Matinya Literasi, Matinya Sebuah Negeri

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Opini – Apa yang terjadi jika sebuah negeri di isi oleh orang-orang yang tidak mau lagi membaca, tidak ingin lagi bergelut dengan ilmu pengetahuan? Atau tidak lagi bergairah menemukan sesuatu inovasi atau menemukan resources baru dalam sebuah pengetahuan?

Tentu telah mati sebuah peradaban di negeri itu jika tak ada lagi gairah keilmuan. Saya mengambil contoh sebuah negeri yang dihinggapi oleh manusia-manusia politikus yang setiap saat hanya berbicara kontestasi tanpa ujung, cerita-cerita dan diskusi-diskusi yang dibangun juga hanya seputar siapa akan memimpin dan siapa yang akan menguasai negeri ini. Dengan hiperbola disampaikan bahwa setiap kebijakan yang dilakukan di negeri ini tisak terlepas dari sebuah kebijakan politis. Ini tentu saja benar, tidak salah.

Tetapi ada kekeliruan yang sangat mendasar yang apabila pikiran-pikiran ini dipertahankan, akan menjadi sebuah kemunduran peradaban. Pada era Yunani kuno, mereka dikenal namanya hingga hari ini karena peran para ilmuan, intelektual, filsuf juga cendikiawan yang hebat-hebat. Sebut saja dimulai dari Mazhab Milesian yang para filsuf pencetus dasar Filsafat eksistensialis dan esensialis, seperti Thales, Anaximander dan Anaximenes, lalu dilanjutkan oleh Phytagoras, Demokritus lalu lebih kedepan dilanjutkan oleh Triumvirat ilmuan besar yaitu, Socrates, Plato dan Aristoteles. Lalu jejak mereka dilanjutkan oleh penerus-penerus pemikirnya.

Lalu, Islam melanjutkan meneruskan argumentasi-argumentasi filosofis itu dengan tanggapan, kritik, juga menemukan hal baru dari filsafat-filsafat tersebut, sebut saja filsuf dunia Islam pada abad pertengahan yaitu Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Al-Kindi, Al-Farabi, dan lainnya. Lalu dikembangkan oleh para pemikir setelahnya di eropa seperti Thomas Aquinas Spinoza, Rene Descartes, dan lainnya. Juga dalam bidang sains atau astronomi hiduplah orang-orang seperti Galileo Galilei, Sir Isaac Newton, dan lain-lain. Di era modern hiduplah Karl Marx, Albert Einstein, Hegel dan lain-lain

Tetapi ilmuwan-ilmuwan atau para intelektual diatas yang menjadi basis percakapan kita. Yang lebih penting adalah apa yang menyebabkan mereka begitu hebatnya, hingga nama mereka mencuat dan terus hidup. Jawabannya adanya sistem yang mendukung dari pemerintahan di kala itu. Walaupun dapat dikatakan bahwa mereka juga mengalami konfrontasi dengan rezim yang tidak menghendaki pikiran mereka hidup, tetapi sejatinya mereka telah hidup di era dimana perpustakaan menjadi sangat penting, baik bagi pemerintahan ataupun bagi masyarakat.

Ahmad bin Hanbal dihukum atas gagasannya. Perang gagasan antar pemerintah dan ulamanya, bukan sentimen politik. Galileo Galilei dihukum atas gagasannya yang tidak sesuai dengan gereja, lagi-lagi karena gagasan. Bukan sekedar sentimen politis. Ini tentu mengulik tanya, kenapa mereka begitu luar biasa memegang prinsip keilmuan? Karena fondasi dasar dari konsepsi kebutuhan ilmu sudah mengakar.

Prof. Dr. Hamid Zarkasyi, pernah berkata yang maknanya kira-kira bahwa “peradaban akan tetap maju apabila pemimpinnya concern akan ilmu, bukan concern pada politik”..

Setiap pemimpin yang fokus memperbaiki kualitas keilmuan, kualitas pendidikan, kualitas literasi anak bangsa ini. Maka negeri itu akan selamat. Tetapi jika fokus pemimpin tersebut atau sistem negeri tersebut berfokus hanya pada politik, dan lupa pada keilmuan, maka tunggu saatnya negeri ini diambil oleh yang lebih cerdas daripada anak bangsa ini.

Eropa pernah menjajah negeri ini karena kita bodoh dan kurang dalam hal ilmu pengetahuan. Kesultanan Turki jatuh karena jauh dari ilmu pengetahuan, hingga Mustafa Kamal seorang sekuler radikal yang mencintai buku yang mampu memimpin. Napoleon Bonaparte berhasil menjajah Mesir karena matinya peradaban keilmuan.

Dan jika negeri ini terus-terusan melupakan ilmu pengetahuan dan lebih terfokus pada kontestasi lima tahunan, maka tunggulah keruntuhan negeri ini. 2024 diambang pintu, tapi belum ada satupun bacapres yang memberikan gagasan tentang komitmen menjaga keilmuan, pendidikan serta literasi anak bangsa.

Oleh : Januari Riki Efendi, S.Sos (Founder Ruang Literasi Sumatera Utara)

- Advertisement -

Berita Terkini