Melibatkan 30% Perempuan Pada Pemilu Realitas atau Formalitas?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Opini – Hari ini Indonesia harum dengan sebuah peraturan yang tersebar luas melibatkan kaum perempuan dalam dunia publiknya, padahal dimana sebelumnya perempuan itu sendiri dimarginalkan disegala arah. Baik itu dalam pertemuan, fasilitas, peluang, pekerjaan, ide, gagasan atau kepemimpinan.

Namun, hari ini Indonesia mulai menunjukkan kedewasaannya dengan memberikan ruang penuh kepada kaum perempuan dalam turut andil mewujudkan Indonesia menjadi Bangsa yang jauh lebih baik.

Pemilu adalah pesta rakyat, pesta demokrasi yang benar-benar realitas adanya, dimana seluruh rakyat Indonesia memberikan hak suara nya kepada masing-masing wakil rakyat dengan datang langsung ke tempat pemungutan suara (TPS). Pesta demokrasi yang sangat banyak melibatkan seluruh masyarakat, instansi terkait, stage holder, lembaga-lembaga penting, elemen dan keamanan diseluruh lapisan penjuru daerah, hari ini benar-benar memanggil kaum perempuan untuk turut serta di dalamnya.

Dalam pemilu gebyar ini, dimana Indonesia membuat peraturan dengan melibatkan perempuan pada ajang gebyar demokrasi tersebut. Kita lihat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, banyak sekali Indonesia menyebutkan kata perempuan dan menyebutkan keterwakilannya seminim-minimnya 30% dari jumlah yang ada. Contoh seperti beberapa diantaranya;
Pasal 10 “Komposisi keanggotaan KPU, keanggotaan KPU provinsi, dan keanggotaan KPU Kabupaten/Kota memperhaiikan keterwakilan perempuan paling sedikit 3O% (tiga puluh persen).”

Pasal 22 “Presiden membentuk keanggotaan tim seleksi yang berjumlah paling banyak 11 (sebelas) orang anggota sehingga memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen).”

Pasal 52 “Komposisi keanggotaan PPK memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen). “
Pasal 55 “Komposisi keanggotaan PPS memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen).
Pasal 59 “Komposisi keanggotaan KPPS memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen).”

Pasal 92 “Komposisi keanggotaan Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen)”
Pasal 173 Ayat 2 Poin e “Menyertakan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat”

Pasal 245 “Daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam pasal 243 memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen)”

Pasal 246 “Di dalam daftar bakat calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap 3 (tiga) orang bakal calon terdapat paling sedikit 1 (satu) orang perempuan bakal calon.”

Pasal 248 “KPU melakukan verifikasi terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen persyaratan administrasi bakal calon anggota DPR dan verifikasi terhadap terpenuhinya keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen).”

Pasal 249 “Dalam hd daftar bakal calon tidak memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen), KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota memberikan kesempatan kepada partai politik untuk memperbaiki daftar bakal calon tersebut.”

Ini adalah beberapa diantaranya, belum lagi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) atau Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum (PerBAwaslu) itu sendiri menyebutkan keterwakilan 30% perempuan dalam aturan-aturannya.

Lantas yang menjadi pertanyaan, apakah ini realitas atau hanya sekedar formalitas? Jawabannya kita lihat dalam praktiknya dilapangan. Kita lihat hasil-hasil yang dikeluarkan atau ditetapkan oleh instansi terkait.

Misal kita lihat dalam praktiknya pada KPU yang saat ini merekrut komposisi ketua serta anggota KPU Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, Adhoc ditingkat kecamatan. Desa maupun sampai KPPS nya.begitu juga pada Instansi BAWASLU dalam praktiknya di lapangan yang merekrut ketua, anggota, staff baik dari tingkat atas sampai ketingkat bawah.

Hari ini perekrutan itu berlangsung dan seluruh pandangan sedang terpanah kearahnya ingin membuktikan apakah benar-benar peraturan ini realitas atau formalitas semata. Berharap besar hari ini peraturan tersebut dapat berjalan sesuai realitas dan kualitas.

Karena telah terbukti juga beberapa diantaranya perekrutan atau pencalonan yang telah berjalan benar mempertimbangkan posisi perempuan di dalam komposisinya, dan ini akan berlanjut terus menjadi harapan kaum perempuan diantaranya.

Oleh : Silpiana sari S.Th.I

- Advertisement -

Berita Terkini