Ruang Dibatas Suci Diantara Fenomena Is’ra & Mi’raj Melalui Hukum Kompleksitas dan Probabilitas

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM – Pauli’s Exclusive Principle, salah satuh hukum tersuci dalam dunia fisika materi. Wolfgang Pauli menjabarkan, bahwa tidak mungkin sebuah ruang ditempati oleh dua partikel materi pada saat yang sama. Partikel A dan B tidak mungkin menempati sebuah ruang secara bertumpuk pada sebuah momentum. Artinya setiap saat harus ada jarak yang memisahkan diantara keduanya, baik dalam konteks jarak ruang maupun waktu.

Sahabat Al-marhum Pak Nurul Husna, suatu waktu pernah menelepon, 4 tahun yang lalu bertanya tentang berapakah diameter alam materi yang kita tinggal ini? lalu kemudian sayapun bertanya kepada Pak Wanding karena beliau ketua Rayon Fkip saya sebagai kader yang bandel hehe keesokan harinya Al-marhum menemui saya di basecamp cijati.

“Bagaimana, Rahmat sudah ketemu”?, belum Pak hehe lalu kemudian beliau menjawab. Jawaban beliau sungguh teramat logis, yaitu kecepatan Rasulullah SAW bergerak, saat harus menembus langit ke satu sampai ketujuh, padahal waktunya hanya selama semalam. Padahal pula, dalam ruang materi, tidak ada satupun yang bisa melesat melebihi kecepatan cahaya sebesar 300.000 km/detik. Yang untuk menembus langit pertama saja, dibutuhkan waktu selama 13,7 milyar tahun. Belum lagi untuk menembus lapisan langit-langit berikutnya Padahal peristiwa Isra Mi’raj, berlangsung hanya semalam saja.

Okay Pak berbicara jarak, akan selalu dibatasi oleh kecepatan gerak, dan kecepatan paling tinggi dalam ruang materi adalah cahaya (Lorentz invariant). Titik. Tak ada satupun yang sanggup menjajarinya, begitu kata teori relatifitasnya Einstein.

Demikian pula yang tertera dalam kitab suci. Perbedaan waktu 1 hari banding 1000 tahun, atau 50.000 tahun, menyatakan adanya penyempitan waktu (time dilation). Jika perbandingan itu kita masukan kedalam rumus relatifitas, maka kecepatan para malaikat di ruang materi sebesar 99,9999999999 % dari kecepatan cahaya. Artinya memang kecepatan cahaya tak bisa dijajari, karena membutuhkan energi sebanyak tak hingga (divergensi).

Sedang tak terhingga bukanlah bilangan makhluk. Jadi, untuk mencari solusi tentang jarak ini, rasanya kita harus melakukan pendekatan lain. Ketimbang hanya berkutat dengan persoalan kecepatan, mesin penggerak, energi yang dibutuhkan, waktu tempuh, dimana ujung ceritanya kita sudah tahu, yaitu akan dibatasi oleh limit kecepatan cahaya.

For example: Dua bongkah es diletakan di ujung-ujung jolang besar, berjarak 60 cm. Bagaimana menghilangkan jarak antara kedua bongkahan es tadi? benar, panaskan es nya sehingga mencair. Saat keduanya berubah menjadi air, lalu bercampur, maka diantara kedua bongkahan es tidak lagi berjarak. Tapi kan tetap masih ada jarak antara air di jolang dengan dinding kamar? gampang, panaskan air di jolang sehingga menguap. Uap air akan memenuhi ruangan dan tak ada lagi jarak antara air dengan dinding kamar.

Pada titik ini, antar bongkahan es diawal, tidak lagi mengandung unsur jarak, baik antar sesama bongkahan es, dengan jolang wadahnya, bahkan dengan dinding kamar yang mengurungnya. Dengan menghilangkan unsur jarak, maka kecepatan menjadi tidak lagi relevan untuk dihitung sebagai variable signifikan. Berapa jarak antara uap air dengan dinding ?, jelas nol, maka kecepatan juga nol, alias tidak ada tenggang waktu yang dibutuhkan.

Namun jika kita teropong pada tingkatan mikroskopik, antar partikel uap air masih ada jarak, demikian pula uap dengan partikel dinding, tetap berjarak. Artinya hukum Pauli’s Exclusive Principle diatas masih berlaku. Jika kita menginginkan jarak inipun dihapus, maka dibutuhkan pendekatan yang lain lagi. Bahkan boleh dikatakan sebaliknya.

Pada tahun 1925, saat Einstein berkolaborasi dengan sang pemenang nobel fisika dari India karena penemuannya tentang partikel boson, yaitu Satyendra Nath Bose (bose -> boson), mereka merumuskan sebuah hipotesa tentang zat yang didinginkan mendekati nol mutlak. Rumusan itu dikenal dengan Bose-Einstein Condensate (BEC).

Kalau pada contoh, es dipanaskan mencair, lalu air dipanaskan menguap, alias energinya ditambah, sehingga faktor jarak dikaburkan. Namun secara sub partikel atomik jarak itu sesungguhnya masih ada, dan masih belum bisa lepas dari hukum Pauli’s. Berbeda jika dengan cara didinginkan mendekati nol mutlak, alias – 273,16 derajat celsius, atau Nol derajat Kelvin. Jarak ini benar benar hilang bahkan sampai ditingkat atomik. Artinya hukum suci di dunia fisika materi yaitu PEP benar benar dilanggar. Saat mereka berubah menjadi zat yang benar benar baru, yaitu bentuk super-fluidal, yang bukan solid, bukan cair, bukan gas atau plasma.

Lalu hipotesa ini, berubah menjadi sebuah premis 70 tahun kemudian, ketika teknologi cryogenic telah berkembang pesat. Penggunaan sinar laser dingin memungkinkan zat didinginkan mendekati nol mutlak, atau the zero Kelvin. Percobaan yang dilakukan di Colorado University oleh Erick Cornell dan Carl A Weiman, selama periode 1995 – 1997, terhadap zat bosonik dan fermionik membenarkan hipotesa sang empu, yang diturunkan suhunya mencapai satu per miliar derajat diatas nol mutlak, alias 0,000000001 derajat Kelvin. Untuk usahanya ini, mereka berdua mendapat hadiah nobel fisika tahun 2001.

Zat baru yang aneh, karena semua hukum fisika materi dilanggarnya. Tanpa kecuali hukum gravitasipun tak berlaku bagi zat ini. Zat ini mampu menembus bejana penyimpanannya.

Teori probabilitas dalam fisika kuantum berlaku sepenuhnya, yaitu saat momentum diketahui, maka lokasi zat akan semakin kabur alias tak diketahui. Momentum adalah energi, berbanding lurus dengan temperatur serta frekwensi. Saat suhu diturunkan maka energi dan frekwensi menuju nol, akibatnya panjang gelombang yang berbanding terbalik, merentang menuju tak hingga. Dengan kata lain, zat ini bisa berada dimanapun dalam ruang – waktu. Akibatnya yang paling esensiel adalah, tidak ada jarak dengan apapun eksisten yang ada diseluruh penjuru alam semesta, baik dalam konteks ruang maupun waktu. Seperti contoh uap air yang mengisi seluruh ruangan.

Pada saat frekwensi diturunkan, maka energi juga turun. Energi dalam ruang kesadaran akan membentuk ego. Semakin kompleks sebuah struktur, maka energi ikatannya semakin tinggi, artinya egonya semakin besar pula. Penurunan energi sama dengan penurunan sang maha ego, yaitu ego yang senantisa pasrah pada apapun kehendak Sang Pencipta. Dia menjadi abdullah yang sesungguhnya, hanya menjadi hamba Allah yang sebenar benarnya. Pada saat hal itu terjadi, maka faktor jarak bukan lagi hambatan. Tak peduli berapa besar alam semesta materi yang diameternya mencapai 13,7 milyar tahun cahaya. Tak peduli berapa luas langit-langit diatasnya yang besarnya triliun triliun kali lebih besar lagi dibanding alam materi ini. Semua tak lagi berjarak, karena dia ada dimana mana dalam seluruh titik ruang dan seluruh penggalan momen waktu.

Kondisi yang sangat ajaib, karena entitas ini bisa berlaku seolah bisa mengcopy dirinya, dari satu menjadi ribuan , jutaan , triliunan dirinya, tapi semuanya asli bukan fotocopy, serta berada dimana-mana. Demikian sebaliknya ribuan partikel, bisa berkumpul di ruang-waktu yang persis sama, namun bukan bertumpuk. Hukum-hukum fisika materi yang kita kenal selama ini, seperti hukum Pauli’s Exclusive Principle benar-benar habis dilanggarnya.

Seandainya, saat Malaikat Jibril membuka dada Rasulullah, lalu membersihkannya dengan air zam zam . Mungkinkah itu usaha simbolik pembersihan sang maha Ego, membuat ego yang menjadi hamba Allah, menjadi Abdullah sepenuhnya (Al Isra ayat 1). Sebuah kondisi saat energinya diturunkan limit mendekati nol, sehingga ujudnya berubah menjadi bersifat super-fluidal. Menjadikan beliau tak lagi berjarak dengan langit langit manapun juga. Sehingga masalah kecepatan yang selama ini diperdebatkan menjadi tak lagi relevan dibicarakan. Demikian pula penampakan beliau yang ada dimana-mana, baik di kamar tidur beliau, di gurun, di masjid Al Aqsa, di lapisan langit, semua asli dan bukan copynya. Karena ujud beliau bukan lagi terbuat dari materi yang selama ini kita kenal.

Berdasarkan perhitungan teori Inflasi dari Allan Guth, diatas alam semesta materi (langit ke 1), yang besarnya 13,7 milyar tahun cahaya ini, yang memuat sekitar 200 milyar galaksi, setiap galaksi rata rata berisi 100 milyar bintang ini, tapi diatasnya masih ada langit yang ukurannya 10^26 kali lebih besar, atau seratus triliun triliun kali lebih besar. Yang membuat ukuran alam semesta ini seperti perbandingan satu gelembung buih ombak, dibanding air yang ada di seluruh samudera lepas di bumi. Belum lagi Arasy yang maha luas itu. Subhanallah, Allahu Akbar. Maka benar, peristiwa Isra Miradj adalah sebuah peristiwa super-akal.

Mampu di apresiasi bukan hanya berdasarkan keimanan, namun juga bisa dipahami dari sisi akal dan keilmuan. Agar peristiwa fenomenal ini tak lagi menjadi sekedar menjadi cerita dongeng, yang di ulang-ulang belaka. Tetapi sebuah peristiwa yang senyata-nyatanya fakta. Pendekatan ilmu yang dilakukan hanyalah sebuah usaha kecil yang tak kekal dari anak manusia, untuk mencoba memahami Dzat Yang Maha Akal. Sementara Allah tidak pernah memikulkan sebuah beban yang tidak mampu ditanggung oleh makhluk ciptaanNya.

Setetes hikmah dari Perjalanan Is’ra & Mi’raj
Perjalanan panjang Ber-NU dan Ber-PMII
Penulis: Rahmat Nuriyansah Ketua Bidang Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Eksplorasi Tekhnologi PKC PMII Jawa Barat

- Advertisement -

Berita Terkini