UMP Sumatera Utara Naik 7.45%, Pengamat Khawatir akan Ada PHK

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Kenaikan upah sebesar 7.45% pada dasarnya sudah mampu mengkompensasi kenaikan laju tekanan inflasi selama tahun 2022. Karena untuk Sumatera Utara Sumut sendiri inflasi diperkirakan akan berada di kisaran 5% hingga tutup tahun 2022. Jadi, buat pekerja baru yang mengalami kenaikan upah sebesar 7.45% masih bisa menikmati uang tambahan dari kompensasi inflasi itu sendiri.

Hal itu dikatakan Pengamat Ekonomi Gunawan Benjamin di Medan Sumatera Utara, Selasa (29/11/2022).

“Namun, bagaimana dengan perusahaan yang mungkin tidak menaikkan upah minimum. Karena menurut hemat saya, di tengah situasi ekonomi yang berat saat ini, ditambah dengan iklim bisnis yang masih dihantui resesi ekonomi global dan inflasi atau dikenal dengan istilah Reflasi. Maka lakukan dialog dan negosiasi kepada perusahaan,” ujarnya.

Benjamin menambahkan, kita semua tentunya berharap semua perusahaan bisa memenuhi kenaikan UMP yang sebesar 7.45% tersebut, khususnya bagi masa kerja 0 hingga 1 tahun. Nah masalah akan muncul pada pelaku usaha yang keberatan dengan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tersebut. Tetapi kalau saya di posisi pekerja saya tentunya mengharapkan kenaikan UMP untuk mengkompensasi kenaikan biaya hidup (setidaknya sebesar inflasi).

“Sementara kalau saya di posisi pemerintah, ini kebijakan yang dilematis. Saya yakin pemerintah provinsi Sumut mengetahui benar kondisi bisnis saat ini. Dan formulasi kenaikan UMP ini juga pada dasarnya hanya mengacu kepada hitungan pemerintah pusat, dan datanya juga dari BPS. Sehingga Pemprovsu menginput angkanya lantas keluar hasilnya 7.45% tersebut,” kata Benjamin.

Di sisi lain, kata Benjamin, pelaku usaha tentunya memiliki hitung hitungan bisnis, bukan hanya hitungan bisnis saat ini, tetapi juga hitungan bisnis kedepan. Yang saya kuatirkan justru adalah jika nantinya kenaikan upah yang dilakukan malah membuat perusahaan melakukan efisiensi, yang bisa saja muaranya adalah PHK. Jadi, kenaikan upah ini harus disikapi secara bijak, semua pihak harus legowo menerimanya.

Menurutnya, setiap pihak yang terdampak dari kenaikan UMP harus memposisikan diri di semua pihak. Jadi, sudut pandangnya itu dari sisi pekerja, pemerintah dan pelaku usaha. Dan jangan berasumsi bahwa semua pelaku usaha itu hanya melihat untung ruginya saja, tetapi dari banyak kesempatan saya berdialog dengan pengusaha, banyak dari mereka yang tidak tega kalau harus mem-PHK karyawannya.

“Namun saya yakin pelaku usaha disini juga bisa berdialog ke pemerintah terkait keberatannya dengan kenaikan UMP tersebut. Bukan tidak mungkin diskusi tersebut bisa memunculkan solusi yang membuat pelaku usaha urung mem-PHK pekerjanya. Di sisi lainnya, saya juga sudah menemukan sejumlah karyawan yang dirumahkan , terlebih karyawan kontrak,” lanjut Benjamin.

Dengan demikian, sekalipun UMP ini bisa memberatkan bagi sebagian pelaku usaha. Di lapangan saya justru mendapatkan informasi di sejumlah perusahaan yang justru berencana menaikkan gaji karyawannya sebesar 5%, untuk karyawan yang masa kerjanya di atas satu tahun. Ini tentunya kabar baik, karena memang tidak semua pelaku usaha itu mengalami nasib buruk.

“Masih ada yang mampu bertahan bahkan mampu mencetak laba. Beberapa perusahaan berbasis komoditas masih mampu mencetak laba seiring dengan kenaikan harga komoditas setahun belakangan ini. Dan masih ada perusahaan lainnya seperti yang memasok bahan pangan masyarakat yang juga mampu bertahan. Jadi perusahaan seperti ini harus terdepan dalam membarikan kenaikan gaji yang layak yang bisa diikuti oleh perusahaan lainnya,” kata Benjamin mengakhiri. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini