Mengenal Informed Consent

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

1. Sejarah Informed Consent

Informed consent menjadi kewajiban bagi tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medis di Amerika Serikat dan Eropa sejak tahun 1960. Sejarah informed consent berawal di revolusi Perancis, sejak Rousseau pada tahun 1780 mencetuskan “Declaration de droit de I’homme et du citoyen” (pernyataan hak seseorang dan hak warga negara). Pada 1791, Assemble e Nationale merumuskan pernyataan itu dengan semboyan “Liberte, Egalite, Fraternite” (Kemerdekaan, Kesamaan, Persaudaraan).

Presiden Roosevelt Pada tahun 1942 dalam Sidang Umum PBB mengemukaan gagasan, antara lain: bebas berbicara dan berpikir, bebas beragama, bebas dari ketakutan, dan bebas dari kekurangan dan kemiskinan. Kemudian pada tahun 1948 General Assemble UNO menyempurnakannya dan menyatakan “Universal Declaration of Human Rights” berasaskan self determination. Setelah itu, pada tahun 1972 diterbitkan American Bill of Right. Masyarakat ekonomi Eropa pada tahun 1979 menerbitkan “Charter of Hospital Patients”, dan “The Rights of Hospital Patiens”.

2. Pengertian Informed Consent

Informed consent terdiri dari dua kata yaitu informed dan consent. John M. Echols (2003) memberi pengertian informed yaitu telah mendapatkan penjelasan atau keterangan telah disampaikan atau diinformasikan. Sedangkan consent yang berarti persetujuan yang telah diberikan pada seseorang untuk berbuat sesuatu Jadi informed consent dapat diartikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter untuk melakukan tindakan medis tertentu setelah mendapatkan penjelasan dari dokter yang bersangkutan.

Informed Concent bukanlah sekedar lembar persetujuan, namun di dalamnya terdapat penyampaian Informasi oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya kepada pasien atau keluarga tentang hal hal penting terkait prosedur yang akan dilakukan kepada pasien.

Setiap tindakan medis yang akan dilakukan oleh dokter harus mendapatkan persetujuan dari pasien. Persetujan tersebut diberikan oleh pasien setelah mendapatkan penjelasan yang cukup dari dokter yang akan melakukan tindakan medis tersebut . Pemberian penjelasan oleh dokter kepada pasien sekurang-kurangnya mencakup diagnosis kedokteran dan tata cara tindakan dokter; tujuan tindakan medis dilakukan; alternatif tindakan lain dan risikonya; risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

Adapun Inform Consent di atur dalam perundang undangan sbb:

a. Pasal 56 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap

b. Pasal 58c UU Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan menyatakan bahwa “Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik, memperoleh persetujuan dari penerima pelayanan kesehatan atau keluarganya atas tindakan yang akan diberikan”

3. Sifat perjanjian informed consent dalam tindakan kedokteran

Sifat perjanjian ini bersifat mutlak, artinya harus ada (wajib) persetujuan dari pasien atau keluarganya sebelum tindakan operasi dilaksanakan, hal ini sesuai dengan pasal 2 ayat 1 Permenkes Nomor 290 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa “Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Informed consent tersebut harus diberikan secara benar, jujur serta tidak bermaksud untuk menakut-nakuti atau bersifat memaksa.

Mengenai penandatanganan surat persetujuan tersebut dilakukan oleh pasien atau keluarganya dari pihak Fasilitas pelayanan kesehatan serta dilakukan dihadapan dua orang saksi di antaranya satu orang saksi dari pihak rumah sakit dan satu orang saksi dari pihak pasien.

Penandatanganan perjanjian ini dilakukan sebelum tindakan tersebut dilakukan. Penandatanganan perjanjian ini merupakan pengukuhan apa yang telah disepakati bersama. Dengan menandatangani perjanjian tersebut, maka kedua belah pihak telah bersepakat dengan apa yang ada dalam isi perjanjian dan bersedia memenuhi segala hak dan kewajiban yang timbul setelah perjanjian tersebut.

Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur padalam Pasal 3 ayat 1 Permenkes Nomor 290 Tahun 2008, tentang persetujuan tindakan kedokteran menyatakan bahwa “Setiap tindakan kedokteran yang mengandung risiko tinggi harus memperoleh persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan”.

4. Peran Informed Consent dalam Perjanjian Terapeutik

Informed consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan tenaga kesehatan yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.

Persetujuan pada informed consent pasien wajib mendapat penjelasan berupa :
a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran
b. Tujuan tindakan yang dilakukan;
c. Alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi;
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

Pada hakikatnya, informed consent adalah suatu pemikiran bahwa keputusan pemberian obat terhadap pasien harus terjadi berdasarkan kerja sama antara dokter dan pasien. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa informed consent dalam perjanjian terapeutik adalah pemenuhan atas asas konsensualisme yang menjiwai hukum perjanjian dimana berdasarkan pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa suatu perjanjian akan terjadi ketika kedua belah pihak mencapai kesepakatan.

5. Prosedur penerapan Informed consent

Prosedur tetap dalam pengambilan tindakan kedokteran yang bersifat tetap dan mengikat adalah adanya persetujuan pasien untuk pengambilan tindakan kedokteran. Penerimaan dari pasien tersebut dituangkan dalam bentuk persetujuan pengambilan tindakan (informed consent). Formulir informed consent berbentuk perjanjian baku yang bentuk serta isinya telah ditetapkan oleh pihak pelayanan kesehatan. Tujuannya adalah untuk mempermudah pengisian dan menjaga terpenuhinya standar baku suatu persetujuan tindakan medis (informed consent), sehingga dapat menjadi alat bukti yang kuat bila timbul sengketa. Formulir yang disediakan ini meliputi formulir persetujuan tindakan kedokteran, formulir penolakan tindakan kedokteran.

Pengisian Formulir Persetujuan Tindakan kedokteran (Informed Consent) berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik nomor . HK.00.06.6.5.1 .866 kebijakan dan Prosedur tentang Informed Consent adalah sebagai berikut :

1. Pengaturan persetujuan atau penolakan tindakan kedokteran harus dalam bentuk kebijakan dan prosedur oleh pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan

2. Memperoleh informasi dan penjelasan merupakan hak pasien dan sebaliknya memberikan informasi dan penjelasan adalah hak dokter.

3. Formulir Informed Consent dianggap benar jika memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. Persetujuan atau penolakan tindakan kedokteran diberikan untuk tindakan medis yang dinyatakan secara spesifik.

b. Persetujuan atau penolakan tindakan kedokteran diberikan tanpa paksaan (voluntary)
c. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan oleh seorang (pasien) yang sehat mental dan yang memang berhak memberikannya.
d. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan setelah diberikan cukup informasi dan penjelasan yang diberikan.

4. Pada saat dokter memberikan penjelasan kepada pasien maka dokter harus menjelaskan mengenai :

a. Diagnosa penyakitnya
b. Sifat dan luasnya tindakan medis yang akan dilakukan
c. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan medis tersebut
d. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e. Alternatif prosedur atau cara lain tindakan yang dapat dilakukan
f. Konsekuensinya apabila tidak dilakukan tindakan medis tersebut
g. Prognosis penyakit apabila tindakan medis tersebut dilakukan atau tidak dilakukan;
h. Hari depan dari akibat penyakit tindakan tersebut;
i. Keberhasilan/ketidak berhasilan tindakan tersebut.

5. Setelah Pasien mendapatkan informasi yang lengkap dan memahami kondisi penyakitnya, tindakan yang akan di lakukan dan bagaimana konsekuensi tindakan tersebut barulah pasien dapat mengambil keputusan apakah menyetujui atau menolak tindakan tersebut.

Demikian pengenalan seputar Informed consent mulai dari sejarah, pengertian, sifat, peran sampai dengan penerapan Informed Consent semoga bermanfaat.

Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Magister Hukum Kesehatan Universitas Pembangunan Panca Budi yaitu:

  • Kamal Basri Siregar (NPM: 2116020019)
  • Herman Sahrial Lubis (NPM: 2116020015)
  • Dessy Listiawaty M (NPM: 2116020003)

Dibimbing oleh:
1. Dosen/Ka. Prodi MHKes UNPAB: Dr. Redyanto Sidi Jambak, S.H., M.H., CPMed(Kes)., CPArb
2. Dosen Prodi MHKes UNPAB: Dr. dr. Irsyam Risdawati M. Kes

- Advertisement -

Berita Terkini