Psikolog Muslim Jangan Terjebak dengan Teori Psikologi Barat

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Psikologi Islam artinya melihat segala sesuatu (kajian psikologi) dengan konsep Islam dalam hal ini adalah pandangan dari Al Qur’an dan As Sunnah. Psikologi Islam menggunakan sumber – sumber rasional dan sumber – sumber kitab yang empiris untuk mempelajari hal–hal fisik dan metafisik, yaitu bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah.

Hal tersebut diungkapkan oleh Abdul Kholik Munthe, M.Psi saat memaparkan materinya dalam Diskusi Rutin Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al-Ittihadiyah Labuhanbatu Utara (STIT AILU) secara Daring, Selasa (22/2/2022).

Psikolog Muslim
Abdul Kholik ketika memaparkan materi (dok istimewa)

Menurutnya, pemikiran psikologi Islam sudah muncul sejak ribuan tahun jauh sebelum ilmu Psikologi yang lahir di Barat.

“Hal tersebut dapat dilihat melalui karya-karya yang sangat mendalam dan bahkan masih banyak digunakan sebagai dasar pemikiran modern dari para filsuf Islam, diantaranya Ibnu Sina (980-1037 M) menyampaikan hakehat jiwa dan macamnya, dari sini lahir kata-kata yang masyhur yang terdapat dalam Risalah al quwa an Nafsaniyah bahwa “siapa yang mengenal diri (jiwanya), maka ia mengenal Tuhannya,” paparnya.

Selanjutnya, sambung Abdul Kholik, adalah Imam al Ghazali (1058-111 M) melahirkan apa yang disebut teori kimia kebahagian (al kimiawi as sa’adah) dan juga Ibnu Miskawalih (932-1030 M) yang menulis tentang tahdzibul akhlaq serta pemikir-pemikir Islam lainnya.

Dosen tetap STIT AILU tersebut mengatakan setelah itu barulah muncul teori psikologi Barat yang dipelopori oleh Wilhem wundt (1879) di Leipzig yang secara perlahan menjauhkan umat Isllam dari agamanya sebab pandangan hidup yang memang berbeda.

Psikolog Muslim
Tangkapan Layar (dok istimewa)

Prof Malik Badri, paparnya lebih lanjut, dalam buku The Dillema of Muslim Psychologist mengungkapkan kekhawatirannya terhadap teori-teori Psikologi Barat, terutama tentang psikologi behaviourisme tentang hukum kausalitas, teori reward punishment, alangkah rendahnya manusia yang hidupnya hanya berdasar oleh dorongan-dorongan yang timbul dalam dirinya.

“Untuk itu, diharapkan kepada para Dosen, pengajar ataupun praktisi psikologi Islam (Muslim) agar tidak terjebak dan terkesima terhadap pemikiran psikologi Barat sehingga larut dan menerima begitu saja paradigma yang muncul. Bukan berarti anti terhadap pemikiran Barat, melainkan harus mampu kritis dalam memilih memilah nilai-nilai yang tidak bersesuaian dengan Islam,” himbaunya.

Abdul Kholik melogikakan bahwa tidak ubahnya ketika seseorang ingin merawat sebuah mobil yang dibelinya, tentu orang tersebut harus mengikuti buku pedoman perawatan yang dikeluarkan oleh pabrik mobil tersebut, begitu pulalah ketika seseorang ingin merawat manusia maka harus pulalah mengikuti buku petunjuk/pedoman dari yang menciptakan manusia itu termasuk dalam hal psikologisnya.

“Maka, kajian-kajian psikologi harus pula dilakukan dengan didasarkan Pandangan Hidup Islam pula (Islamic Worldview),” pungkasnya.

Turut Diskusi Rutin, Pembina Yayasan pendidikan STIT Al-Ittihadiyah Labura Prof. Dr. Syafaruddin, M.Pd, Ketua STIT AILU, Dr. Mursal Aziz, M.Pd.I, Dosen FITK UIN SU Medan Dr. Yusuf Hadijaya MA dan para Dosen STIT AILU.

(red)

- Advertisement -

Berita Terkini