Krisis Perbankan Menjalar ke Eropa, Lantas Kita Harus Berbuat Apa?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Sebelumnya kebangkrutan terjadi pada Silicon Valley Bank, Silvergate Bank dan Signature Bank di Amerika Serikat. Saat ini kebangkrutan mulai menjalar ke Eropa, dimana muncul Credit Suisse yang menjadi pesakitan baru.

“Perbankan yang mengalami kebangkrutan memang kerap menjadi awal kemungkinan terjadinya krisis atau resesi yang terjadi di suatu Negara,” ujar Pengamat Ekonomi, Gunawan Benjamin di Medan, Sumatera Utara, Kamis (16/3/2023).

Benjamin mengatakan yang perlu diwaspadai memang adalah dampak sistemik yang mungkin terjadi dari kebangkrutan perbankan tersebut. Nah jika merunut pemicu kolapsnya kondisi perbankan akibat pembiayaan ke usaha rintisan (startup) dan aset kripto.

“Saya pikir usaha serupa di tanah air tidak banyak mengandalkan pembiayaan dari perbankan di indonesia, termasuk juga di wilayah Sumatera Utara,” kata Benjamin.

Pada dasarnya, sambung Benjamin, usaha sejenis yang berkembang ditanah air juga tidak sebanyak di Negara AS atau Eropa. Sehingga porsi pembiayaan usaha rintisan ataupun yang terkait kripto tidak mengambil porsi pembiayaan yang besar, atau bahkan menjadi dominan dalam suatu Bank. Sehingga efek domino kebangkrutan Bank di luar tidak berasa di tanah air.

“Namun kita harus mengambil pelajaran dari situ. Dan yang kita kelola adalah kepercayaan masyarakat serta mitigasi resiko yang timbul dari kemungkinan sistemik dari kebangkrutan Bank itu sendiri. Satu hal yang perlu diwaspadai adalah kemungkinan gangguan pada dunia usaha seiring dengan tingginya suku bunga,” jelas Benjamin.

Menurut Benjamin, dimana kenaikan bunga acuan Bank Sentral AS sebelumnya, digadang-gadang menjadi pemicu kebangkrutan perbankan yang terjadi saat ini. Selain menekan kinerja dunia usaha Karena bunga tinggi, bangkrutnya sejumlah perusahaan kripto juga disinyalir akibat peralihan dana ke US Dolar yang memberikan imbal hasil tinggi.

“Saya mengkuatirkan koreksi pada pasar keuangan global justru menurunkan kepercayaan investor, atau nasabah di Negara manapun tanpa terkecuali Indonesia. Nah ini yang perlu kita kelola agar kebangkrutan yang terjadi di luar tidak merembet ke tanah air,” ujarnya.

Benjamin menambahkan pasar saham yang akan menjadi wajah atau tolak ukur untuk melihat bagaimana kinerja perekonomian di suatu Negara.

Menurutnya, bukan perkara mudah berbicara kondisi ekonomi masih berada dalam jalur yang bagus, kalau bursa sahamnya justru mengalami tekanan yang besar.

“Meskipun pada dasarnya hal tersebut juga tidak perlu ditakutkan, terlebih jika kita masih mampu menunjukkan bahwa indikator ekonomi makro atau sektor rillnya tetap on track untuk tumbuh positif,” kata Benjamin. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini