“Gemoy” Adalah Gimik Agar Anak Muda Melirik, Belum Tentu Mendekat dan Memilih

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

Oleh: Agung Wibawanto

Ada tiga strategi yang biasa dilakukan oleh pedagang dalam menawarkan dagangannya, yakni: dilirik, didekati, dan dibeli. Jadi bagaimana cara penjual “merayu” calon pembelinya dikenal sebagai strategi pemasaran. Sebelum itu, penjual harus mengerti terlebih dahulu bagaimana selera konsumennya.

Misal, target pembeli anak muda atau emak-emak tentu akan berbeda pendekatan yang dilakukan dibanding kepada konsumen publik umumnya.

Selera konsumen yang dimaksud tidak harus menjual produk tertentu, melainkan bagaimana cara memasarkan yang disesuaikan agar menarik target pembeli.

Hal ini tidak jauh berbeda dengan kampanye pilpres. Masa kampanye saat ini ibarat bazar yang dibuka umum untuk publik (pemilih). Ada tiga produk yang ditawarkan yakni Anies-Imin, Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud. Masing-masing tim pemenangan (seller) mencoba menarik hati dan pikiran pemilih.

Selain menawarkan produknya (figur kandidat), timses juga harus kreatif menggunakan cara memasarkan produk. Produk yang dianggap kurang memiliki kwalitas mungkin bisa menggenjot dalam teknik memasarkan. Misalkan, memberi bonus makan gratis, gantungan kunci, bagi kaos hingga jualan gimik dan tebar pesona.

“Pasar” online maupun di lapangan saat kampanye paslon sebenarnya tidak ada bedanya karena orang sudah pada tahu produknya, kecuali yang di pelosok ingin mengetahui langsung sosok paslon yang berlaga.

Kelebihan di pasar online, percakapan atau trend nya bisa dicatat. Siapa paling banyak dibicarakan atau populer.

Namun begitu, sering diomongin tidak selalu berarti positif, bisa juga karena sentimen negatif. Populer belum tentu dipilih. Demikian pun yang disampaikan jubir TKN Pra-Gib mengaku menjual gimik “Gemoy” semata agar pemilih (anak muda khususnya) untuk melirik. Melirik itu belum tentu tertarik (apalagi memilih), tapi bisa juga kepo ingin komentar negatif.

Rekaman di pasar online ini kemudian yang “ditangkap” atau direkam oleh Cakra Data. Mereka secara jeli mempresentasikan siapa paslon yang banyak dibicarakan di timeline medsos.

Data diambil mulai tanggal 1 Oktober hingga 21 Nopember yang lalu. Konten bersumber dari beragam platform medsos, seperti: Facebook, Instagram, X (Twitter), tiktok dll. Bagaimana hasilnya?

Prabowo-Gibran unggul secara popularitas dengan jumlah 1.210.499 percakapan. Sementara itu pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD masing-masing 659.514 dan 917.897 percakapan. Dari sisi interaksi digital, pasangan Prabowo-Gibran juga unggul jauh dibanding paslon lain.

Namun, yang menjadi catatan, sentimen negatif Prabowo-Gibran juga paling besar dibanding dua paslon lain, yakni sebesar 26 persen. Berbeda jauh dengan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud yang masing-masing 7 persen,

“Yang positif narasi politik gemoy ini menjadi salah satu faktor kenapa pembicaraan terhadap Prabowo-Gibran ini meningkat,” kata Nurdiyansyah.

“Alangkah lebih baiknya juga bagaimana gimik atau narasi ini bisa diperkuat atau dielaborasi dengan konteks narasi program,” tutur presentasi Nurdiyansyah selaku Head of Cakra Data.

Mengapa ini bisa terjadi? Sangat mungkin karena paslon Prabowo-Gibran adalah paslon yang paling kontroversi. Mereka direpresentasikan sebagai paslon yang direstui Jokowi, namun melalui cara-cara yang tidak biasa.

Kasus putusan MK yang menyebabkan Gibran bisa menjadi cawapres Prabowo, selingkuh dari PDIP, dan ledekan Gemoy-Bocil menambah keriuhan publik membicarakan paslon ini.

Tidak heran kemudian interaksi pembicaraan netizen menjadi intens. Semakin dibicarakan semakin populer, namun sekali lagi justru banyak sentimen negatifnya. Jangan bangga dulu.

Bisa dikatakan lebih banyak sensasi, banyak drakornya dan itu tidak terlalu bagus buat hasil akhirnya nanti saat coblosan. Buzzer di masing-masing paslon sangat mudah membuat jagonya dibicarakan netizen atau menjadi trend.

Sementara itu, pembicaraan yang berkepanjangan sesungguhnya tidak menghasilkan apa-apa. Kecuali pada forum publik mengelaborasi ide gagasan paslon.

Namun jika hanya di medsos, hal itu hanya menjadi konsumsi bagi pemilik platform medsos. Sedangkan masyarakat kecil yang berada di desa-desa pelosok tidak mungkin mampu mengakses internet.

Mereka paling mungkin bisa melihat tv, jika tidak memiliki bisa menumpang nonton ditetangga. Maka, postinglah informasi goodnews dari paslon yang dijagokan, tanpa perlu membuat konten negatif kepada paslon lain.

- Advertisement -

Berita Terkini