanggar Pelukis Rakyat”.

Masa itu semua kekuatan politik besar punya lembaga seni sendiri. Misalnya Lesbumi (Lembaga Bidayawan Muslim – di bawah NU), Lekrindo (Lembaga kebudauan Kristen indonesia), LKIK (Lembaga Kebudayaan Indonesia Katolik) dan LKN (Lembaga Kebudayaan Nasional), serta Lekra di bawah naungan PKI.

Karya seni yang disembunyikan di ruang mesin di gedung Sarinah itu merupakan simbol keberpihakan kepada ekonomi kerakyatan – semangat para pendiri bangsa ini.

Temuan di gedung Sarinah tersebut kondisinya mengenaskan – padahal memiliki nilai seni dan sejarah yang tinggi dan pesan yang kuat. Warisan relief itu menggambarkan kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia sebelum merdeka.

Menilik pembuatannya sudah menggunakan teknologi pengecoran panel tunggal modern.

“Patung itu sudah selesai di tahun 1966. Pesanan khusus Bung Karno. Tapi ‘kan keburu ada peristiwa 65. Jadi ya nggak sempat dipasang,” komentar KP Hardi dalam obrolan via telepon siang kemarin.

Peninggalan karya seni bersejarah itu terbengkalai hingga 50 tahun lamanya. Relief itu dibuat sebagai pendukung semangat revolusi yang dikobarkan Bung Karno.

KP Hardi menjelaskan, patung yang disembunyikan di toserba Sarinah merupakan babak akhir dari rentetan karya seni bertema kerakyatan yang diorder Bung Karno – namun tak terpasang – karena keburu meletus peristiwa G30S/PKI.

Saat dibangun di tahun 1963 Gedung Sarinah menjadi gedung perbelanjaan paling modern pada masanya – digagas Bung Karno sebagai perwujudan modernisasi dan mercusuar kebangkitan ekonomi bangsa yang unggul yang berpihak pada ekonomi rakyat – yang pada hari ini disebut UMKM.

Bersama sama dengan patung yang disembunyikan di gedung Sarinah dibuat patung “Selamat Datang” di bundaran HI, juga patung “Pembebasan Irian Barat” di Lapangan Banteng dan patung tugu Pancoran.

Menurut catatan Hardi, patung itu dikerjakan tim sebanyak 30 orang, dimana 18 di antaranya sebelumnya dikirim belajar Korea, Jepang, Italia, Belanda, Prancis dan Mesksiko.

Pada masa Presiden Sukarno, patung dibuat untuk menggugah semangat nasionalisme dan menampilkan sosok-sosok anonim yang mewakili sekelompok atau seluruh masyarakat.

“Semua dibuat oleh seniman seniman kelompok kiri yang sangat memahami rakyat!” komentar Hardi, alumni STSRI-ASRI Yogyakarta (1974) dan Jan Van Eyck Academie Maastricht di Belanda (1975-’77) ini.

Seniman Lekra banyak menghasilkan karya monumental namun jasa besar mereka terhapus oleh politik karena terkait dengan Lekra sebagai organisasi naungan PKI.

Paska peristiwa 1965, para budayawan dan pelaku seni di bawah naungan Lekra diburu, ditangkap disiksa dan dibunuh. Sastrawan, seniman perupa: pelukis, pematung, pembuat poster, diburu. Tak peduli tokoh maupun pemula atau yang sekadar ikut ikutan.

Trubus Sudarsono, yang karya karyanya dikoleksi istana – misalnya, tewas dibunuh dalam perburuan paska gegeran 1965 itu. Hendra Gunawan, yang karyanya kini banyak dikoleksi oleh Ir. Ciputra, dan karya lukisannya dipatungkan di halaman Mall Ciputra Kuningan – dipenjara selama 12 tahun di LP Kebon Waru. Pematung Arul Natalsya juga masuk sel. Pramoedya Ananta Toer jadi penghuni pulau Buru selama 13 tahun.

Tak semua menderita. Affandi dan Edhi Sunarso termasuk yang selamat dan bisa terus berkarya hingga akhir hayatnya. Kabarnya seniman yang selamat yang “karyanya disukai Amerika”.

Edhi Sunarso yang membuat patung “Selamat Datang” (bunderan HI) patung “Pembebasan Irian Barat” (Lapangan Banteng) dan patung “Dirgantara” ( Pancoran) – meninggal 2016 di Sleman, Jogyakarta pada usia 83 tahun.

Namun dampak peristiwa ’65 banyak karya seni pesanan Bung Karno pun tersingkir. Bung Karno sendiri terusir dari Istana Negara dan menjalani tahanan rumah di Wisma Yaso – kini museum Satria Mandala Jalan Gatot Subroto.

Bung Karno dikenal sebagai presiden yang sangat dekat dengan seniman dan memiliki jiwa seni yang tinggi. Dialah yang menggagas poster “Boeng, Ajo Boeng” – poster yang mengobarkan revolusi – bersama sama alm. Sudjojono dan Dullah dan Chairil Anwar. Bung Karno juga menjadi model lukisan memanah untuk Henk Ngantung.

Dalam pidato pidatonya Bung Karno membanggun narasi bak dalang wayang kulit – yang tentu saja disampaikan dalam bahasa Indonesia yang menggelora. Bung Karno juga dikenal gemar menari Lenso, tari pergaulan dari Minahasa.

Proklamator dan Presiden pertama Indonesia itu juga yang mencetuskan pembuatan sejumlah patung yang kini menjai monumen dan landmark ibukota kini.

Patung “Selamat Datang” menandai kawasan bunderan HI di jalan Thamrin. “Patung Pancoran” atau “Monumen Dirgantara” menghubungkan Pasar Minggu, Tebet, dan Cawang. Patung “Pembebasan Irian Barat” di Lapangan Banteng. Semua dibuat Edhi Sunarso.

Ada patung Pak Tani atau patung Pahlawan – hadiah persahabatan dari Uni Soviet – menjadi ciri kawasan Menteng.

Sedangkan Monumen Nasional (Monas) merupakan kiblat bagi pendatang yang baru tiba di Stasiun Gambir.

Rezim Orde Baru di bawah Suharto sukses dalam memelintir sejarah kiri di Indonesia untuk mencitrakannya sebagai ideologi jahat yang menjadi ancaman terbesar bagi negara.

Terbukti, jauh sesudah Orde Baru jatuh, anti-komunisme tetap bercokol kuat dalam masyarakat Indonesia. Hingga hari ini. Juga para seniman yang berjasa bagi bangsa kita selama ini.

Dalam rancangan pengembangan gedung Sarinah terbaru, relief dan patung ini akan dibongkar dan dipindahkan untuk di pajang di halaman utama Gedung Sarinah, serta dilengkapi dengan narasi mengenai cerita dari relief dan patung tersebut. Hal ini dikarenakan selama ini, peninggalan tersebut tidak terawat sebagaimana mestinya.

Pada Juli 1980 dan November 1984 – Sarinah pernah terbakar hebat dan pelebaran koridor pengunjung membuat relief ini dipindahkan ke lantai dasar.

“Saya minta Sarinah, WIKA, perbaiki kembali seperti yang dahulu. Apalagi ini jadi salah satu ikon pembangunan Sarinah baru,” ujar Erick Thohir dalam keterangan video, Jumat 15 Januari 2021.

Lantaran sudah lama, kini bangunan bertingkat 15 dengan tinggi 74 meter itu sedang direnovasi. Sarinah dibangun 1963 dan diresmikan 1967. Pencakar langit ke dua di Indonesia – setelah Hotel Indonesia (16 lantai, 1962).

Barack Hussen Obama, Presiden Amerika yang menghabiskan masa kecilnya di Menteng Dalam, mengenangkan Jakarta di masa kecilnya lewat dua bangunan mersusuar yakni Hotel Indonesia (HI) dan gedung Sarinah.  “Departemen store tertinggi masa itu, ” katanya saat pidato “pulang kampung” di kampus UI, November 2010 lalu.

Berkenaan dengan transformasi dan renovasi gedung Sarinah relief ini akan dipamerkan saat pemugaran usai dan Sarinah beroperasi kembali. Erick Thohir mengatakan, warisan Presiden Soekarno di gedung Sarinah akan dijadikan ikon usai direnovasi.

Renovasi Sarinah direncanakan bakal rampung bulan November 2021 mendatang. Peresmiannya akan dilakukan bertepatan dengan hari Pahlawan 10 November.

“Mudah-mudahan dapat diresmikan saat hari pahlawan, bulan November, untuk kita ingat pahlawan ini banyak dari seniman, tidak hanya pahlawan yang kita kenal tapi juga seniman terdahulu,” kata Erick Thohir

Bukan hanya dari sudut pandang artistik, dimana objek yang mengandung nilai seni seyogyanya dilestarikan, namun juga dari sisi historis, dimana objek tersebut mengandung nilai sejarah dan pembelajaran untuk generasi yang akan datang.

“Bangsa besar adalah bangsa yang mengenal sejarahnya dan bangsa besar adalah bangsa yang cinta karya seninya. Saya terharu, dalam arti, saya pecinta seni, ketika melihat kondisi seni budaya yang kita punya, tidak terawat. Saya titip dijaga karena ini sayang sekali ya. Terus terang saya sedih,” kata Erick.

“Mereka berjuang menyuarakan kegelisahan sosial yang terjadi saat itu melalui goresan tinta hingga kuas. Mereka hanya berusaha membangun sebuah kesadaran sosial bahwa kapitalisme itu juga memiliki sisi buruk,” kata Amir Sidharta, kurator dan pengamat seni ibukota.

Ada pepatah pengusaha membangun gedung tapi tokoh besar membangun “land mark”. Tengara alias penanda.

Bung Karno Bapak Proklamator kita telah banyak mewariskan banyak “land mark” kepada kita. *

 

- Advertisement -

Berita Terkini