Pilpres 2024, Pengamat: Drama Politik Belum Selesai dan Masih Panjang

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

Gelaran Pilpres 2024 menyajikan drama politik penuh kejutan dan lebih rumit ketimbang periode sebelumnya. Publik dibikin takjub dengan banyaknya manuver yang dilakukan oleh tokoh politik maupun partai politiknya. Kadang publik juga menggelengkan kepala mungkin terasa aneh. Tidak sedikit yang bisa terpancing marah dan kecewa. Sudah selesaikah semua drama ini?

Agung Wibawanto, seorang pengamat politik, memandang drama ini masih jauh dari kata selesai. Hal ini menurut Agung disebabkan oleh kerumitan posisi antar pihak yang berkepentingan, “Dalam drama ini ada sosok presiden Jokowi yang sebenarnya lebih didorong oleh kepentingan orang-orang di sekelilingnya yang masih haus kekuasaan. Bukan semata keinginan Jokowi,” ucap Agung melalui sambungan telpon.

Kepentingan Jokowi ini, menurut Agung lagi, bertentangan dengan partainya sendiri yakni PDI, “Dan jangan lupa ada pula kepentingan lain yang juga berseberangan dengan Jokowi maupun PDIP. Kelompok ini masih memantau keadaan saja, tidak terlibat dalam drama secara langsung. Jadi, publik lebih melihat ini pertarungan para King Maker, antara Jokowi dengan Megawati di PDIP,” tambah Agung.

Agung melihat, sebenarnya Jokowi tengah berada dalam posisi yang kurang nyaman. Dia berdiri di tiga kali sekaligus yakni: orang-orang sekitar Jokowi, PDIP, dan dirinya sendiri. “Sudah rahasia umum bahwa ada orang-orang khusus di sekitar Jokowi yang tentu memiliki tujuan kekuasaan. Mereka selalu menempel dan seolah paling berjasa selama Jokowi berkuasa. Orang sekitar ini bahkan bisa mengalahkan PDIP sebagai partainya Jokowi,” tambah Agung.

“Jokowi sendiri sebenarnya lebih memanfaatkan orang sekitar itu agar mau menuruti apa yang dikehendakinya. Sebaliknya dengan PDIP, Jokowi tidak mungkin bisa mengatur PDIP sedemikian rupa. Maka kemudian ada kesan Jokowi mulai abai dan meninggalkan PDIP. Sebenarnya tidak. Bukan tipe Jokowi untuk tidak loyal kepada seseorang atau organ yang sudah menjadikannya seperti sekarang ini,” ungkap Agung lagi.

Bagi Agung, sikap Jokowi yang mendua tersebut sudah terlihat sejak relawan projonya memilih mendukung Prabowo ketimbang Ganjar. Drama semakin seru ketika mulai menyeret-nyeret nama Gibran yang diusulkan sebagai bacawapres Prabowo, “Padahal kan Gibran itu kader PDIP. Sebelumnya, Jokowi juga sudah menampik isu Gibran dengan menyoal usia belum mencukupi, lalu soal pengalaman baru dua tahun menjabat walikota Solo,” ujar Agung.

“Jokowi juga pernah bilang soal jam terbang, makanya hati-hati dalam memilih. Tentu Jokowi tidak ingin dianggap menjilat ludah sendiri, kan? Ini merupakan strategi menang orang sekitar yang tidak kuasa ditolak Jokowi, terlebih keluar putusan MK yang memudahkan Gibran menjadi bacawapres Prabowo. Orang sekitar ini memang tidak ingin Jokowi diatur PDIP, karena pastinya mereka tidak bisa bermain di dalam PDIP,” jelasnya.

Sementara itu, pihak ketiga yang dimaksud Agung selalu berada dalam oposisi, menggunakan momentum kecelakaan konstitusi yang menjadikan Gibran sebagai bacawapres. Mereka menggugat Hakim Konstitusi yang dianggap telah melakukan pelanggaran etik paska keputusan MK terkait batas usia minimal capres/cawapres. Menurut Agung, oposan tahu jika keputusan tidak bisa dibatalkan, tapi jika terbukti adanya pelanggaran etik, hal ini bisa menjadi pintu bagi tuduhan berikut.

Jokowi telah melibatkan keluarga dalam keputusan MK (nepotisme), juga menggunakan lembaga kepresidenan yang bisa dianggap abuse of power. “Ini kan ujungnya bisa ditebak akan ada usulan pemakzulan. Nah, akan terjadi tarik menarik lagi antara Jokowi dengan PDIP. Saat ini PDIP dianggap telah ditinggalkan Jokowi. Namun nanti, di parlemen, dipastikan peran PDIP sangat dibutuhkan untuk menolong posisi Jokowi yang akan dilengserkan,” terang Agung.

Seperti yang disampaikan Agung, wacana penggunaan hak angket sepertinya sudah mulai bergulir atau digulirkan terkait “kisruh” putusan MK. Eep Syaifullah, seorang pengamat politik lainnya, sepertinya juga punya rekaan skenario yang sama (dikutip dari video podcast Abraham Samad). Eep yang mantan konsultan politik Anies saat pilkada DKI lalu itu mengatakan ada kemungkinan besar upaya pemakzulan terhadap Jokowi. Hal ini dilakukan oleh seluruh partai di luar KIM (koalisi Indonesia Maju).

Kuncinya, menurut Agung, ada di PDIP, “Setelah PDIP diabaikan Jokowi dan Gibran pun membangkang, masihkah PDIP membela Jokowi? Ataukah justru PDIP ingin membalas dendam karena sakit hatinya? Dalam pandangan saya, meski sakit dan kecewa terutama yang dirasakan pengurus dan kader tingkat bawah, namun kecintaan mereka kepada Jokowi mengalahkan rasa sakit itu. Jokowi sudah dianggap sebagai kader terbaik yang layak menjadi ketua umum PDIP menggantikan Megawati,” papar Agung.

PDIP menurut Agung bisa mengambil momen tersebut sebagai pahlawan dan berjiwa besar, “Nasib Jokowi ada di tangan PDIP. Jika mau menyindir Gibran, PDIP bisa mengatakan, ‘Tenang saja Pak Jokowi, tenang saja. PDIP ada di sini!’ Sahabat sejati itu adalah yang menemani di kala susah. Bukan mengabaikan, meninggalkan apalagi menghianati. Untuk itu, bisa dipastikan akan banyak drama-drama lainnya ke depan. Pesan saya, agar selalu berhati-hati dengan kelompok ketiga yang saya sebut tadi, yakni: Islam Radikal,” pungkas Agung.

- Advertisement -

Berita Terkini