Kilas Balik Hari Jadi Langkat: Dari Penghasil Lada, Tembakau sampai Minyak Bumi

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Opini – Setiap memasuki peringatan Hari Jadi Langkat, selalu muncul kritik dan protes soal spanduk atau baliho dari para pejabat dan tokoh masyarakat Langkat yang memberi ucapan “Selamat Hari Jadi Kabupaten Langkat”. Misalnya tahun ini Langkat baru saja mengadakan pesat rakyat besar-besaran dalam memperingati Hari Jadi Kabupaten Langkat ke-273. S

ebagian masyarakat Langkat yang paham sejarah protes sebab yang berusia 273 tahun adalah Langkat sebagai sebuah wilayah atau negeri, bukan sebagai Kabupaten Langkat. Negeri Langkat yang pada awalnya sebuah kerajaan Melayu didirikan pada sekitar tahun 1750 oleh Raja Kahar dengan ibu kota pertama yang bernama Kota Dalam.

Adapun Kabupaten Langkat lahir setelah Republik Indonesia berdiri, tepatnya pada tanggal 9 April tahun 1946 yaitu dengan kedatangan Menteri Pertahanan Mr. Amir Syarifuddin ke Sumatra Timur dan menetapkan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam sidang perdana DPR Sumatra Timur pada tanggal 9 April 1946, diputuskan bahwa Keresidenan Sumatra Timur terbagi atas 6 kabupaten, yaitu: Kabupaten Langkat, Deli dan Serdang, Tanah Karo, Simalungun, Asahan dan Labuhan Batu.

Menurut Sulaiman Zuhdi (2014), Raja Kahar adalah penerus keturunan dari Raja Aru/Haru dan Raja Ghuri yang membangun Kerajaan Langkat pada pertengahan Abad ke 18 M. Sewaktu mendirikan Kerajaan Langkat Raja Kahar telah berusia lanjut, kira-kira berumur 77 tahun. Beliau meninggal pada tahun 1750 M dan makamnya berada di Buluh Cina Hamparan Perak. Untuk menentukan kapan Raja Kahar membuka Kerajaan Langkat di Kota Dalam, berpedoman kepada adat dan tradisi masyarakat Melayu Langkat dalam memilih hari baik dan bulan baik, maka ditetapkan Hari Jadi Langkat pada tanggal 12 Rabiul Awal 1163 H. atau pada tanggal 17 Januari 1750 M.

Tapi soal penetapan Hari Jadi Langkat tanggal 17 Januari 1750 itu juga tidak benar. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, ketepatan tanggal Hari Jadi Langkat dulu juga pernah dipertanyakan oleh Wakil Gubernur Sumatra Utara Gatot Pujo Nugroho saat menghadiri Hari Jadi Langkat tahun 2011.

Menurut tokoh Masyarakat Langkat Haji Fachruddin Ray (Alm) yang ikut dalam Seminar Hari Jadi Langkat pada tahun 1995, terdapat kekeliruan dalam melakukan perhitungan penanggalan Hijrah ke Masehi. Pada dasarnya semua pihak telah sepakat menetapkan Hari Jadi Langkat berpedoman pada tanggal 12 Rabiul Awal 1163 H. Tetapi berdasarkan hasil perhitungan komputerisasi IAIN SU tahun 2002, maka tanggal 12 Rabiul Awal 1163 H jatuh/bertepatan pada tanggal 18 Februari 1750, bukan pada tanggal 17 Januari 1750 M.

Dengan demikian, mestinya dapat dibedakan antara “Hari Jadi Langkat” dengan “Hari Jadi Kabupetan Langkat.” Hari Jadi Langkat berpedoman pada dibukanya Kota Dalam sebagai ibukota Kerajaan Langkat oleh raja Kahar yang kini telah berusia 273 tahun. Sedangkan Hari Jadi Kabupaten Langkat berpedoman pada ditetapkannya Langkat sebagai salah satu Kabupaten di Sumatra Timur (Utara) pada tahun 1946. Pada tanggal 9 April 2023 Kabupaten langkat akan berusia 77 tahun.

Sebenarnya soal penetapan hari lahir daerah bukan hanya Langkat yang bermasalah, tapi juga Kota Medan dan Binjai. Kota Medan, misalnya, yang telah ditetapkan tanggal 1 Juli 1590 sebagai Hari Jadi Kota Medan berpedoman pada dibukanya kampung Medan oleh Guru Patimpus. Menurut sejarawan Unimed Dr. Phil. Ichwan Azhari menyatakan bahwa tak ada peristiwa apapun yang terjadi pada 1 Juli 1590. Ichwan menegaskan bahwa dirinya memiliki dokumen terkait hari jadi Kota Medan. Pemerintah Belanda lah yang menetapkan Medan sebagai kotamadya (gemeente) pada 1 April 1909. Dan tanggal itulah harusnya dipakai dalam menetapkan Hari Jadi Kota Medan.

Hari jadi kota Binjai juga tidak luput dari kritik. Kota Binjai yang telah ditetapkan berdiri pada tanggal 17 Mei 1872 berdasarkan peristiwa Perang Timbang Langkat juga dianggap mengaburkan nilai-nilai sejarah yang sebenarnya. Sebab pemerintah kolonial Belanda yang menetapkan kota Binjai menjadi Gemeente pada tanggal 23 Juli 1903.

Kritikan soal Hari jadi Kabupaten Langkat itu pernah saya sampaikan kepada salah seorang kepala SKPD Kabupaten Langkat. Beliau menjawab bahwa penetapan Hari Jadi Kabupaten Langkat itu sulit diubah karena sudah diPerda-kan. Untuk merubahnya harus ada berbagai tahapan mulai dari kajian awal, seminar hasil, diskusi publik, kemudian diParipurnakan, sampai disahkan melalui Perda. Tapi menurut saya, jika ada kemauan kuat Pemda Langkat revisi Perda tersebut bisa dilakukan. Sebab revisi bukan suatu hal yang tabu. Sebagai contoh, Kota Surabaya telah mengalami tiga kali revisi hari jadi. Begitu juga dengan Kota Bandung yang mengalami dua kali perubahan.

Daerah Penghasil Sumber Daya Alam

Terdapat catatan klasik yang ditulis seorang agen berkebangsaan Inggris bernama John Anderson ketika mengunjungi Sumatra Timur tahun 1823. Dalam bukunya yang berjudul Mission to the east coast of Sumatra, in 1823, ia menuliskan bahwa Langkat bersama Deli, Serdang dan Buluh Cina adalah negeri yang kaya dengan hasil perkebunan Lada.

Langkat mengekspor 20.000 pikul (1 pikul = 50 kg) lada ke Pinang dan Singapura. Ia memperkirakan bahwa dalam dua tahun terakhir produksi lada dari Langkat, Buluh Cina, Deli dan Serdang mencapai 100.000 pikul (5000 ton) yang diekspor ke Malaka, Pinang dan Singapura. Lada dari Langkat tergolong bermutu yang paling baik dan sejak lama diminati pasaran Eropa dan Amerika dengan nama lada putih (Anderson, 1826).

Selain lada, Anderson juga mencatat bahwa Langkat menghasilkan logam mulia berupa emas yang berasal dari pedalaman Bahorok. Emas Bahorok ini disebut “Emas Muda” atau “Lima Mutu” yang cahayanya keputih-putihan. Tambang emas itu adalah milik seorang pemimpin suku Melayu bernama Wan Pangai Lakkawa. Kedatangan John Anderson ke negeri Langkat adalah sebelum masa kedatangan kolonial Belanda dan belum adanya konsesi perkebunan Sumatra Timur.

Setelah Pemerintah Kolonial Belanda masuk ke Sumatra Timur dan melakukan konsesi perkebunan dengan raja-raja melayu, maka berakhirlah era perkebunan lada dan berganti dengan perkebunan tembakau. Berkembangnya perkebunan tembakau disebabkan karena mutu tembakau yang dihasilkan di Sumatra Timur tergolong yang bermutu tinggi bahkan termasuk jenis tembakau terbaik di dunia.

Keuntungan besar yang didapat maskapai-maskapai perkebunan tembakau dan para sultan membawa dampak positif terhadap perkembangan kota-kota di Sumatra Timur, sehingga dengan berbagai kemajuan yang ada Kota Medan dijuluki sebagai Paris van Sumatra dan Tanjung Pura dijuluki De Amsterdam van Sumatra. Tanjung Pura sebagai ibu kota Kesultanan Langkat masa itu menjadi satu-satunya kota di Sumatra yang memiliki sistem pengendalian banjir.

Walaupun tembakau yang berasal dari Sumatra Timur dikenal dengan nama tembakau Deli tetapi bukan berarti tembakau itu hanya berasal dari wilayah Deli. Pada kenyataannya perkebunan tembakau tersebar di seluruh wilayah Sumatra Timur termasuk juga di daerah Langkat. Oleh sebab itu, nama tembakau Deli adalah istilah untuk menunjukkan jenis tembakau yang dihasilkan dari seluruh perkebunan di Sumatra Timur.

Begitu luasnya wilayah konsesi perkebunan tembakau di Langkat membuat perusahaan Deli Maatschappij perlu menjaga hubungan baik dengan Sultan Langkat sehingga pada tahun 1927 Direktur Deli Maatschappij Herbert Cremer menyumbang seluruh biaya pembangunan menara Masjid Azizi.

Kekayaan sumber daya alam Langkat menemui puncaknya setelah ditemukannya sumber minyak bumi di Telaga Said, Kecamatan Sei Lepan tahun 1880 oleh Aeilko Jans Zijker, seorang ahli perkebunan tembakau pada perusahaan Deli Maatschappij. Setelah mendapatkan konsesi dari Sultan Langkat, sumber minyak bumi itu kemudian dikelola oleh perusahaan Belanda bernama NV Koninklijke Nederlandsche Petroleum Maatschappij (KNPM). Kontrak perusahaan minyak dengan Sultan Langkat itu pada akhirnya membuat Langkat menjadi kerajaan Melayu terkaya di Sumatra Timur. Kekayaan kerajaan turut dinikmati oleh rakyatnya, karena Sultan mengeluarkan zakat dan sedekah dengan mengumpulkan seluruh rakyat di masjid atau istana pada setiap bulan Ramadhan.

Harapan Kedepan

Sebagai sebuah negeri yang pernah memiliki kejayaan dan kemakmuran pada masa lalu, maka tersimpan harapan besar dalam jiwa masyarakat Langkat untuk dapat mengulangi kejayaan di masa lalu. Kekayaan sumber daya alam dan manusia yang dimiliki Kabupaten Langkat saat ini jika dapat dioptimalkan dengan landasan nilai-nilai kerja keras dan kejujuran niscaya akan membawa dampak yang siginifikan terhadap kemakmuran Kabupaten Langkat.

Salah satu kesan mendalam yang dicatat Anderson ketika mengunjungi Sumatra Timur adalah ketika ia menuliskan: “Kiranya negeri ini memiliki keunggulan yang luar biasa dalam hal tanah. Tetapi penduduknya bekerja sewajarnya saja dalam memanfaatkan karunia alam yang melimpah.” Tulisan dari pengelana asing 200 tahun yang lalu mestinya dapat menggugah nurani kita bahwa dengan berbagai persoalan ekonomi, politik, ketimpangan sosial dan moral yang terjadi menunjukkan bahwa negeri ini belum dikelola belum secara maksimal.

Perlu kerja keras dan kesungguhan dari para pemimpin, khususnya Pemerintah Kabupaten Langkat untuk dapat mengembalikan kembali kejayaan dan kemakmuran Langkat sebagaimana pernah diraih di masa lalu. Selamat Hari Jadi Langkat yang ke-273 tahun.***

Oleh: Sufriyansyah Hamas
Penulis adalah peneliti sejarah dan Ketua Langkat Heritage Institute (LHI)

- Advertisement -

Berita Terkini