Bumiputera Harus Jadi Tuan Di Negeri Sendiri

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM

Oleh : Ali Wardi SH
Pemerhati Kebangsaan, Aktivis Gerakan Daulat Bumiputera

Sudah terlalu banyak cerita pilu, dan sudah hampir se abad kemerdekaan berlalu, namun nasib pribumi tidak jua seperti harapan pendiri negeri ini. Menjadi tuan di negeri sendiri. Apa sebenarnya yang terjadi.

Bila dikupas seluruhnya rasanya tidak akan pernah tuntas, terlalu banyak teori-teori dengan analisa dan kesimpulan dari berbagai sudut pandang. Saya hanya akan mengupasnya dari satu sisi. Dari diri kita sendiri.

Negeri ini bukanlah negeri yang usianya sama dengan proklamasi. Negeri ini adalah negeri yang seumur dengan peradaban manusia di bumi. Sebelum proklamasi negeri ini bukanlah negeri antah berantah, seperti yang hendak dan sedang dipaksakan (diframing) oleh sekumpulan orang bodoh dengan latar belakang yang naif karena tidak mengenali bangsanya sendiri.

Orang-orang seperti ini sudah tercerabut dan terasing dari dirinya sendiri, pikirannya kelam sehingga tidak lagi mengenal bangsanya sendiri karena sudah tercemar oleh cara berfikir dengan falsafah dan ideologi yang bersumber dari luar bangsanya yamg masuk dengan cara licik, penuh dusta, rakus dan biadab.

Falsafah dan ideologi sudah tentu saja memiliki ego sendiri, kepribadiannya sendiri, yang melihat falsafah dan ideologi bangsa lain akan lebih rendah dari dirinya. Ini tentu sangat sederhana, sangat wajar dan manusiawi. Yang tidak wajar sekaligus naif itu adalah ketika seseorang terpesona dengan ego orang lain kemudian melupakan egonya sendiri. Ego bangsanya, falsafah bangsanya. Ini persoalan mendasar bangsa ini.

Ayat-ayat kauniah berkata, yang kuat dan agresif pasti akan menakhlukkan yang lemah, yang tidak percaya diri, yang tidak terorganisir, yang tidak punya daya juang. Hukum alam. Inilah yang pasti selalu ditanamkan oleh agresor kepada inferior, dari semua jenis makhluk, hewan dan manusia. Teruslah dan tetaplah menjadi mangsa, menjadi sasaran, menjadi korban karena kami kuat dan kalian ditakdirkan lemah.

Anak-anak bangsa ini, yang otaknya cerdas namun tidak mengenal dirinya sebagai sebuah bangsa yang punya kepribadian sendiri, namun ia lebih memahami falsafah dan ideologi bangsa lain, seperti Ade Armando si Pengacau itu. Tanpa sadar orang seperti ini justru menjadi kaki tangan agresor pemangsa dari bangsa-bangsa yang biadab.

Bangsa-bangsa yang menganut falsafah hewani itu, homo homini lupus, leviathan. Mereka diantaranya adalah penganut paham Sekularisme dan Liberalisme, kebebasan dan kesetaraan palsu yang tentunya juga hanya akan mengenali keadilan yang palsu juga.

Bangsa ini, memiliki kelebihan yang tidak dipunyai oleh bangsa-bangsa lain. Kefitrahan bangsa ini lebih terjaga. Allah mengaruniakan alam surgawi yang mencukupi, bila hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan hari-hari demi kelangsungan hidup tidak perlu bersusah payah. Tanah dengan hutan tropis yang subur memanjakan anak manusia indonesia sejak dulu kala, tidak perlu merasakan dinginnya musim salju atau garangnya terik padang pasir. Ketersediaan kebutuhan hidup yang mudah itu membuat bangsa ini menjadi dekat dengan Sang Pencipta, karenanya ketika datangnya Islam, agama rahmatan lil alamin, bangsa ini pun diberkati seketika dan dengan mudahnya hampir seluruhnya menjadi beriman tanpa kesulitan berarti. Budi pekertinya yang memang sudah luhur kemudian disempurnakan oleh satu-satunya agama langit itu.

Dengan jati diri yang begitu sempurna dari sisi kemanusiaan dan sisi keilahian, semestinya bangsa ini adalah bangsa paling unggul melebihi bangsa manapun di dunia. Satu saja kelemahan bangsa ini, ialah karena terlalu baik kepada para pendatang, walau para pendatang itu punya maksud dan cara yang licik dan biadab.

Hari ini, menyadari kondisi bangsa ini, setelah sekian panjang rentang sejarah dan cerita pilu yang menimpa anak negeri, maka menjadi baik ditengah ancaman dunia luar yang biadab, perlu dilengkapi dengan kesadaran tinggi atas kebersamaan dan persatuan dengan membentenginya dengan ketegasan.

Dalam khazanah Mereka, bangsa-bangsa biadab itu tidak ada falsafah “Dimana bumi dipijak. Disitu langit dijunjung”. Karenanya, tugas kitalah, anak negeri memberi pelajaran kepada mereka, dan itu hanya dapat dilakukan bila kita Menjadi Tuan Di Negeri Sendiri.

 

 

- Advertisement -

Berita Terkini