Tamparan Kata

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Malam itu aku bertemu sang mentari, ya kusebut dia mentari.

Awalnya biasa saja, sampai kutemui yang aneh dari diriku. Senyumannya itu bagaikan racun tanpa penawar, membuat aku sedikit menggila, tiada arah dan senyumnya bagai candu yang membuatku ingin selalu melihatnya.

Sampai kuceritakan semua pada temanku. Ahaha… baru kali ini rasanya aku terbuka, kuterima saran darinya, niat hati sebagai refrensi dari beliau yang sudah ahli.

Kucoba pelan-pelan karena aku bukan seorang yang handal, awalnya kukira baik baik saja dan sampai pada suatu malam kuterima puisi darinya: mentari.

Puisi itu membuatku semakin mabuk kepayang melayang-layang. Rasanya setiap melihat bacaan mengetik di layar ponselku, hatiku semakin tak terarah.

Malam semakin larut, kukuatkan jari tuk mengetik, memberanikan diri menanyakan maksud dari pesan yang dikirimkannya, bagiku kata-kata yang-yang dikirimnya sangat sensitif. Akhir kata dia bilang “maka jadilah”.

Aku kira jadi apa sampai kutanya kembali karena aku mencoba kritis, apalagi berurusan tentang hati. Tapi tak disangka aku ditampar dengan kata-katanya, masih kuingat dan membekas sampai tak sanggup kulupakan.

Tak sanggup kutuangkan lebih banyak lagi dalam tulisan ini. Dan tak sangup kusimpan di hati.

Kupikir tak selamanya saran yang berpengalaman itu menghasilkan sebuah harapan. Nyatanya mentariku pergi aku berada di dekatnya, dilindungi olehnya, tapi dia tak bisa kugapai.[]

Penulis: Putri Paranginangin (Mahasiswa UMN Al-Washliyah)

- Advertisement -

Berita Terkini