Ketua Pemberantasan Korupsi Menjadi Tersangka Korupsi?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

Oleh: Denny JA

Tongkat sakti apakah yang dimiliki oleh budaya korupsi di Indonesia? Korupsi di sini begitu saktinya, begitu hebatnya seperti raksasa serba bisa. Bahkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi kini dimangsanya, ikut menjadi tersangka korupsi.

Bagaimana kita memahami hal ini? Bagaimana sebuah sapu bisa membersihkan lantai jika sapu itu sendiri kotor?

Maka kita masuk ke dalam berita dan data. Di berbagai media, diberitakan sekarang ini ketua KPK Firli Bahuri dijerat polisi menjadi tersangka. Polda Metro Jaya resmi sudah menetapkannya dalam kasus dugaan korupsi.

Kasus ini dikerjakan begitu telitinya, begitu kokoh prosesnya. Didahului dengan pemeriksaan 91 saksi dan 7 ahli. Juga sudah disita dokumen penukaran valas sebesar 7,8 miliar rupiah.

Data hasil riset mengkonfirmasi menurunnya kepercayaan publik kepada KPK. LSI Denny JA menyimpan data kepercayaan publik kepada lembaga negara, termasuk KPK sejak tahun 2005.

Pada bulan November 2023, saat ini memang kepercayaan publik kepada KPK cukup rendah, hanya sekitar 67,3%. Trust publik kepada KPK kini lebih rendah dibandingkan trust publik kepada Kejaksaan (68,5%) dan juga kepada kabinet menteri (71,6%).

Padahal dulu dalam survei LSI Denny JA di tahun 2008- 2018, trust atau kepercayaan publik kepada KPK pernah di atas 80%. Bahkan beberapa kali trust kepada KPK bahkan lebih tinggi ketimbang kepercayaan publik kepada lembaga presiden.

Dengan ketua KPK menjadi tersangka korupsi, bisa dipastikan kepercayaan publik kepada KPK semakin merosot lagi.

Apa Lessons to Learn dari kasus ini, kasus Ketua KPK yang justru menjadi tersangka korupsi?

Kita perlu renungkan kembali proses rekruitmen anggota dan ketua KPK. Bagaimana caranya agar ke depan seleksi ini lebih diperketat lagi. Yang terpilih dan duduk di lembaga ini haruslah personality yang jauh lebih teguh.

Haruslah kita periksa juga efektivitas Dewan Pengawas KPK. Seharusnya temuan ini datang dari dewan pengawas KPK karena memang itulah tugas Dewan Pengawas.

Tapi temuan yang menyebabkan ketua KPK tersangka korupsi dilaporkan justru oleh pihak lain yang dijadikan tersangka oleh KPK. Jika pihak itu tidak dijadikan tersangka bisa jadi kasus pemerasan ini selamanya tak diketahui, dan terus dipraktekkan oleh pimpinan KPK.

Perlu pula diperhatikan untuk mempermurah pengaduan masyarakat. Bagaimana caranya agar publik atau individu manapun lebih berani dan terdorong melaporkan kejanggalan di KPK.

Kasus yang menimpa ketua KPK ini, pengaduannya datang dari tersangka itu sendiri: Syahrul Yassin Limpo di ujung perkara ketika yang bersangkutan akhirnya di- tersangka- kan juga.

Seharusnya pengaduan itu datang lebih dini, karena publik atau siapapun lebih nyaman, terjaga kerahasiaannya, untuk melaporkan.

Jangan pula diabaikan. Ini era Artificial Intelligence. Pelajari kasus di negara lain, bagaimana Artificial Intelligence bisa digunakan untuk mendeteksi lebih dini aneka kasus yang potensial dijadikan lahan korupsi.

Kini kita sudah punya kasus. Yang bisa korupsi ternyata tak hanya pejabat di luar sana. Tapi di benteng terakhir untuk menggempur korupsi (KPK), ternyata pimpinan tertingginya menjadi tersangka korupsi pula. Aneh Tapi Nyata!

- Advertisement -

Berita Terkini