Menteri Adu Mulut Soal Rp300 T, APARAT Minta Presiden Pertemukan Mahfud-Sri Mulyani dan PPATK

Breaking News

- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -
- Advertisement -

MUDANEWS.COM, Jakarta – Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang mendapat laporan data dari PPATK terkait kejanggalan transaksi Rp300 T yang melibatkan ratusan pegawai Kementerian Keuangan menimbulkan polemik saling bantah antara PPATK dan Sri Mulyani.

Guna mengatasi kegaduhan kontraproduktif tersebut, Koordinator Advokat Pembela Rakyat (APARAT), Muhammad Mualimin meminta Presiden Joko Widodo agar turun tangan menengahi pertengkaran yang terkesan konyol tersebut.

”Terlihat konyol kalau menteri digaji rakyat malah sibuk adu mulut di depan publik. Lebih baik presiden turun tangan untuk menyelesaikan. Jokowi perlu menegur Sri Mulyani yang hingga hari ini tidak melaporkan dugaan kejanggalan Rp300 T ke KPK. Dana sebesar itu jelas mencurigakan. Maka perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut,” kata Mualimin dalam keterangan tertulisnya, Minggu (12/03/2023).

Guna menyudahi polemik tersebut, jelas Mualimin, Presiden Jokowi perlu ikut campur guna mempertemukan Menteri Mahfud MD, Menkeu Sri Mulyani, dan petinggi PPATK.

Mencuatnya data transaksi janggal dan aneh senilai Rp300 T, menurut Mualimin, membuktikan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani selama ini lemah dalam pengawasan internal kementerian yang dipimpinnya.

”Bagaimana mungkin ratusan bawahan Sri Mulyani tidak tahu uang Rp300 T dari mana. Kalau Mahfud sudah berani sebut itu TPPU, pasti kan dana haram. Kalau uang hasil kejahatan dikelola dan masuk rekening oknum pegawai Kemenkeu, itu sudah masuk kategori suap. Ada semacam pemufakatan jahat untuk menyimpan dan mengelola uang dari zona abu-abu. Jadi KPK harus bertindak tanpa mempedulikan dalih oknum itu tahu atau tidak sumber dana tersebut,” ujarnya.

Selain itu, ucap Mualimin, pihaknya juga dibingungkan dengan pernyataan Mahfud MD ”Rp300 T Bukan Korupsi, Tapi TPPU karena Tidak Mengambil Uang Negara”. Hal ini kontradiktif, karena menurut Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pegawai negeri yang menerima sesuatu (uang) dari pihak lain termasuk suap, dan oleh karenanya termasuk kategori korupsi juga.

”Rakyat ini bingung dengan logika pikir Prof Mahfud MD. Kalau memang uang Rp300 T itu TPPU, berarti kan hasil kejahatan pihak lain. Kalau masuk ke kantong atau dikelola oknum pegawai Kemenkeu, itu dekat sekali dengan definisi suap. Yang jadi pertanyaan, apakah benar oknum-oknum ini tidak tahu uang yang diterimanya dari mana, halal tidaknya masa tidak tahu. Makanya ini kan janggal, tugas Sri Mulyani untuk lapor KPK. Lapor saja dulu, jangan pedulikan dalih pengakuan bawahannya. Kenapa sih takut sekali lapor ke KPK?” pungkasnya. (red)

- Advertisement -

Berita Terkini