TOR Diskusi Intelektual MW KAHMI Sumut “Jaminan Hukum, Vaksin Halal Bagi Umat”

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Majelis Wilayah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Sumatera Utara (MW KAHMI Sumut) akan mengadakan diskusi intelektual
bertempat melalui Zoom Meeting Majelis Wilayah KAHMI Sumut, Kompleks Setia Budi Indah I Blok OO No. 3A, Medan, Sumatera Utara, pukul 14.00 WIB-selesai, Selasa (18/1/2022) mendatang.

Keynote Speaker dan Nara Sumber yakni Bahlil Lahadalia, S.E sebagai Keynote Speaker (Menteri Investasi Indonesia merangkap Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal di Kabinet Indonesia Maju Jilid II Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin), DR. Umar Husen, SH., MH sebagai Narasumber (Praktisi Hukum dan Cendikiawan Muslim)
3. Dr. Mirza Nasution, S.H., M.Hum sebagai Narasumber (Pakar Hukum Tata Negara dan Dosen FH USU)

Selain itu, Ahmad Himaawan, S.Ag, MA., MM sebagai Narasumber (Ketua Yayasan Konsumen Muslim Indonesia-Jakarta), Dr. Amirsyam Tambunan, M.A sebagai Narasumber (Sekjen MUI Pusat), Dr. Anshari Yamamah, MA sebagai Narasumber (Dosen Fakultas Syariah UIN-SU Medan) dan pembawa acara dalam diskusi itu, Ansari Adnan Tarigan, SE., MM.

Sekretaris Bidang Hukum dan HAM MW KAHMI Sumut, Taufik Umar Dhani Harahap SH menjelaskan Term of Reference (TOR) dan latar belakang diadakannya diskusi. Ia menerangkan konstitusi memberikan jaminan kebebasan bagi warga negara untuk menjalankan ibadah bagi pemeluknya. Jaminan itu tertuang dalam Pasal 29 UUD 1945.

“Salah satu wujud jaminan kebebasan menjalankan agama, terutama bagi kaum muslimin, adalah terjaganya produk barang dan jasa yang halal. Halal, tentu mengambil makna bersih dari keharaman dan hal-hal yang dilarang oleh Al Quran dan Sunnah,” imbuh Taufik, Sabtu (15/1).

Alumni Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) itu memaparkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2019 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), merupakan wujud payung hukum bagi kaum muslimin tentang kewajiban setiap produk barang dan jasa atas sertifikasi Halal dari Lembaga Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam Pasal 1 UU dimaksud, yang disebut “produk” adalah termasuk “rekayasan genetic” maupun “produk kimiawi”.

Nah, sejak munculnya pandemi Covid-19, Pemerintah Republik Indonesia memberikan kewajiban bagi setiap warga negara untuk melaksanakan vaksin. Kewajiban untuk mengikuti vaksin tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2O2O Tentang Pengadaan Vaksi dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Desease 2019 (Covid-19).

Dan Presiden RI, Joko Widodo telah mengumumkan adanya Vaksin tahap Ketiga (Booster) yang diberikan gratis bagi seluruh warga negara Indonesia (https://republika.co.id/berita/r5jajr354/jokowi-vaksinasi-booster-gratis-untuk-seluruh-masyarakat, Selasa 11 Jan 2022 14:09 WIB).

Namun di satu sisi, MUI, telah menerbitkan Fatwa Nomor 14 Tahun 2021 tentang Hukum Penggunaan Vaksin Covid 19 produk Astra Zeneca, yang intinya dinyatakan haram, karena mengandung babi. Dan Fatwa MUI Nomor Nomor : 02 Tahun 2021 Tentang Produk Vaksin Covid-19 dari Sinovac Life Scieces Co. LTD. China dan PT. Bio Farma (Persero), yang dinyatakan bersih atau Halal.

“Yang maknanya, MUI telah memberikan jaminan Halal terhadap Vaksin yang dibolehkan untuk dikonsumsi oleh kaum muslimin. Hanya saja, Fatwa MUI tersebut, tidak atau belum diindahkan oleh kekuasaan eksekutif. Sehingga kaum muslimin terancam dengan masuknya unsur haram dalam tubuh melalui vaksin yang tidak halal,” kata Taufik yang juga sebagai modelator dalam diskusi ini.

Kondisi ini, ujar Taufik, menimbulkan dampak buruk secara fiqih, karena konsumsi barang haram, vis a vis, melalui vaksin yang tidak halal dimaksud. Oleh karenanya, umat muslim di Indonesia memerlukan jaminan hukum atas kebebasan menjalankan agama, dengan berhak menyatakan untuk tidak menerima vaksin yang tidak halal tersebut.

Dengan ini jelas dan nyata maksud kegiatan diskusi webinar tersebut dalam rangka menegakan Firman Allah SWT, Tuhan Seru Sekalian Alam beserta Hadist Rasulullah Muhammad SAW, dimana menegaskan :

“Wahai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 168)

Selanjutnya Hadist Rasulullah Muhammad SAW dari HR Al-Bukhäri dan Muslim dari Abu Abdullah An-Nu’man bin Basyir Ra., ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

“Sesungguhnya yang halal itu sudah jelas dan yang haram juga sudah jelas. Namun di antara keduanya ada perkara syubhat (samar) yang tidak diketahui oleh banyak orang. Maka barang siapa menjauhi diri dari yang syubhat, berarti telah memelihara agamanya dan kehormatannya. Dan barang siapa sampai jatuh (mengerjakan) pada perkara-perkara syubhat (samar), sungguh dia jatuh pada perkara yang haram, seperti seorang gembala yang menggembalakan ternaknya di pinggir jurang yang dikhawatirkan akan jatuh ke dalamnya. Ketahuilah bahwa setiap raja memiliki batasan dan ketahuilah bahwa batasan larangan Allah di bumi-Nya adalah apa-apa yang diharamkanNya. Dan ketahuilah, pada setiap tubuh ada segumpal darah yang apabila ia baik, maka baiklah tubuh tersebut, dan apabila rusak, maka rusaklah tubuh tersebut. Ketahuilah, ia adalah hati”.

Taufik juga menjelaskan tujuan diskusi yakni memberikan jaminan kepastian hukum bagi kaum muslimin untuk mendapatkan vaksin halal dan memberikan edukasi bagi kaum muslimin tentang pentingnya vaksin yang tidak mengandung unsur babi.

Selain itu, tambahnya, memberikan masukan bagi eksekutif dan jajaran pemerintah untuk memberikan jaminan perlindungan kebebasan dalam menjalankan ibadah agama bagi kaum muslimin, sebagai mayoritas umat di Indonesia.

Terakhir, kata Taufik, memberikan jalan keluar untuk terciptanya legalitas dan legitimasi Vaksin Halal di Indonesia.

(red)

 

- Advertisement -

Berita Terkini