Di Sumut, Tingkat Kemiskinan Masih Cukup Terkendali, Tetapi Ancaman Terlihat di Tahun Depan

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Inflasi di wilayah Sumatera Utara diperkirakan akan berada dikisaran 0.87% di bulan September ini, belum memicu lompatan angka kemiskinan yang signifikan di Sumut. Selama tahun 2022, memang terjadi peningkatan yang cukup tajam pada laju inflasi diwilayah Sumut.

“Sebelum perang Rusia-Ukraina berkecamuk, inflasi sudah beranjak naik seiring dengan permintaan akan komoditas yang meningkat, namun belum sepenuhnya mampu diimbangi dengan persediaan,” ujar Pengamat Ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin, Rabu (28/9/2022).

Setelah perang berkecamuk, lanjutnya, harga energi mengalami kenaikan yang diikuti dengan kenaikan harga pupuk, dan sejumlah komoditas pangan. Puncaknya pada 3 september harga BBM bersubsidi dinaikkan sekitar 30% untuk jenis pertalite dan solar. Yang akan memberikan andil inflasi sebesar 1.78%. Namun realita dilapangan tidak sepenuhnya demikian sejauh ini.

“Harga sejumlah kebutuhan pokok masyarakat di Sumut masih terkendali, bahkan jika diakumulasikan masih akan membentuk deflasi dalam rentang 0.4% hingga 0.5%,” imbuhnya.

Sedangkan, tambah Benjamin, komoditas cabai, daging ayam dan telur ayam, daging sapi, bawang merah dan minyak goreng masih cenderung stabil dan sebagian mengalami penurunan tajam.

“Untuk harga beras, bawang putih, dan gula pasir memang terlihat ada sedikit mengalami kenaikan terbatas,” ujarnya.

Nah, kata Benjamin, harga komoditas pangan pokok yang cukup stabil tersebut, sangat efektif menahan pengeluaran masyarakat. Karena pengeluaran rutinnya ada disitu sehingga jumlah masyarakat miskin masih tertahan.

“Sementara untuk pengeluaran jenis kebutuhan lainnya seperti sabun, deterjen, pasta gigi, kopi, teh, BBM, listrik, mie instan, roti kering dan sejumlah kebutuhan lain memang berpotensi naik. Nah kenaikan pada komponen kebutuhan tersebut yang menjadi pemicu total akumulasi inflasi sekitar 0.87%,” imbuhnya.

Jadi pada dasarnya dari sisi inflasi, sambungnya, lompatan angka kemiskinan relatif terbatas jika dihitung pada bulan September 2022 ini. Hanya saja yang menjadi pertimbangan selanjutnya adalah kondisi dunia usaha yang menyumbangkan jumlah pengangguran.

“Industri pariwisata, hotel dan restauran ini sempat membaik di awal tahun 2022. Namun kembali tertekan hingga saat ini,” ungkapnya.

Diungkapkannya, beberapa perusahaan jasa online justru melakukan PHK masal yang bisa memberikan tambahan jumlah pengangguran. Meskipun dampaknya belum sekarang, karena kalau dihitung per September 2022 atau bahkan hingga tutup tahun, masih belum akan menambah jumlah tingkat kemiskinan yang signifikan. Masih ada uang pegangan dari pesangon yang didapatkan.

“Tetapi akumulasi tingkat kemiskinan hingga maret 2023 mendatang yang perlu dikuatirkan. Diperkirakan tingkat kemiskinan di September 2022 di Sumut ini berkisar 8.53%,” imbuhnya.

Dikatakan Benjamin, jika Pemerintah provinsi Sumut beserta Pemda tingkat II masih menggelontorkan sejumlah skema bantalan sosial, saya yakin tingkat kemiskinan di Sumut sampai tutup tahun akan mampu di tekan dibawah 8.7%, dan baru akan mencapai 9% pada maret 2023 mendatang. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini