Bank Syariah : Ibarat Banyak Teori Tapi Minim Praktek

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Medan – Belakangan muncul kabar akan di mergernya Bank Syariah BUMN yang sejauh ini masih dalam proses di kementerian BUMN. Sisi positif dari merger itu akan menciptakan sebuah peluang terbentuknya Bank besar dengan modal kuat dan mampu bersaing dengan BUMN lain. Karena kalau Bank Syariah BUMN tadi di merger, ini akan menambah kekuatan Bank Syariah untuk ekspansi lebih lincah lagi.

“Selama ini, Bank Syariah milik BUMN market sharenya masih di kisaran 6%-an. Dan sangat lama terjebak di kisaran 5%-an. Indonesia itu punya banyak Bank dengan ukuran kecil seperti Bank Syariah, yang kalau dibiarkan bersaing akan kalah dengan Bank yang besar-besar. Apalagi jika membandingkan dengan Bank Asing. Masalah utama penetrasi Bank Syariah saat ini belum mampu menggaet potensi pasarnya yang besar,” ujar Analisis Pasar Keuangan Gunawan Benjamin di Medan, Rabu (29/7/2020).

Jumlah penduduk muslim Indonesia banyak, namun Bank Syariahnya pemain “gurem” di sektor perbankan. Ajakan menggunakan bank syariah yang sesuai dengan syariat Islam belum diikuti dengan kedekatan Bank Syariah yang lebih nyata ke masyarakat.

Sebagai contoh, jaringan ATM maupun cabang Bank Syariah yang terbatas, belum mampu menjangkau wilayah pedalaman, layanan digital banking yang kalah saing dengan Bank Besar lain, pembiayaan yang terbatas pada segmen tertentu, dan banyak kekurangan lain yang membuat Bank Syariah sulit mengejar ketertinggalan dengan Bank Umum atau asing lainnya.

“Saya contohkan analogi yang lain, seorang masyarakat yang berniat menggunakan layanan Bank Syariah di pedalaman. Namun tidak mampu dilayani dengan Bank Syariah karena cabangnya tidak ada, terpaksa menggunakan Bank konvensional. Atau masyarakat yang terbiasa menggunakan smartphone, namun layanan transaksinya justru banyak menggunakan Bank konvensional karena lebih canggih, inovatif dan solutif,” jelasnya.

Masyarakat muslim ini pada dasarnya faham faedah dalam menggunakan Bank Syariah, bukan hanya bermanfaat untuk urusan duniawi, namun juga sebagai bentuk ketaatan beribadah. Tetapi kalau layanannya masih seperti sekarang, jelas masyarakat hanya mendapatkan pemahaman manfaat menggunakan Bank Syariah, tapi tidak dibarengi dengan dukungan kemudahan penggunaan bank Syariah di tatanan praktis.

“Ini sama aja, masyarakat mendapatkan banyak teori manfaat Bank Syariah, tapi minim praktek. Kita harapkan nanti Bank Syariah berubah dengan wujud yang lebih baik. Kalau merger, rasio keuangan perbankan akan lebih efisien, ekspansi lebih baik dan pembiayaan di semua segmen tetap terjaga. Termasuk pembiayaan untuk segmentasi UMKM nya,” katanya.

Jadi kalau merger, kita tidak butuh banyak cabang dalam suatu wilayah. Tidak seperti sekarang BRI, BNI, Mandiri atau BTN masing masing punya cabang yang sama di suatu wilayah. Padahal dengan layanan teknologi canggih, cabang sudah tidak begitu dibutuhkan terlalu banyak. Jadi kalau sudah merger, salah satu keuntungannya adalah akan ada ekspansi secara organic (cabang) ke wilayah lain yang bisa membuat jaringan Bank Syariah meluas.

“Pastinya akan lebih efisien dibandingkan dengan sekarang. Dan banyak keuntungan lain, termasuk pengembangan IT yang terintegrasi, ini yang paling penting. Jadi tidak seperti sekarang Bank Syariah mengembangkan IT masing-masing. Ini kan menimbulkan banyak biaya,” jelasnya.

Dia mengatakan, kita belum berbicara mengenai Bank syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS) di masing masing daerah, atau dikenal dengan BPD. Saya justru kuatir kehadiran Bank Syariah BUMN nantinya akan menjadi masalah bagi UUS atau BPD Syariah.

“Jadi tugas kedepan masih terlalu banyak untuk membereskan masalah Bank yang banyak, gurem (buku 1), modal dan asetnya kecil, dan sulit untuk berkembang. Terlebih banyak UUS sekarang yang hanya jadi pemain bayangan Bank BPD (induk). Sebagai contoh, BPD yang menguasai payroll (gaji) PNS tentunya akan lebih mudah dalam menjaga NPL saat memberikan pembiayaan ke PNS.

Sementara UUS nya dipaksa untuk mencari segmentasi pasar sendiri, yang nota bene pangsa pasarnya bukan PNS, dan segmennya banyak digarap Bank lain. “Alhasil rasio keuangannya sulit untuk diperbaiki, pangsa pasarnya tidak berkembang, layanannya cenderung tradisional, dan banyak masalah lainnya. Jadi tugas pemerintah termasuk otoritas keuangan belum selesai. Masih banyak tugas lain yang harus dibereskan,” ujar Gunawan Benjamin. Berita Medan, red

- Advertisement -

Berita Terkini