Tiga Hari Kelaparan Terpaksa Jual Kulkas Bekas, Anak Mendekam di Penjara Dipolisikan Ibu Kandung

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Tangerang – Pada Oktober 2020, di Tangerang Selatan diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) atau PPKM Level III. Orang-orang dilarang berkerumun, perjalanan di-stop, perekonomian anjlok, perdagangan terhenti, dan banyak orang jatuh miskin karena berhentinya laju transaksi. Bagi yang tak memiliki cukup tabungan sudah pasti kesulitan makan.

Di tengah lockdown ekonomi dan sosial tersebut, dua anak yatim berinisial S dan V yang dari kecil ditelantarkan ibunya terjebak Penguncian tanpa makanan dan uang sama sekali. Karena sudah 3 hari tidak makan dan ibunya keluyuran entah kemana, si Kakak V, berinisiatif menyuruh S untuk menjual saja kulkas bekas yang jarang terpakai dan teronggok di dalam rumah. Kulkas itu tak pernah ada isinya.

Tapi sial, kulkas kecil satu pintu yang hanya laku Rp500.000 ribu itu mengantarkan S ke jeruji besi. Sebabnya, ibunya yang berinisial LF melaporkan S perkara Pencurian jo Pencurian Dalam Keluarga pasal 362 KUHP jo pasal 367 Ayat (2) KUHP dengan Laporan Nomor: LP/1375/K/XII/2020/SPKT/Res Tangsel. S dipolisikan tanggal 23 Desember 2020. Dua bulan usai penjualan barang bekas itu.

S, yang habis jadi korban PHK dan tinggal di Serua Poncol, Sawah Baru, Ciputat, Tangsel, tak pernah menyangka ibunya sendiri tega melaporkan ke Polisi. Padahal si ibu tak pernah peduli anaknya makan atau tidak. Ibu tak menunaikan tanggung jawabnya menafkahi anak. S selalu trauma pada watak LF yang gemar marah-marah, berkata kasar, dan kerap menghina bila S minta uang atau makanan.

Beberapa waktu sebelum itu, S juga pernah 3 kali digerebek Polisi karena dituduh memakai obat-obatan terlarang. Dari penggeledahan, pemeriksaan, hingga tes urine, sama sekali tidak terdapat unsur narkoba di dalam diri S. Martabat S dijatuhkan dengan laporan palsu. Dari situ, 100 persen S yakin semua ulah LF yang mencoba menyingkirkannya dengan cara menjebloskan ke penjara dan mempermalukanya di depan lingkungan sekitar.

Pasalnya, sejak menolak keras penjualan rumah peninggalan almarhum ayahnya, S tak pernah berhenti ditarget ibunya sendiri. Dan kelaparan 3 hari di Oktober 2020 jadi pintu masuk LF untuk mempolisikan S. Kenapa hanya S yang dilaporkan Pasal Pencurian sedangkan yang menyuruh menjual kulkas adalah V? Karena V akhirnya diterima kuliah S2 di Italia dan berada di luar negeri. Karena S dianggap ‘’berdosa’’ telah lahir sebagai seorang laki-laki. Jenis kelamin laki-laki S bagai kutukan yang ditimpakan ibu kandung padanya. Semua yang dilakukannya selalu dianggap salah.

Dengan nilai barang yang sangat kecil, om dan tantenya S siap mengganti kerugian LF. Harapannya kasus tersebut tidak perlu berakhir di jeruji besi, sesuai dengan semangat penegakkan hukum di Indonesia yang menjunjung tinggi Restorative Justice (RJ) untuk kasus yang sepele dan bernilai kerugian remeh.

Seiring berjalannya waktu, satu persatu kebenaran terkuak. Ternyata LF diduga juga memalsukan tanda tangan S dan V dalam surat yang berisi persetujuan tanah dan bangunan peninggalan ayahnya untuk jadi jaminan pinjaman uang senilai Rp500 juta di BRI Cabang Bintaro Trade Center. Kini, karena sudah dijebloskan ke penjara, S sedang bersiap melaporkan ibu kandungnya sendiri yang secara tega dan licik memalsukan tanda tangan anak untuk meraup uang segar dari bank.

Pada Oktober 2021, S diusir dari rumahnya oleh gerombolan ormas suruhan LF. Bagaimana bisa setega itu, anak yang dari kecil tidak mendapat kasih sayang, diusir dari properti yang dibangun dari jerih payah mendiang ayah kandungnya sendiri. Padahal bangunan tersebut dimaksudkan untuk menjadi bekal hidup S dan saudaranya.

Uang dan kesenangan sudah seperti membutakan mata hati LF yang sejak lama berambisi mengirim S ke penjara. Anak, hubungan darah, kasih sayang, kekeluargaan, seperti tak ada nilainya dibandingkan harta benda. LF hanya peduli pada uang, uang, dan uang.

Koordinator tim Pengacara Pembela Anak Terlantar (PPAT), Muhammad Mualimin, yang mengadvokasi kasus S mengatakan, kengototan LF untuk memenjarakan darah dagingnya sendiri saat anak sudah minta maaf dan siap mengganti kerugian makin membuktikan dugaan adanya motif lain selain kehilangan kulkas kecil bekas dan jarang terpakai.

‘’Pemicu dan dampak sosial dari kasus ini rumit sekali ya. Banyak pihak ingin mendamaikan kasus ini, tapi si ibu ngotot memenjarakan. Saat anak terpaksa menjual kulkas untuk makan dan mencegah kematian yang disebabkan kelaparan, ibu kandung malah terobsesi untuk mengirim anak sendiri ke jeruji besi. Sepertinya ini karena S frontal dan keras mempertahankan aset peninggalan bapaknya, setelah harta yang lain habis dijual ibu yang gaya hidupnya hedon dan tanpa pekerjaan jelas,’’ kata Mualimin dalam keterangan tertulisnya, Kamis (20/1/2022).

‘’Kami menduga ini semua disebabkan motif ekonomi, dimana si ibu mati matian menguasai segala aset yang ada tanpa menyisakan sedikitpun untuk anak-anaknya. Si ibu tercatat pernah menjual rumah senilai Rp650 juta di Tanjung Barat, sayangnya S sama sekali tidak menikmati hasilnya. Uang itu habis untuk kesenangan belaka si ibu. Kalau sifat rakus sudah jadi ratu dalam diri seseorang, segala hal yang bukan haknya pun dirampas dengan menggunakan cara-cara tidak benar,’’ ungkapnya.

Awal Mula Kebencian LF pada S

Berdasarkan pengakuan salah satu tante S, pertengahan Tahun 1990-an, suami LF, MM, ingin sekali punya anak perempuan setelah dua anak pertamanya berjenis kelamin Laki-laki. Saat janin masih dalam kandungan, MM begitu memimpikan memiliki anak perempuan yang cantik jelita. Tapi sayang, anak ketiga yang lahir pada April 1997 itu ternyata laki-laki. Bayi mungil tak bersalah itu adalah S.

Karena anak ketiga bukan perempuan, MM kecewa berat sehingga lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah atau tempat hiburan. MM jadi jarang pulang. Hubungannya dengan LF pun merenggang, sering cekcok, saling menyalahkan, dan akhirnya perkawinan mereka benar benar berakhir pada 1999. ‘’Sialnya’’ lagi, kata si tante, S mewarisi wajah dan sosok yang mirip sekali dengan ayahnya, MM. Itu menambah kebencian LF pada anak ketiga yang diimpikan berjenis kelamin perempuan.

Sejak umur 18 bulan, bayi S tidak lagi diasuh LF. Bayi yang tak berdosa itu akhirnya dirawat neneknya yang kasihan dan sudah lelah menasihati anaknya, LF, si wanita yang terkenal suka menghabiskan waktu di cafe bersama para pria. Untungnya ada panti asuhan Nurul Qomar yang bersedia membantu biaya pendidikan S.

Untuk mencukupi kebutuhan, S membantu neneknya jualan nasi dan jadi tukang parkir selama 8 tahun. Kemana LF, si Ibu yang pandai dandan itu? Apa yang dilakukan si Ibu saat anaknya kelaparan dan butuh sentuhan kasih sayang?

Sewaktu SMP, S harus bekerja keras jadi ‘’Pak Ogah’’ yang memandu mobil dan motor memutar atau menyeberang di jalan raya. Itu semua karena hidupnya serba kekurangan, apalagi di tahun 2010 ayahnya meninggal dunia. S tak pernah mengerti mengapa ia yang berjenis kelamin laki-laki menjadi sebuah kesalahan di mata LF. S tak pernah meminta Tuhan untuk dilahirkan sebagai seorang laki-laki.

Kini, anak yang sejak bayi tidak diurus ibunya itu malah dikirim ke jeruji besi. Kalau masalah awalnya hanya tentang kulkas bekas senilai Rp500.000, paman dan tante S siap mengganti kerugian bahkan berkali-kali lipat, yang penting ada perdamaian antara ibu dan anak, laporan dicabut, dan tidak perlu ada yang dipenjara karena sebab barang yang remeh dan tak penting.

Itulah manusia. Saat dengki, dendam, sakit hati, dan ketamakan merasuki, faktanya ada loh ibu kandung yang tega dan kejam memenjarakan darah dagingnya sendiri karena hal remeh. Di mata si ibu, harga kulkas kecil bekas lebih berharga ketimbang anak kandung. Dan, ambisi lama menyingkirkan kerikil sudah berhasil. Jalan lapang untuk menjual rumah peninggalan mantan suami terbuka lebar.

S menyesal kenapa dulu tidak melaporkan LF pasal Penelantaran Anak. S begitu bertanya-tanya, bagaimana bisa dia yang bertahun tahun tinggal di rumah tersebut, dijebloskan ke penjara karena menjual salah satu barang di rumah itu, padahal rumah dan seisinya adalah peninggalan ayah kandungnya sendiri. S menjual kulkas bekas, ya karena disuruh kakaknya, itu pun karena mereka berdua kelaparan, 3 hari tidak makan karena tidak ada makanan.

Setelah S jadi tersangka, tanggal 7 Agustus 2021 si anak malang itu ditahan di Rumah Tahanan Polres Tangsel. Tanggal 13 Agustus 2021, tim Kuasa Hukum berhasil meminta penangguhan penahanan dan membebaskan S. Sayangnya menjelang pelimpahan berkas ke Jaksa Penuntut Umum, S pada 7 Desember 2021 kembali dijebloskan ke penjara di Lapas Pemuda Kelas II A Tangerang hingga detik ini.

Sekretaris tim Pengacara Pembela Anak Terlantar (PPAT), Aditya Harry Prabowo menjelaskan, selain dipolisikan, S saat ini juga digugat perdata senilai 2,8 Miliar di Pengadilan Negeri Tangerang (Nomor 817/Pdt.G/2021/PN.TNG) hanya karena menerima pembayaran uang kontrakan dari penyewa dari bangunan peninggalan ayah kandungnya sendiri.

‘’LF ini menggugat 2,8 M ke S. Jadi kebencian si ibu pada S ini seperti sudah masuk ke tulang, segala langkah hukum diluncurkan untuk menjatuhkan dan menghabisi S yang dibencinya sejak bayi. Di Pengadilan Agama Tigaraksa (Perkara Nomor 4983/Pdt.G/2021/PA.TGRS), V akhirnya mengajukan permohonan batal hibah tanah dan bangunan peninggalan ayahnya kepada LF. V dan S tidak ingin semua harta dikuasai ibu sedangkan anak-anaknya hidup dalam kesengsaraan,’’ jelas Aditya.

Kini, S sudah berstatus sebagai Terdakwa. Kasusnya teregistrasi nomor 2068/Pid.B/2021/PNTng di Pengadilan Negeri Tangerang. Minggu depan S harus menghadapi Tuntutan dari Jaksa, buntut dari laporan ibu kandungnya sendiri yang kejam dan tak mengenal belas kasihan. S begitu sedih, hanya karena kulkas bekas yang dijual untuk mengganjal perut malah membuatnya mendekam di jeruji besi. Dan konyolnya lagi, yang memenjarakannya ibu kandung sendiri.

(red)

- Advertisement -

Berita Terkini