Anggota DPR RI Rudi Hartono Bangun Desak BPK dan BPKP Audit Utang BNPB

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Nasional Demokrat (Nasdem), Rudi Hartono Bangun SE MAP, mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengaudit utang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang nilainya mencapai Rp.1,5 Triliun, pada vendor atau pihak ketiga.

“Masalah utang BNPB pada pihak vendor atau pihak ketiga itu, sesungguhnya untuk jenis pekerjaan apa sampai, Rp.1,5 triliun ? Dan pihak ketiga itu siapa? Harus jelas pihak ketiganya siapa ?” kata Rudi Hartono Bangun dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat (27/8/2021) di Jakarta, menanggapi persoalan utang BNPB yang mengemukan pada rapat kerja Komisi VIII DPR RI dengan BNPB.

Wakil rakyat dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Utara III ini menegaskan kejelasan utang itu perlu dikemukakan secara terbuka ke publik, sebab untuk membayar utang Rp.1,5 triliun itu adalah uang rakyat Indonesia.

“Kalau hanya cuma menyirami air dengan Helikopter, kenapa bisa biayannya membengkak sampai Rp. 1,5 trilun ? Coba tanyakan sama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), berapa sih harga Helikopter 1 unit? Kalau dengan uang Rp. 1,5 triliun, saya taksir bisa beli 30 unit heli,” papar Rudi Hartono Bangun.

Terkait masalah utang tersebut, Rudi Hartono Bangun mengatakan Kepala BNPB yang lama juga harus bertanggungjawab. Bagaimana prosedur tender dan lelang pekerjaan ini, sehingga BNPB belum bisa membayar? tanyanya.

Wakil rakyat yang selalu rutin mengunjungi Dapilnya ini menduga seperti ada permainan dalam hal pekerjaan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). Diduga ada mark up sehingga nilai pekerjaannya bisa melesat Rp. 1,5 triliun.

Rudi Hartono meminta BPK dan BPKP harus teliti mengaudit pekerjaan penyiraman air dengan Helikopter ini. Dimana lokasi, titiknya, desa, kecamatan dan kabupatennya harus jelas. Pasalnya, bisa saja fiktif dan gambarnya yang sama diduga guna mengelabui untuk membuat laporan penagihan pekerjaan ini, sehingga mencapai jumlah Rp. 1,5 triliun.

“Jika hal-hal semacam ini setiap lembaga melakukan, saya melihat uang APBN akan banyak yang bocor dan tidak ada manfaat yang dirasakan rakyat,” pungkas Rudi Hartono Bangun. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini