Simsalabim, Sulap Data Anggota HMI Untuk Suara Kongres

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, OPINI – Apa yang paling “berharga” ketika rapat akhir periodesasi kepengurusan di HMI (terkhusus Kongres HMI) dilaksanakan? Yaps, jawabnya adalah suara para peserta Kongres, yakni suara utusan dari Cabang-cabang HMI. Sebab, dalam kontestasi pemilihan Ketua Umum PB HMI suara terbanyak menentukan siapa yang akan menjadi nahkoda HMI secara nasional. Hal telah berlangsung lama setiap pelaksanaan kongres, sebutlah: politik kongres.

Dalam politik kongres ini, hal-hal esensial dan rapat musyawarah perumusan ide-ide gagasan HMI ke depan yang dituangkan dalam bentuk program kerja nasional tidak lagi menjadi kegiatan yang menarik bagi peserta kongres. Semuanya beradu untuk menang, daripada untuk memajukan HMI. Sehingga terjadi siapa membawa siapa, siapa mengklaim siapa, siapa yang memberi biaya kongres, siapa yang membayar siapa, dan siapa mentor/dewa pemilik suara di kongres.

Dalam Kongres HMI, setiap cabang berbeda kuota suara utusannya yang berhak untuk memilih kandidat atau calon ketua umum PB HMI. Hingga sampai saat ini, suara terbesar di Kongres HMI adalah 5 suara, akan tetapi hanya beberapa cabang, selebihnya ada 4 suara, 3 suara, 2 suara, dan 1 suara per cabang. Sedangkan yang belum memiliki suara hanya bisa sebagai cabang peninjau.

Terkait jumlah utusan per cabang di Kongres HMI, jikalau kita merujuk pada Anggaran Rumah Tangga Himpunan Mahasiswa Islam (ART HMI) Hasil-Hasil Kongres XXI, Pasal 11 ayat (6) menyatakan bahwa, banyaknya utusan cabang dalam Kongres dari jumlah Anggota Biasa Cabang penuh, harus menyesuaikan dengan rumus yang telah ditentukan. Sehingga jelas bahwa berapa sebenarnya jumlah utusan setiap cabang.

Akan tetapi, dalam realitanya beberapa tahun atau beberapa kongres belakangan ini, menurut saya PB HMI tidak pernah benar-benar serius menghitung sesuai rumus, sehingga selalu merujuk pada data yang lama. Padahal kita ketahui bahwa, naik turun jumlah kader setiap cabang itu terjadi. Tidak ada yang fokus dengan ini.

Jika pun ada usaha atau pun niatan dari PB HMI memperhatikan ini, terjadi masalah yang menjadi inti pembicaraan ini, yaitu terjadinya penyulapan jumlah data anggota yang dilakukan oleh oknum-oknum agar supaya mendapat suara utusan sebanyak mungkin. Sebab, suara utusan yang banyak menentukan penambahan “rezeki” atau laba, cukup untuk modal nikah, beli hape baru, atau setidaknya menambah uang untuk jalan-jalan. Hal ini dikarenakan budaya jahiliyah dan iblis berupa transaksional atau jual beli suara utusan terus terjadi. Selain untuk menambah pundi-pundi keuangan, terjadi juga burgening besar karena memiliki suara cabang yang banyak.

Banyak cabang hari ini yang memiliki 2-4 suara utusan cabang, tapi realita jumlah anggotanya untuk mendapat 1 suara pun sangat susah. Hal ini mengapa bisa terjadi? Ini mungkin dari pengaruh sihir atau sulap data anggota yang diterima oleh PB HMI/SC Kongres HMI secara mentah-mentah. Sebagai saran, seharusnya harus ada tim verifikasi faktual atau melihat bagaimana jumlah anggota biasa cabang tersebut. Dapat dilihat juga dari aktivitas training formal seperti LK I yang pintu menambah jumlah anggota biasa.

Jika penipuan data anggota ini masih terus terjadi, berarti kader-kader HMI terus kita biarkan untuk pandai menyihir, menyulap dan melakukan manipulasi data. Kita tidak dapat membayangkan jika integritas kader-kader HMI serendah ini masuk atau bekerja di lembaga-lembaga penyelenggara pemilu atau instansi yang berhubungan dengan pendataan. Ini bencana bagi negara ke depan. Sebab, telah tertanam karakter manipulatif di dalam diri kader HMI.

Perilaku manipulasi data ini memang dianggap sepele, yang kita khawatirkan menjadi kebiasaan, sehingga menjadi terbiasa, kemudian menjadi biasa dan tidak dianggap sesuatu perbuatan yang buruk, ujungnya menjadi dosa bersama. Perbuatan ini jelas bertentangan dengan karakter kader HMI yang seharusnya, sebagaimana disebutkan dalam Usaha HMI (Pasal 7 AD HMI) yaitu pribadi muslim yang mencapai akhlaqul karimah.

Apa yang kita bicarakan ini adalah masalah yang sangat serius. Ini masalah integritas kader-kader HMI yang terus dikikis oleh budaya pragmatisme dan budaya transaksional. Bagaimana Indonesia Emas 2045 yang sering disebut-sebut oleh kader-kader HMI dalam berbagai forum, jika karakter integritasnya rusak.

Hal ini perlu untuk direnungkan dan disadari. Ber-HMI adalah proses kita untuk menumbuhkan karakter profetik untuk tanggungjawab yang lebih besar ke depan. Mengikuti pendapat Nurcholish Madjid (Cak Nur), masyarakat yang maju adalah karena individu-individunya maju. Memiliki karakter integritas dan penuh sikap kejujuran adalah sifat yang selalu dicontohkan oleh Lafran Pane.***

Penulis: Ibnu Arsib (Kader HMI Cabang Medan).

- Advertisement -

Berita Terkini