Siapa Mempengaruhi Siapa antara Kekuatan Pendukung Gibran Dengan PDIP di Solo?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

Oleh: Agung Wibawanto

Ada beberapa yang mengatakan dalam debat di wa grup bahwa pendukung Mas Wali di Surakarta (Solo) berjumlah banyak, bahkan melebihi suara pendukung PDIP. Benarkah? Saya hanya ingin meluruskan agar tidak terkecoh. Ini penting untuk diketahui masyarakat umum, terlebih untuk pendukung Gibran sendiri dalam menganalisa peta kekuatan terutama di Solo yang dikenal sebagai kandang Banteng.

Mari kita menggunakan angka penghitungan agar penafsiran bisa lebih bersifat kuantitatif, bukan kualitatif apalagi sekadar asumsi dalam bentuk opini. Bagaimana caranya? Kita menggunakan angka dalam pilkada Walikota Solo 2021. Diketahui Gibran-Teguh, pasangan yang diusung PDIP, meraih hasil 80% lebih sedikit. Sedang DPT di Solo berjumlah 400.000 lebih sedikit. Artinya, suara pemilih Gibran di kisaran 320.000 pemilih.

Kita beralih kepada hasil suara PDIP pada pileg 2019 yang lalu, memperoleh 67% suara di DPRD Solo. Atau mendapat 30 kursi dari 45 kursi yang tersedia. Jika dikonversikan jumlah suara PDIP memperoleh sekitar 187.000 suara. Dari itu, selisih capaian suara Gibran dibanding suara PDIP adalah sekitar 133.00 suara pemilih. Nyata kan, jika pemilih Gibran lebih banyak ketimbang PDIP? Jika dilihat begitu memang benar.

Tapi kita perlu pahami, dalam pilkada hanya memilih 2 pilihan (kandidat), sementara dalam pileg memilih banyak partai. Artinya, sebaran pemilih dalam pilkada dan pileg tentu berbeda. Gibran-Teguh tidak hanya dipilih oleh pemilih yang berasal dari satu partai melainkan banyak partai, karena biasanya juga ada faktor sosok atau figur dalam pilkada.

Sedang PDIP hanya dipilih oleh pemilih tradisional atau pemilih tetap (infonya, mendapat tambahan sekitar 10.000 ketika ikut mengusung capres Jokowi di 2019, hingga katakanlah pemilih solid PDIP hanya sekitar 177.000 di Solo). Namun dipastikan, 98% pemilih PDIP di 2019 adalah pemilih Gibran di pilkada 2021. Sisanya berasal dari pemilih di luar PDIP. Nah, bagaimana kekuatan suara Gibran tanpa faktor PDIP di Solo?

Jika suara Gibran dalam pilkada berjumlah 320.000 dari 400.000 suara pemilih, jika dikurangi 177.000 pemilih solid PDIP, maka suara pendukung Gibran hanya 143.000 atau setengah kurang dari suara pemilih di Solo. Jika saat ini Gibran misalkan menjadi peserta pilkada di Solo yang tidak diusung PDIP, maka belum tentu bisa menang mudah. Karena peluang suaranya di bawah 50% suara pemilih.

Sebenarnya masih debatable untuk mengatakan siapa yang mempengaruhi? Gibran bisa menang Pilkada 2021 karena faktor PDIP atau PDIP bisa menang pileg 2019 karena faktor Jokowi (yang nota bene juga pendukung Gibran). Sudah dikatakan di atas, bahwa efek mendukung Jokowi hanya mendapat tambahan sekitar 10.000 suara bagi PDIP di Solo (sekitar 2-3 kursi). Sementara Gibran dipastikan memperoleh 177.000 suara dari pemilih PDIP.

Demikian perhitungan terkait siapa mempengaruhi siapa dalam konstelasi politik di Solo, khususnya, antara pendukung Gibran (Jokowi) dan PDIP. Semoga paparan ini dapat menambah pengetahuan pembaca, terkhusus para tim pendukung untuk dapat memetakan kekuatan masing-masing. Karena sekarang ini dipastikan antara pendukung Gibran (Jokowi) sudah saling berseberangan dengan PDIP.

Perpecahan ini tentu akan ada yang tertawa mengambil keuntungan dalam meraih suara. Intinya suara PDIP bisa berkurang, demikian pula suara Gibran di Solo tidak akan sebanyak pada pilkada. Dalam kepentingan pileg, ada partai lain yang pasti mendapat penambahan suara. Dalam konteks pilpres, ada kandidat capres lain (di luar Prabowo-Gibran) yang akan meraup suara dari ceruk pendukung Gibran-PDIP yang kini pecah.

Pertanyaannya, mungkinkah simulasi ini juga berlaku di tingkat nasional? Tentu saja tidak bisa, karena contoh fakta yang dipakai adalah pilkada Solo. Namun, saya bisa prediksikan, ada potensi penurunan suara yang diraih PDIP dibanding pemilu sebelumnya. Meski secara umum, PDIP diprediksi masih tetap mengungguli partai-partai lain. Artinya, PDIP akan berhasil mencatat hatrik namun suaranya mengalami penurunan.

Hal ini karena faktor “tidak bersama Jokowi lagi”. Suara pemilih PDIP yang sebelumnya mengusung nama Jokowi dalam pilpres, kini (2024) akan mengalami sedikit tergerus, kecuali PDIP bisa dengan cepat melepas bayang-bayang Jokowi dan kemudian menemukan suara pemilih baru dari pendukung Ganjar yang diusungnya sebagai capres bersama Mahfud MD sebagai cawapres.

Jika PDIP dapat mengkondisikan suara pendukung baru (yang berasal dari fans Ganjar) sebagai pengganti pendukung Jokowi, maka PDIP setidaknya tidak mengalami penggembosan yang berarti. Pendukung Ganjar sendiri sepertinya lebih banyak berasal dari eks pendukung Jokowi. Ganjar masih belum banyak memberi kontribusi suara pendukung baru (di luar Projo). Catatan ini akan menjadi PR bagi Ganjar-Mahfud beserta tim pemenangan.

Bagaimana suara Gibran (sebagai cawapres bersama Prabowo) tanpa dukungan PDIP? Yang bisa dijawab, sudah pasti akan jauh berbeda jika dibandingkan didukung penuh mesin partai PDIP. Gibran hanya bisa berharap dari kerja mesin partai pengusung di KIM, plus para pendukung Gibran sendiri yang kebanyakan berasal dari Projo. Hal ini tentu menarik dan pastinya akan menjawab perdebatan soal keluarga Jokowi mempengaruhi PDIP ataukah sebaliknya?

- Advertisement -

Berita Terkini