Jika Prabowo Menang, Beranikah Membentuk Tim Pencari Fakta Kasus 1998?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

Oleh: Agung Wibawanto

Mengapa terjadi peristiwa memilukan 1998, masih menjadi pertanyaan besar dan mendasar bagi masyarakat Indonesia. Pertanyaan lainnya adalah, siapa pemicu dan orang-orang dibalik amuk massa tersebut? Jika mundur sedikit ke belakang di mana juga terjadi peristiwa yang diduga berkaitan, yakni: kasus penculikan aktivis, dan kasus Trisakti I dan II.

Ada banyak analisa dan teori yang muncul yang tidak satupun dapat ditindaklanjuti kebenarannya. Pertama, teori perpecahan di tubuh TNI (ABRI ketika itu); Kedua, kematian mahasiswa Trisakti memicu aksi demo pendudukan DPR/MPR; Ketiga, perkelahian (tawuran) antar warga sebagai bentuk akumulasi kemarahan kepada rezim Soeharto.

Namun, sebuah teori umum menyebutkan, tidak ada peristiwa besar tanpa keterlibatan kalangan elite penguasa di sebuah negara.

Dan hampir sebagian besar aktor-aktornya berasal dari militer. Bagaimana dengan kerusuhan 1998 di Indonesia? Akankah terabaikan begitu saja dengan menutup sejarah seolah tidak terjadi?

Bagaimana dengan ratusan korban tak berdosa beserta keluarganya? Mungkin bagi kita tidak menjadi masalah besar, tapi sulit bagi korban dan keluarga korban melupakan peristiwa tersebut yang hingga kini menjadi trauma.

Luka itu sudah tertutup dan mereka pun tidak ingin mengenang. Setidaknya, tidak adakah keadilan di negeri ini menunjuk pihak yang bertanggungjawab?

Hal ini pun yang terjadi dengan Prabowo Subianto. Banyak orang bilang, kasus Prabowo selalu diungkit setiap Prabowo bertarung dalam pilpres.

Ini menunjukkan, publik sebenarnya mudah melupakan peristiwa Mei 1998, namun akan terkuak kembali saat menyebut nama Prabowo terlebih ia ikut kontestasi pilpres.

Publik berharap Prabowo menyelesaikan dahulu rekam jejak kelamnya. Prabowo mengatakan dirinya tidak bersalah. Sebaliknya, ia mengaku kepada Budiman Sudjatmiko melakukan penculikan aktivis. Lalu apa tanggung jawabnya? Bagaimana dengan kasus Trisakti dan kerusuhan massa? Tiga kasus yang saling ada kaitannya.

Sebagai pangkostrad ketika itu, Prabowo mestinya punya banyak informasi. Ataukah benar ada perang bintang ketika itu? Benarkah Prabowo hanya tumbal? Benarkah dia difitnah?

Lantas mengapa tidak sampaikan kejadian yang sebenarnya? Publik juga bertanya, mengapa Prabowo harus ke LN (Yordania) untuk menghindari fitnah? Bukannya untuk menghindari pengadilan umum?

Beberapa pengamat militer Indonesia berspekulasi kepergian Prabowo ke LN memang disengaja guna menghindari peradilan umum atas kejahatan kemanusiaan yang dilakukannya.

Selain bisa mengena kepada dirinya (jika diadili), juga berbahaya bagi nasib Soeharto, mertuanya yang juga sebagai atasannya ketika itu. Tidak mungkin Prabowo melakukan tanpa perintah.

Diketahui, paska Prabowo diberhentikan oleh rekomendasi DKP (peradilan militer) yang menganggapnya bertanggung-jawab terhadap peristiwa 1998, Prabowo menghindar dan pergi ke LN.

Sempat sebulan ke Boston, AS, lalu ke Yordania hingga 2001 kembali ke Indonesia. Prabowo dianggap tidak gentle menghindari masalah, dan tidak patriotis. Di saat negara sedang kacau malah pergi.

Diduga memang ada deal demi keamanan Soeharto, maka Prabowo diminta untuk menyingkir dulu. Barulah di era Megawati sebagai presiden (2001), Megawati meminta dan mengurus kepulangan Prabowo ke Indonesia. “Semata hanya soal kemanusiaan, karena bagaimana pun Prabowo itu kan warga Indonesia,” jelas Megawati saat menceritakan kisah pemulangan Prabowo.

“Benar, jabatan Pangkostrad telah diserahterimakan dari Letjen Prabowo Subianto kepada Mayjen TNI Johhny J Lumintang dalam upacara serah terima sederhana di Makostrad, Jumat [22 Mei] sore pukul 17.30 WIB,” tutur Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) TNI AD brigjen TNI Dewa Putu Rai ketika itu seperti dilansir Harian Bisnis Indonesia edisi 23 Mei 1998.

Prabowo, kata Dewa, kemudian digeser ke tugas baru sebagai Staaf Komando ABRI di Bandung, menggantikan Letjen TNI Arie J Kumaat. Sikap Habibie tidak ditanggapi diam oleh Prabowo. Pada 23 Mei 1998 sore Prabowo berbincang empat mata dengan Habibie untuk membahas duduk perkara detail pencopotannya. Habibie, di sisi lain menanggapi pertanyaan Prabowo dengan sikap tenang.

“Anda tidak dipecat, tapi dipindah tugaskan,” ucap Habibie. Habibie lantas menjelaskan bahwa Prabowo dicopot lantaran Habibe mendapat laporan dari Panglima ABRI tentang adanya gerakan pasukan Kostrad pimpinan Prabowo menuju Jakarta, Kuningan dan Istana Merdeka. Habibe khawatir akan ada kudeta. Prabowo menjawab niatannya hanya ingin “menjaga keamanan presiden.”

“Tapi itu adalah tugas Pasukan Pengamanan Presiden yang bertanggung jawab langsung pada Pangab dan bukan tugas Anda,” ujar Habibie mendebat Prabowo lagi. Saat itulah Prabowo menyebut Habibie sebagai presiden “naif”. Habibie tidak peduli, “Masa bodo, sayalah presidennya,” balas Habibie. Keputusan tak berubah. Prabowo tetap lengser dan pindah tugas ke Bandung.

Tak lama setelah kepindahan itu Prabowo disidang oleh Dewan Kehormatan Perwira yang dibentuk Juli 1998 lewat Surat Keputusan (SK) Pangab Sekp/533/P/VII/1998. Menurut arsip LBH Jakarta, setelah sidang pada 10, 12, dan 18 Agustus 1998, dewan ini kemudian mengeluarkan SK KEP/03/VIII/1998/DKP yang isinya berupa rekomendasi pemberhentian Prabowo dari pangkat Letnan Jenderal.

Hingga kini pun, tidak ada dokumen hasil persidangan DKP yang bisa diketahui publik. Mungkin bisa diundang dan ditanyakan kembali oleh tim pencari fakta yang dibentuk nantinya, orang-orang yang memiliki jabatan strategis ketika itu, untuk dimintakan keterangannya. Mereka yang masih hidup selain Prabowo sendiri adalah, Wiranto (Menhan/Pangan).

Ada pula Sjafrie Sjamsoeddin (Pangdam Jaya/Panglima Komando Pelaksana Operasi Jakarta), Endriartono Sutarto (Komandan Paspampres), dan Muchdi Purwoprandjono (Dan Kopasus), serta para jendral anggota DKP.

Sementara yang lainnya sudah meninggal termasuk Soeharto dan Habibie. Mungkinkah dibentuk TPF mengusut tuntas kasus 1998 jika Prabowo menang pilpres 2024?

- Advertisement -

Berita Terkini