Desentralisasi Pendidikan Melalui ‘School Based Management’

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

Kebijakan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan perlunya pembaruan sistem pendidikan. Hal tersebut sebagaimana klausul yang termaktub dalam Penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-undang itu menyatakan bahwa “pembaruan sistem pendidikan di setiap satuan pendidikan sesuai prinsip-prinsip pemerataan dan keadilan; pelaksanaan manajemen pendidikan berbasis sekolah dan otonomi perguruan tinggi; serta penyelenggaraan pendidikan dengan sistem terbuka dan multimakna.”

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau “School Based Management” merupakan salah satu model manajemen pendidikan yang berbasis pada otonomi atau desentralisasi dan kemandirian sekolah serta pemerintah lokal. Hal tersebut dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.

Bahwa MBS adalah bentuk otonomi pendidikan di satuan pendidikan di mana Kepala Sekolah dan Guru dibantu Komite Sekolah mengelola kegiatan pendidikan secara penuh dalam perencanaan program dan anggaran, pengadaan dan penugasan guru dan tenaga kependidikan lainnya serta penyelenggaraan pembelajaran dan evaluasi hasil belajar peserta didik.

Hadirnya konsep MBS memang menjadi suatu kebutuhan bagi sekolah atas berbagai perubahan yang terjadi. Desentralisasi pendidikan memberikan arti penting bagi penyelenggaraan pendidikan menyangkut yaitu:

Pertama, Pembiayaan pendidikan, Kedua, Peningkatan efektivitas dan efesiensi pendidikan. Ketiga, Redistribusi kekutan politik Keempat, Peningkatan kualitas pendidikan dan Kelima, Peningkatan inovasi dalam rangka kesesuaian harapan seluruh warga (Paqueo & Lammert dalam Hadiyanto :2004).

Namun mengingat model manajemen pendidikan adalah hal yang baru dan melibatkan berbagai pihak serta beragam persoalan yang dihadapi sektor pendidikan khususnya satuan pendidikan maka pelaksanaan MBS berpotensi menyandang berbagai tantangan dan kendala dalam implementasinya.

Hal tersebut dimungkinkan terjadi dalam satuan pendidikan salah satunya pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). SMK sebagai unit pelaksanaan pendidikan formal yang sarat dengan berbagai keragaman potensi peserta didik yang memerlukan layanan pendidikan yang beragam dan khusus serta kondisi lingkungan yang berbeda.

Untuk itu, SMK harus responsif, dinamis dan kreatif dalam menjalankan perannya untuk meningkatkan kualitas pendidikan kejuruan. Hal tersebut juga akan menjadi faktor pendorong jika SMK dengan berbagai karakteristik keberagaman diberikan otoritas untuk mengelola kelembagaannya sendiri sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan peserta didiknya.

Pelaksanaan MBS agar dapat berjalan efektif, sekolah perlu memahami konsep MBS dan melaksanakan langkah pokok dalam menjalankan tata kelola atau manajemen sekolah. Langkah-langkah tersebut antara lain melakukan evaluasi diri (self assesment), merumuskan visi, misi dan target mutu, menyusun rencana peningkatan mutu, melaksanakan rencana peningkatan mutu dan melakukan evaluasi pelaksanaan serta merumuskan target mutu baru.

Tentu saja, langkah-langkah pokok dalam tata kelola atau manajemen sekolah di setiap sekolah sangatlah beragam outputnya. Hal tersebut akan dipengaruhi dari situasi dan kondisi sekolah itu sendiri. Berdasarkan kajian studi yang dilakukan oleh penulis terhadap implementasi MBS di beberapa SMK khususnya SMKN 1 Cangkringan yang berlokasi di wilayah pinggiran dan SMKN 2 Depok yang berlokasi di kota Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan proses implementasi yang tidak jauh berbeda.

Namun secara umum dari hasil kajian Penulis menyimpulkan bahwa Pertama, MBS telah diimplementasikan oleh kedua SMK tersebut. Hal tersebut ditunjukkan dengan telah dilaksanakannya fungsi-fungsi manajemen. Fungsi perencanaan mencakup analisa potensi sekolah, perumusan visi misi sekolah dan perumusan rencana serta program kerja peningkatan mutu sekolah.

Sedangkan fungsi pelaksanaan menyangkut proses dan program peningkatan mutu sekolah. Adapun fungsi monitoring dan evaluasi telah dilakukan oleh sekolah dan komite sekolah melalui kegiatan insidental, jangka pendek dan jangka panjang. Kedua, Kendala yang dihadapi kedua SMK menyangkut keterbatasan dana, kondisi sarana prasarana dan penempatan lulusan.

Ketiga, Beragam upaya dilakukan oleh sekolah yaitu penggalangan dukungan bantuan melalui pihak swasta, mengalokasikan dana untuk program kegiatan prioritas, menjalin kerjasama yang baik dengan dunia usaha dan dunia industri, meningkatkan kualitas tenaga pendidik melalui pelatihan, diklat dan Musyawarah Guru Mata pelajaran (MGMP).

Ke empat, Untuk meningkatkan kompetensi akademik dan non akademik sekolah memaksimalkan proses belajar mengajar dan menyelenggarakan penyuluhan-penyuluhan materi khusus dengan melibatkan pihak-pihak terkait.

Penulis : Nurhadi, MPA (Staf Pengajar Program Studi Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta)

- Advertisement -

Berita Terkini