Islam Tepis Habis Gangguan Mental Remaja

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, OPINI – Kesehatan mental menjadi ‘penyakit’ psikologis yang kerap kali mengganggu produktivitas para remaja. Banyak remaja yang gagal melewati fase ini hingga berujung pada tindakan bunuh diri. Tentu tindakan ini sangat merugikan. Berdasarkan survei kesehatan mental Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), satu dari tiga remaja di Indonesia mempunyai masalah kesehatan mental. Sementara, satu dari dua puluh remaja punya gangguan mental dalam 12 bulan terakhir. Rasio ini setara dengan 15,5 juta dan 2,45 juta remaja Indonesia. Penelitian ini menunjukkan para remaja di Indonesia paling banyak menderita cemas yang merupakan gabungan antara fobia sosial dan gangguan cemas menyeluruh. Urutan kedua ditempati oleh gangguan depresi mayor dengan presentasi 1,0% dan gangguan perilaku 0,9%. Setelah itu, ada gangguan stres pascatrauma (PTSD) dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD) yang jumlahnya 0,5% masing-masing (detikEdu/24/10/2022).

Permasalahan kesehatan mental remaja bukanlah permasalahan yang bisa dipandang sebelah mata. Karena sejatinya permasalahan ini begitu komplit dan sistemik, berasal dari dalam diri pribadi remaja tersebut hingga pengaruh lingkungan luar tempat ia hidup.

Ketidak-tuntasan mengenali jati diri membuat seseorang mudah ambyar dalam menjalani kehidupan. Sebab ia tak menemukan tujuan hidup yang sejati. Sehingga, ia sangat mudah terombang-ambing kala didera permasalahan kehidupan. Tujuan hidup remaja hanya berkutat pada capaian kesenangan duniawi, seperti ingin memiliki gadget termahal, punya wajah good looking bisa viral, punya banyak uang dan sejenisnya. Kehidupan yang hedon mengaburkan pandangan mereka tentang makna hidup sesungguhnya. Maka wajar, jika hal tersebut tak tercapai, mereka merasa galau. Terlebih lagi, remaja kurang memotivasi diri untuk belajar memahami jati diri yang benar berdasarkan agama, khususnya agama Islam. Jelas hal ini memperburuk keadaan remaja. Mereka hanya menjiplak kehidupan barat sebagai referensi untuk mewarnai kehidupan. Padahal, asas kehidupan barat dibangun di atas asas sekularisme, yakni memisahkan agama dari kehidupan.

Kuatnya arus dominasi kehidupan ala kapitalisme-sekular telah menggeser peran agama dalam kehidupan. Aturan agama diabaikan dan keinginan nafsu duniawi lebih dituruti. Sehingga, remaja cenderung liberal, bertingkah laku sesuai dengan kehendaknya sendiri. Tak peduli apakah hal tersebut dibolehkan dalam agama atau tidak. Akibatnya, ketika para remaja ini dihadapkan pada masalah (yang kadangkala terjadi akibat dari menyalahi aturan agama), ia tak mampu menyikapi secara bijak hingga membuat dirinya menjadi lemah tak berdaya, menjadi overthinking, depresi, stress dan sebagainya. Padahal, agama memiliki solusi atas semua persoalan manusia. Sebab, aturan agama diciptakan oleh Allah Swt. Tuhan yang menciptakan semesta alam beserta isinya. Tentu hanya Allah Yang Maha Mengetahui apa yang dibutuhkan makhluk-Nya.

Ditrambah lagi corak kehidupan kapitalisme-sekular hari ini betul-betul sangat membebani remaja. Bagaimana tidak, hampir seluruh aspek kehidupan diatur menurut nilai kapitalisme-sekular. Sehingga, perputaran roda kehidupan hari ini teramat sulit dan penuh beban. Mulai dari aspek lingkungan sosial yang toxic, pendidikan, kesehatan yang serba mahal, ditambah lagi dengan kondisi perekonomian masyarakat yang sulit. Maka wajar, remaja hanya memiliki orientasi meraih materi duniawi demi sukses menjalani kehidupan dan merasa gagal bila hal tersebut tak tercapai. Jika remaja begini terus, bagaimana nasib masa depan negeri ini?

Para remaja (pemuda) merupakan aset berharga yang menjadi tumpuan negeri. Masa depan bangsa ini, bisa diprediksi dari bagaimana komposisi generasi yang terbentuk. Apakah usia produktif mereka mampu berkarya positif untuk negeri atau malah nihil prestasi. Maka dari itu, Islam sangat memperhatikan kehidupan remaja.

Islam menuntun remaja untuk mampu mengenali jati dirinya secara benar, yakni dengan mampu menjawab pertanyaan mendasar tentang siapa yang menciptakannya, untuk apa dia diciptakan dan kemana ia akan pergi setelah kematian. Tiga simpul pertanyaan mendasar ini akan menuntun remaja menemukan jati diri yang sesungguhnya. Bagi seorang muslim, tentu ia meyakini bahwa ia diciptakan oleh Allah, dihidupkan di dunia ini untuk beribadah kepada Allah dan amal-amalan yang ia lakukan selama di dunia akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah dan berakhir pada syurga atau neraka. Inilah yang akan membentuk pandangan hidup remaja sehingga ia memiliki prinsip yang kuat dalam menjalani kehidupan. Ia akan bertingkah laku berpatokan pada hukum agama karena keimanan pada Allah. Maka bagaimanapun gelombang kehidupan yang menerpa dirinya, ia tak akan mudah depresi, stress, lemah, overthinking, putus asa. Ia akan berani menghadapi permasalahan dan menyelesaikan semuanya beradasarkan tuntunan agama. Kepribadian seperti ini akan ditemui dari hasil penerapan kurikulum pendidikan negara berbasis aqidah Islamiyyah.

Disamping itu, Islam mewajibkan negara untuk menjamin kebutuhan vital bagi masyarakatnya. Penyelenggaran pendidikan dan akses pelayanan kesehatan diberikan gratis oleh negara. Kemudian, aspek perekonomian benar-benar diperhatikan oleh negara. Negara akan membuka lapangan pekerjaan bagi orang tua sebagai penanggungjawab nafkah anak. Dengan demikian, remaja tak perlu memikirkan segala pembiayayan dan cukup fokus pada aktivitas belajar, memanfaatkan usia produktifnya aktif berkontribusi untuk kemajuan negeri. Inilah cara Islam menepis habis gangguan mental pada generasi muda. Sehingga generasi muda tumbuh dan berkembang secara positif dan mampu berkiprah membangun peradaban. Namun, solusi Islam ini tak akan mampu dijalankan bila aturan Islam tak diterapkan keseluruhan dalam negara Daulah Islamiyyah. Wallahua’lambisshowab.

Penulis : Qisti Pristiwani (Alumnus UMN Alwashliyah Medan)

- Advertisement -

Berita Terkini