Bertarung Juga Megawati Versus Surya Paloh Versus Jokowi?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

Oleh: Denny JA

Yang bertarung dalam pemilu presiden tidak hanya pasangan capres dan cawapres. Yang berlaga tidak hanya Prabowo dan Gibran melawan Ganjar dan Mahfud melawan Anies dan Muhaimin.

Tapi bertarung pula para kingmerer di balik pasangan itu. Berlaga juga para patron di balik pasangan tersebut.

Siapakah mereka? Di balik Ganjar dan Mahfud hadir Megawati. Di belakang Anies dan Muhaimin berdiri Surya Paloh. Tapi siapakah di balik Prabowo dan Gibran? Publik mempersepsikan hadir di sana Jokowi.

Maka dalam pemilu presiden kali ini, kita pun melihat pertarungan antara Jokowi melawan Megawati melawan Surya Paloh. Lalu seberapa besarkah efek elektoral mereka kepada pasangan presiden?

Maka kita menyusun parameternya. Ada empat indikator yang kita hitung, yang relevan dengan opini publik.

Indikator pertama: tingkat pengenalan. Seberapa luas tokoh itu dikenal publik? Megawati dikenal oleh 95% populasi Indonesia. Itu sudah sangat tinggi.

Jokowi dikenalnya oleh 98% populasi, sedikit di atas Megawati. Dan Surya Paloh dikenalnya oleh 58% populasi.

Dari tingkat pengenalan, Jokowi dan Megawati berada di level yang sama. Mereka berdua dikenal jauh di atas Surya Paloh.

Kedua: tingkat kesukaan. Jika hanya dikenal tapi tidak disukai, efek seorang tokoh belum tentu positif. Tingkat kesukaan publik kepada Megawati itu 59% dari populasi yang mengenalnya.

Sedangkan Jokowi disukai oleh 82%, jauh lebih tinggi, dari yang mengenalnya. Lalu Surya Paloh disukai oleh 60% dari mereka yang mengenalnya.

Dari sisi tingkat kesukaan, Jokowi jauh lebih disukai, unggul sangat telak dibandingkan kesukaan publik kepada Megawati dan Surya Paloh.

Indikator ketiga adalah koalisi partai yang mereka kendalikan, yang memiliki kursi di parlemen. Maka Megawati mengendalikan dua partai: PDIP dan PPP.

Sedangkan Jokowi mengendalikan empat partai yang punya kursi di parlemen. Yaitu Gerindra, Golkar, PAN dan Demokrat.

Surya Paloh mengelola tiga partai: Nasdem, PKB dan PKS.

Dari sisi jumlah partai di parlemen yang dikendalikan, Jokowi juga lebih unggul.

Keempat, kita juga melihat pengalaman para tokoh itu bertarung dalam Pemilu Presiden dan Pilkada. Pengalaman bertarung sebagai kandidat itu penting.

Pengalaman itu memberikan mereka wawasan menyusun strategi, ketajaman mengelola insting. Juga terasah tata cara untuk mengambil the heart and the mind of the people.

Megawati pernah ikut Pilpres dua kali, di tahuh 2004 dan 2009. Tapi dua-duanya, Megawati kalah.

Sementara Jokowi, ia pernah menjadi kandidat di Pilkada Solo dua kali, Gubernur DKI sekali, dan Pilpres dua kali 2014 dan 2019.

Jokowi punya pengalaman bertarung lima kali, baik di perkada, ataupun pemilu presiden. Dan lima-limanya Jokowi menang.

Sementara, Surya Paloh tak pernah punya pengalaman bertarung sebagai calon pemimpin baik di Pilkada, ataupun di tingkat pemilu Presiden.

Dari empat indikator ini, kita melihat di tingkat pengenalan, tingkat kesukaan, jumlah partai yang dikendalikan, dan juga pengalaman bertarung, Jokowi lebih unggul dibandingkan Megawati. Apalagi, Jokowi lebih unggul dibandingkan Surya Paloh.

Bisa kita katakan dari parameter ini, Efek Jokowi, efek elektoralnya, lebih powerful dibandingkan Efek Megawati. Apalagi, juga lebih powerful dibandingkan Efek Surya Paloh.

Dengan sendirinya, pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, yang kali ini didukung oleh Jokowi, memiliki keuntungan elektoral yang lebih tinggi.

Dengan kata lain, Jokowi lebih mampu, lebih kuat dalam membantu kemenangan pasangan yang didukungnya, dibandingkan Megawati terhadap calon yang dibantunya, dibandingkan Surya Paloh terhadap capres dan cawapresnya.

Singkat kata, efek Jokowi lebih bergema dibandingkan efek Megawati, apalagi dibandingkan dengan efek Surya Paloh.

- Advertisement -

Berita Terkini