Mau Pilih Menaikkan Pajak Atau Merampas Aset Hasil Korupsi?

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

 

Oleh: Budiman Satriagung

Ada yang terlewat dari debat cawapres beberapa waktu lalu. Sudah dibahas satu dua pengamat tapi tidak pada substansinya.

Padahal, apa yang tersampaikan dalam debat itu adalah hal yang sangat penting, terutama bagi kesejahteraan rakyat. Materi yang dimaksud adalah penerimaan pajak negara.

Pasal ini diungkit oleh Mahfud MD yang bertanya kepada Gibran, dalam visi misi kubu 2 diterangkan akan menaikan tax ratio 23%, “Itu 23% dari apa? Karena jika dari APBN bahaya sekali. Hati-hati lho!” Ingat Mahfud MD.

Sayang sekali Gibran tidak menjawab, namun hanya memenangkan menggunakan analogi, “berburu di kebon binatang”.

Analog tersebut memang familiar kalangan pelaku pajak dan keuangan. Intinya, kreatif mencari pemasukan tidak hanya berasal dari wajib pajak yang sudah ada, melainkan dari sumber-sumber lain.

Gibran pun cepat mengklarifikasi, “Saya tahu pasti banyak pikiran negatif kenaikan pajak. Jangan khawatir,” jelas Gibran.

Lantas apa dan bagaimana yang dimaksud menaikan 23% rasio pajak (anggaran naik 12%)? Siapakah yang menjadi sasarannya?

Pertanyaan lain yang juga penting, mengapa program itu dilakukan? Seperti diketahui dan mungkin bisa dipahami, wajar jika kelak paslon 2 terpilih, pemerintah akan menaikkan pemasukan anggaran.

Karena kebutuhan atau postur anggaran yang harus dikeluarkan juga tidak main-main. Hanya untuk program makan siang dan susu gratis saja dibutuhkan 450 T setiap tahunnya.

Belum dengan pos-pos lain yang memang membutuhkan anggaran besar. Jadi, logis jika mengikuti alur pikir kubu Prabowo-Gibran. Persoalannya, siapkah rakyat?

Jadi, narasi Prabowo-Gibran akan menaikan pajak, bukanlah hoax, melainkan dikatakan sendiri dan langsung oleh kubu 2. Sebagai gambaran, kondisi hari ini tax ratio kita 10-11%.

Hitungan prabowo (dlm video) sudah bener, setiap naik 1%, rasio pajak, negara akan mendapatkan tambahan pendapatan 15 Milyar US dollar atau Rp 217 Trilyun.

Sekali lagi, siapa yang akan dibebankan kenaikan pajak tersebut? Sementara hidup rakyat sedang tidak baik-baik saja. Prediksi Pengamat mengatakan 2024 ini ekonomi melemah.

Rakyat hanya bisa berkata, “Siapa saja yang menjadi presiden, hidup kita ya seperti begini terus, kalau tidak kerja ya tidak makan,” begitu keluhan rakyat.

Mahfud MD sudah mengingatkan, meningkatkan rasio pajak tidak mudah. Bahkan pemerintah Jokowi sudah melakukan beberapa upaya juga gagal, termasuk program keringan pajak, tetap tidak ada yang mau.

Mahfud pada kesempatan lain menjelaskan bahwa paslon 3 (Ganjar-Mahfud) akan menggenjot pertumbuhan ekonomi sampai 7%.

Bandingkan dengan Prabowo yang tidak berani menetapkan pertumbuhan ekonomi hingga 7% meski akan mendapat anggaran super gemuk (dengan asumsi menaikkan 23% tadi).

Paslon GAMA menjelaskan bahwa jika anggaran negara tidak dikorupsi, maka pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 7%. Kemudian, GAMA juga melakukan penyitaan aset hasil korupsi (kasus yang sudah terjadi).

Dengan dua langkah tersebut, GAMA meyakini bahwa anggaran negara menjadi lebih dari cukup, tanpa perlu membebani rakyat dengan menaikkan pajak.

Inilah program yang memang berorientasi kepada rakyat kecil dan sebaliknya tegas kepada pelaku kejahatan korupsi. GAMA berkeyakinan persoalan bangsa akan selesai jika anggaran negara tidak dikorupsi.

Bahkan menurut Mahfud, penduduk Indonesia harusnya bisa mendapat 20 jt perbulan tanpa ngapa-ngapain jika tidak ada korupsi. Jadi, kunci dari pengelolaan anggaran negara salah satunya adalah memberantas korupsi dan tidak ad kebocoran negara.

Penghematan adalah salah satu sumber pemasukan, demikian teori ekonomi berkata. Maka, rakyat ingin dinaikan pajak atau korupsi diberantas? Itu saja pilihannya.

- Advertisement -

Berita Terkini